9. Pengumuman

3 1 0
                                    

"Saat kamu bersungguh-sungguh maka kamu pasti bisa melakukannya."

Inilah saatnya, pengumuman itu akan segera dibacakan. Ada sekitar seratus lima puluh orang yang ikut serta dalam tes beasiswa ini. Mereka semua berasal dari kota dan kampus yang berbeda.

Sementara dari kampus ku, hanya ada tiga orang. Yaitu aku, Stella dan Tari. Dalam tes kali ini setiap kampus hanya akan melepas satu orang saja untuk melanjutkan studynya ke negeri tirai bambu itu.

Setelah menunggu sekitar tiga puluh menit. Pak Gun, segera meminta kami untuk berkumpul di aula. Semua orang yang hadir bergegas pergi ke aula, ada yang berlari kecil tak sabaran ada juga yang hanya berjalan santai.

Hanya aku dan Stella yang masih tetap mengunyah makanan milik kami, sambil menuju ke aula. Setelah semuanya berada di sana, baik Dosen bahkan beberapa Dosen lainnya yang sengaja datang berasama murid mereka.

Tidak terlalu banyak basa-basi, karena yang bertugas untuk memberikan pengumuman itu adalah Pak Kar, beliau hanya menyapa dan mengucapkan selamat datang. Setelah itu Pak Kar langsung mengumumkan siapa saja yang akan pergi ke negri tirai bambu itu.

Urutan pertama telah di bacakan, yaitu salah satu mahasiswa yang berasal dari kampus Permata di daerah Jogja. Sorak sorai mengiasi aula, ternyata mereka membawa lima orang dari kampus yang sama. Urutan ke dua jatuh pada mahasiswa yang berasal dari kota Bandung tepatnya dari kampus Wijaya. Lagi, ucapan selamat dan sorak sorai juga kembali terdengat.

Aku dan Stella juga bahagia, dan mengucapkan selamat pada mereka. Karen kebetulan posisi kami berdekatan, jadi kami memutuskan untuk bertepuk tangan atas keberhasilannya.

"Stella jeruk, mereka hebat ya?" ucapku tersenyum.

"Mereka memang layak mendapatkan itu, karena itu hasil dari kerja keras mereka," balas Stella tanpa melihatku.

"Perbandingan aku untuk lolos itu nol persen deh Stell," gumamku yang di dengar sangat baik oleh Stella.

"Jangan pesimis dulu Sinta, usaha kamu dan hasil tes kamu beberapa hari ini itu bagus banget. Bahkan kamu sama Tari aja itu hanya berselisih satu poin," balas Stella menyemangatiku.

"Baiklah, mungkin akunya aja terlalu overthinking," balasku yang masih tidak begitu yakin.

Jika dilihat kembali, semua yang ada di aula ini itu adalah para juara. Mereka yang terbaik di kampusnya dan sudah pasti mendapatkan dukungan dari semua pihak. Aku yang hanya peringkat terakhir ini, malah berlagak ingin bersaing dengan anak juara. Mimpi apa sih aku sampai senekat itu. Tapi, ini adalah impianku, mimpi yang harus aku kejar. Belajar di negeri tirai bambu adalah impian semua orang, termasuk aku. Jadi tidak ada salahnya 'kan kalau aku juga ikut berpartisipasi.

Di urutan ke tiga, "SINTA SABRINA" sekali lagi "SINTA SABRINA" dari kampus A+ dan itu adalah kampus kita. Aku termangu, terdiam tidak percaya. Mustahil, apa itu beneran namaku? Aku bertanya-tanya dalam hati. "SINTA, kamu menang," tukas Stella memelukku erat, dengan tatapan berkaca-kacanya itu dia memelukku dan mengucapkan selamat padaku berkali-kali.

Aku masih diam dalam pelukan Stella, berusaha mencerna nama yang baru saja di sebutkan oleh Pak Kar tadi. "Sinta, selamat atas kemenangan dan kerja kerasmu," ucap Pak Kar tiba-tiba.

Sedikit anonim saya, Sinta adalah murid yang tidak terlalu pintar di kampus kami. Dia juga tidak memiliki peran apapun di kampus ini, sering mendapatkan ejekan dari teman, kating dan bahkan Dosennya sendiri. Saya pribadi sangat keberatan dengan hal yang terjadi pada Sinta, seharusnya mereka tidak melakukan itu pada teman, adik bahkan anak murid mereka sendiri.

Dengan keberhasilan Sinta ini, dia telah menunjukkan pada semua orang kalau apa yang mereka katakan itu hanya omong kosong belakang. Dan buat kalian semua, jangan sekali-kali meremehkan orang lain. Sampai di sini, apa kalian paham!

Stella bertepuk tangan saat mendengar kalimat yang di sampaikan oleh Pak Kar, perlahan semua orang yang ada di sana juga bertepuk tangan dan melihat ke arahku dengan senyuman hangat.

Benar, itu adalah namaku, aku berhasil. Aku berhasil mengejar impianku. Sekarang akulah yang memeluk Stella dengan erat, mengucapkan terima kasih berkali-kali padanya. Karena dialah aku bisa mengejar impianku sekarang.

Aku senang sekaligus terharu, aku nggak nyangka kalau aku bisa, di saat yang seperti ini. Hanya Stella dan Pak Kar yang mengucapkan selamat padaku, sementara yang lainnya. Mereka terlihat kesal, terutama Tari. Gadis itu menatapku lekat dengan tatapan amarahnya, terlihat kalau dia sangat membenciku.

Belum lagi beberapa temannya, mereka protes dengan hasil yang di bacakan oleh Pak Kar. Mereka meminta tes ulang agar kali ini Tarilah yang akan lolos.

Namun, Pak Kar menolak dengan tegas. Agar ini terlihat adil, Pak Kar sengaja memberikan aku beberapa pertanyaan sulit, dan memintaku untuk maju ke depan. Dengan berani aku melangkah dan maju, saat aku berada di samping Pak Kar.

Beliau memberikan ku microfon dan memintaku untuk menjawab pertanyaannya itu dengan benar. Tanpa gugup sedikitpun, aku melihat lurus ke depan. Menatap mereka satu persatu, kemudia menatap Stella dengan senyuman hangat. Aku tidak akan pernah kalah lagi.

Dengan yakin, aku menjawab pertanyaan dari Pak Kar dan menjelaskan dengan benar. Tak ada rasa gentar, hanya ada perasaan percaya diri.

Selesai, aku berhasil menyelesaikan pertanyaan dari beliau. Kini tiba giliran Tari, dia juga menjawab pertanyaan Pak Kar dengn baik. Namun, mendapatkan tanggapan yang berbeda dari beberapa mahasiswa/i yang berasal dari kampus lain itu.

Ada yang mengatakan, kalau apa yang di ucapkan oleh Tari. Terdengar seperti kalimat salinan atau seperti kita sedang membaca sebuah buku. Tidak ada perbedaan sama sekali, berbeda denganku. Mereka mengatakan kalimat yang aku ucapkan terdengar sangat natural. Tidak kaku dan mudah di mengerti.

Finish, mereka tidak bisa memungkiri kalau akulah pemenangnya. Tari mendengus kesal dan pergi meninggalkan aula. Yang juga di ikuti oleh beberapa temannya, kaget dan sama sekali sebuah kejutan untuk kejadian ini.

Nama Sinta menjadi buah bibir di kalangan mahasiswa/i di kampus A+ ini, terutama di kalangan para Dosen. Setiap kali mereka melihatnya, mereka hanya diam tanpa mengucapkan sepatah kalimatpun. Antara mereka malu, atau malah semakin membenciku. Tepatnya jangan pedulikan dengan omongan mereka, semua perkataan itu hanya akan membuatmu kalah dan mundur. Itu karena mereka iri dengan kemampuan yang kamu miliki.

Bukan tentang siapa yang menang. Tapi, tentang siapa yang bertahan lebih lama. Karena waktu tidak akan pernah menunggumu yang bermalas-malasan, cobalah untuk bangkit dan melangkah lagi.

Cinta Di Penghujung Musim (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang