"Perasaan itu semakin nyata, hingga aku tenggelam di dalamnya."
Apa yang aku lakukan saat perasaan itu semakin dalam, mengucapkam selamat atau jangan datang. Aku ingin cinta ini tinggal dan menetap, bukan hanya singgah lalu pergi begitu saja.
Sudah hampir satu bulan aku berada di sini, belajar bersama. Menikmati indahnya duniaku saat ini dan mempelajari banyak hal. kalian tahu, sekarang kemampuan bahasa Jepang ku meningkat. Akhirnya aku bisa mengerti dan berdialog dengn teman dan Dosenku.
Aku benar-benar menikmati tempat ini, sungguh ini luar biasa. Beberapa teman sekalasku sering menanyakan hubunganku dengan Daniel, karena aku sama Daniel nggak ada hubungan apa-apa aku menjawabnya dengan jujur.
Namun, setelah dia mendengar pernyataanku kenapa rasanya aku nggak terima demgan kalimatku tadi. Ada rasa khawatir dan penyesalan, lalu apa yang harus aku lakukan jika antara kami berdua memang tidak ada hubungan apa-apa.
"Sinta, cepetan ke sini." teriak pria itu yang berlari menuju ke kelasku, yang benar saja. Apa yang dia lakukan, bukankah jarak antara gedungku dan gedungnya lumayan jauh ya, pria ini benar-benar ya.
Lantas apa yang membawanya kemari, kenapa dia terlihat semangat seperti itu. Raut wajahnya juga terlihat sangat bahagia, apa terjadi sesuatu padanya.
"Sinta ayo, kamu harus ikut aku sekarang." tuturnys sambil memegang tanganku dan membawaku pergi bersamanya, bahkan beberapa teman kelasku tersenyum melihat sikapnya ini.
"Ad apa sih, Daniel?" tanyaku dengan langkah yang berusaha menyamakan dengannya. "Daniel, apa kamu akhirnya mendapatkan nilai sempurna?" tanyaku yang kali ini berniat menjahilinya.
"Sembarangan kamu, nilai aku sempurna terus ya Sinta." jelas pria itu sambil ngedumel. "Udah pokoknya kamu ikut aja, aku ada sesuatu buat kamu." Daniel terlihat sangat bersemangat, tapi entah apa yang telah terjadi padanya.
Akhirnya aku hanya pasrah dan mengikutinya dari belakang, berlari kecil agar aku bisa mengejar langkahnya. "Lihat, bunga Sakura pertama udah berbunga," seru Daniel menatap lurus ke arahku. Aku termangu, benar tanpa aku sadari musim dingin sudah berakhir. Dan sekarang musim semi, tiba-tiba aku merindukan ke dua orang tuaku. Aku sangat ingin memeluk mereka sekarang, tanpa aku sadari air mataku jatuh begitu saja.
Aku juga sudah hampir satu bulan di sini, dan sekarang bunga sakura itu juga sudah bermunculan satu persatu. Aku merindukan kalian. Daniel yang menyadari sikap diamku itu, melirik ke arahku dan mendapati diriku yang tengah menangis. Dia mendekati dan memelukku begitu saja, menenangkan dan memberikanku kehangatan serta kenyamanan.
"Sinta, kamu baik-baik aja kan? Kamu pasti kangen ya sama ke dua orang tua kamu. Sin, nggak papa nangis aja aku bakalan nemenin kamu di sini." seru pria itu.
Aku nggak tahu kenapa, kali ini benar aku sangat merindukan mereka. Biasanya kami hanya berbeda kota saja, sekarang kami juga berbeda negara. Aku masih menagis dan tanpa aku sadari, aku berada di dalam pelukan pria itu. "Sinta, aku bakalan selalu ada buat kamu," ucapnya yang masih menenangkanku.
Kejadian itu terjadi begitu saja, di bawah pohon sakura ini. Dimana bunganya mulai bermunculan satu persatu, merasakan hangatnya matahari di musim semi dan rasa nyaman yang aku dapat darinya.
Bisakah dia menjadi milikku saja, dapatkah aku mengatakan padanya tentang perasaan ini. Atau apakah semua akan baik-baik saja jika dia tahu yang sebenarnya. Mungkin persahabatan kami ini akan berakhir begitu saja, sebaiknya dia tidak tahu tentang perasaan ku padanya.
"Udah lepasin, aku udah nggak papa kok," pintaku padanya. Yang langsung di turutin begitu saja olehnya.
"Baiklah, kamu beneran nggak papa kan?" tanya nya lagi memastikan dan menghapus air mataku, ku mohon jangan seperti ini aku takut jika aku memang beneran menyukaimu.
"Hei, kalau kamu nangis seperti lucu tau. Tuh lihat, hidung kamu merah. Pipi kamu juga jadi tambah tembem, belum lagi mata kamu tuh jadi tambah besar." Daniel ini sebenarnya ingin memghiburku, atau malah sedang ingin menjahiliku.
"Apaan sih, nggak lucu Daniel." seruku kesal sambil memastikan kalau wajahku udah nggak bengkak lagi. Setiap kali aku menangis pasti wajahku akan membengkak.
"Seriusan Sinta, kamu tu jadi tambah lucu." balasnya yang kali ini mencubit ke dua pipiku.
"Daniel, berhenti nggak?" seruku dengan nada yang sangat kesal. Dia hanya tertawa dan kembali menenangkan ku. " Baiklah Sinta, maafkan aku ya. Aku bakalan berhenti kalau kamu senyum dulu,"pintanya yang kali ini menatapku hangat.
"Nggak, udah ih." Aku berpaling dan berusaha pergi darinya. Tapi, dengan cepat dia memegang tanganku dan menariknya begitu cepat, sontak aku sudah berada di dalam pelukannya lagi.
"Sinta, kamu bebas mau cerita apa saja sama aku. Aku bakalan dengarin kamu. Berjanjilah kalau kamu akan selalu berbagi apa pun padaku, baik suka maupun duka. Mengerti?" jelasnya dengan nada serius.
Aku hanya mengangguk dan menyetujui perkataannya, benar di sini aku hanya punya Daniel. Jadi aku harus sebisa mungkin berbagi dengannya. Tapi, aku takut jika aku malah akan salah paham dengan perasaanku ini.
"Jangan pernah berpikir kalau aku akan mengabaikanmu Sin, karena aku nggak akan pernah melakukan itu padamu." Daniel menatapku seolah dia akan selalu ada untukku, kapanpun itu.
Jika di sana, jauh di sebrang sana aku memiliki Stella. Di sini aku memiliki Daniel. Tapi, bukan sebagai sahabat ada perasaan yang membuatku begitu menginginkannya lebih dari itu, entah perasaan apa, yang aku tahu itulah perasaan yang mungkin akan menghancurkan segalanya.
Sore harinya, akhirnya jam pelajaran telah berakhir. Kejadian di taman tadi tidak akan aku pernah aku lupakan sampai kapanpun itu, kali ini aku pulang sendirian. Biasanya aku selalu pulang bareng Daniel, kali ini dia harus menyelesaikan tugasnya sendiri. Anak itu pasti tidak mengumpulkan tugasnya lagi.
Melakukan kesalahan beberapa kali, tampaknya dia tidak pernah kapok. Kali ini aku yakin dia akan mendapatkan pelajaran sampai dia benar-benar kapok. Aku melangkah, menelusuri satu persatu jalan setapak di negeri tirai bambu ini. Memandang beberapa warga yang mulai mengabadikan bunga sakura yang mulai bermunculan.
Benar, aku segera mengirimkan beberapa gambar pada Stella. Bunga sakura yang cantik, dan aku juga berjanji saat bunga itu sudah bermekaran, aku akan mengirimkan lebih banyak lagi. Aku yakin dia pasti menyukainya.
Stella, dia sahabat yang aku rindukan. Aku rindu segalanya tentang dia, bulan depan aku akan pulang Stella. Dan kita bisa bertemu dan menghabiskan waktu bersama lagi, karena sampai kapanpun kamu adalah orang yang paling berharga untukku, setelah kedua orang tuaku.
Aku ingin mengungkapkannya. Tapi, aku takut jika itu akan mengakhiri persahabatan kita.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Di Penghujung Musim (TAMAT)
RomanceSeperti bunga sakura, cinta akan indah pada musimnya. Sayangnya, itu hanya bertahan untuk beberapa bulan saja. Setelah itu, musim berikutnya akan mengambil keindahannya. Ya, musim gugur, bunga yang cantik akan gugur secara perlahan dan hanya akan me...