"Sebenarnya bukan bodoh hanya saja terlalu malas."
Tes ketiga berhasil kami lewati, tak ada ekspresi apa pun dari Pak Gun. Dia hanya mengambil lembaran soal dan jawaban kami, setelah itu dia pergi begitu saja. Bukan hanya aku, Tari dan Stella pun merasa heran dengan sikap Pak Gun ini. Kami bertanya-tanya apa yang terjadi, apakah tes terakhir ini tidak ada satupun dari kami yang lolos. Jika itu benar, itu sangat memalukan.
Sudah seminggu sejak kejadian itu, suasana terasa berbeda. Kini tidak ada lagi yang berani mengataiku dengan perkataan yang menyakitkan, mereka hanya lewat seolah tidak ada siapa pun di hadapan mereka.
Bahkan di kelas juga seperti itu, sunyi sangat tenang. Tidak ada ejekan, cibiran dan lainnya, aku dan Stella hanya diam sambil mengangkat bahu. Entah apa yang telah terjadi. Semua mata kuliah sudah berakhir, berjalan lancar tidak seperti biasanya.
Terasa sedikit aneh dengan sikap mereka semua. Tapi, baguslah setidaknya aku bisa mengikuti pelajaran dengan tenang dan nyaman. Sebelum kami benar-benar pulang, Pak Gun mengatakan pada kami semua bahwa pengumuman final akan di umumkan minggu depan, karena kampus kami sangat besar maka beberapa mahasiswa/i dari kampus lainnya akan berada di sini. Pengumuman itu bukan hanya dari kampus kami. Tapi, juga dari kampus lainnya, mereka yang juga ikut berpartisipasi akan berdatangan ke kampus kami minggu depan. Tampaknya, kampus kami akan menjadi tuan rumah dalam rangka pengumuman beasiswa ke Jepang nantinya.
Sekilas, Pak Gun terlihat memperhatikan ku. Dari tatapannya, begitu jelas kalau beliau memiliki banyak pertanyaan atas diriku, kali ini kesalahan apa lagi yang aku perbuat. Melihat ekspresi Pak Gun, aku semakin bertekad untuk bisa memenangkan beasiswa itu. Rasanya aku ingin segera pergi dari tempat ini.
Sebelumnya, bukan hanya peraturan. Tapi, Tari juga pernah mengatakan kalau dalam setiap kampus hanya ada satu sampai 5 orang yang akan terpilih. Menurutku 5 orang itu, pasti memeiliki alasan tertentu.
Sudahlah, apa pun itu aku hanya ingin segera pergi dari sini. Tempat ini terasa semakin menyebalkan bagiku, baik dari kampusnya, mahasiswa/i nya dan juga para Dosen sekalipun.
"Kira-kira siapa ya, Sin yang akan terpilih?" tanya Stella penasaran.
"Pasti aku." Gumamku pelan dan yakin. Karena, aku sudah muak berada di sini, bisakah mereka menghentikan sikap mereka itu. Saat aku ingin menjadi pintar, mereka menghinaku. Dan, saat aku bodoh. Aku di perlakuan layaknya orang yang tidak bisa apa-apa.
Bahkan, sikap mereka saat ini saja itu menimbulkan tanda tanya bagiku. Apa pun itu, aku hanya ingin pergi dari tempat ini. "Sin, jangan dipikirkan ya, yang tadi. Nggak bakalan ada gunanya buat kamu," tutur Stella mencoba menghiburku.
"Aku hanya kesal Stell, kenapa saat aku ingin berubah mereka malah ingin menjatuhkanku, dan di saat aku bertahan mereka semakin berusaha menjatuhkanku bahkan ingin menenggelamkanku," lirihku dengan wajah yang aku tundukkan.
Stella hanya diam, dia menepuk lelah pundakku dan kembali menenangkan diriku. Kelihatannya, apa pun yang aku lakukan itu tetap salah di mata mereka, lalu kapan aku akan terlihat benar di mata mereka.
Semua perkataan, sikap dan perlakuan. Aku membenci semua itu. Tidak bisakah kalian fokus saja pada kesibukan kalian masing-masing. Segitu mengganggukah aku di mata kalian, sampai semua apa yang aku lakukan itu tidak pernah luput dari perhatian kalian semua.
Dunia tidak pernah menjanjikan kebahagiaan untukmu, melainkan kamu sendirilah yang memiliki ekspektasi itu.
Jika kamu tidak sanggup berlari, maka berjalanlah. Jika tidak sanggup berjalan maka merangkaklah, lalu apakah kamu akan benar-benar melakukannya?
Jangan pernah mendengar semua kritikan mereka tentang dirimu, teruslah jalan ke depan. Karena mereka tidak pernah berarti bagi dirimu, bukan?
"Dari pada kamu jadi murung seperti ini, mending kita makan-makan, gimana?" bujuk Stella pada sahabatnya itu, agar Sinta tidak memikirkan semua sikap mereka padanya. Namun, Sinta hanya mengangguk dan mulai tersenyum kembali, Stella yang kembali melihat senyuman sahabatnya itu langsung bahagia dan tersenyum bersama.
"Sinta, dunia itu tidak sebaik apa yang kita pikiran dulu. Waktu kecil, kita berpikir kalau dunia itu sangat indah. Sekarang, kita sudah mengerti inilah dunia yang sering membuat kedua orang tua kita memijat kepalanya." jelas Stella sambil menatap langit biru di sore hari.
Perubahan yang terjadi di kampus saat ini, itu terjadi begitu saja. Bahkan sampai sekarang pun tidak ada yang tahu apa penyebabnya. Ada yang mengatakan, kalau itu terjadi karena kepintaran Tari sudah bisa di bilang kalah dari Sinta. Karena sebelumnya mereka hanya bergantung pada Tari. Namun, saat Sinta bisa memacu kepintaran gadis itu. Beberapa anak kelas lainnya jadi enggan untuk berbicara pada Sinta. Ada yang malu, atau ada juga yang kesal dengan gadis itu.
Selama ini mereka sangat asik mengganggu Sinta, mengatakan banyak hal tentang dirinya. Sekarang, mereka hanya bisa diam dan menutup mulut mereka serapat mungkin. Begitu juga dengan kating dan para Dosen lainnya. Malu dengan sikap mereka selama ini pada Sinta, mereka lebih memilih mengabaikan dari pada di bilang kalau sekarang dia tidak sebodoh seperti apa yang sering mereka katakan pada Sinta.
Yes beasiswa itu membuat perubahan yang drastis di kampus A+ ini. Semua berjalan sesuai rencana Stella, dan berakhir mengerikan bagi yang lainnya. Stella merasa puas dengan apa yang telah terjadi saat ini, akhirnya sahabatnya itu bisa merasa aman dan tenang. Walaupun dia masih sering ngedumel, pada dirinya.
Walaupun nanti, dia harus berpisah sama sahabatnya itu. Terkadang itulah kehidupan, setiap pertemuan akan berakhir dengan perpisahan. Tidak masalah, baginya impian Sinta adalah segalanya. Dan kebahagiaan sahabatnya itu yang paling penting, karena suatu saat nanti mereka akan kembali bersama lagi.
"Sinta, jika suatu saat kita berpisah berjanjilah kamu akan terus mencari cara agar kita bisa bersama lagi," seru Stella pada sahabatnya.
Sinta terdiam, lalu tersenyum. "Apa pun itu. Aku akan mencari jalan agar kita bisa kembali bersama lahi Stell, karena aku akan terus menjdi sahabat kamu sampai kapanpun." Stell berlari kecil sambil menatap ke arah langit.
Persahabatan itu akan terus ada, selama kita masih di bawah langit yang sama. "Ingat, jangan mau kalah lagi. Kamu harus bangkit dan raih impianmu, karena aku nantinya nggak bakalan bisa ngelindungin kamu," seru Stella yang di angguki oleh Sinta.
Jangan terlalu meninggi, karena akhirnya kamu akan jatuh ke kubangan. Ingat! Dan, teruslah berusaha sampai mimpi itu berhasil kamu genggam dan menjadi milikmu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Di Penghujung Musim (TAMAT)
RomanceSeperti bunga sakura, cinta akan indah pada musimnya. Sayangnya, itu hanya bertahan untuk beberapa bulan saja. Setelah itu, musim berikutnya akan mengambil keindahannya. Ya, musim gugur, bunga yang cantik akan gugur secara perlahan dan hanya akan me...