BAB XXI

11.1K 652 64
                                    

Disisi lain Rony mendudukkan dirinya dikasur, ia melepas sepatu dan menaruhnya asal.

"Argggghh" Rony mengacak rambutnya asal. Ia benar-benar kecewa dengan dirinya sendiri, bagaimana bisa dia melukai istrinya? Pertanyaan itu yang terus berputar dikepala Rony.

"Sal, gue sayang banget sama lo Sal, gue cuma ga suka liat lo sama cowo lain kaya tadi. Itu nyakitin hati gue Sal." ucap Rony frustasi, kini pipinya sudah dipenuhi dengan airmata. Sedari tadi ia menahan tangis setelah dengan tidak sengaja menjatuhkan pukulannya kemuka Salma. Ia benar-benar mengutuk perbuatannya sendiri, ia sudah melukai Salma.

Rony beranjak dari duduknya, ia menuju meja rias yang berada didekat tempat tidurnya. Perlahan kakinya ia langkahkan, begitu sampai didepan meja rias ia meletakkan kedua genggaman tangannya diatas meja seperti posisi tangan orang yang hendak push up. Ia memandangi wajahnya lama lewat cermin, ia memandangi dirinya sendiri dengan pikiran yang kacau. Ia marah dengan dirinya sendiri.

"Lo bodoh Ron, lo udah nyakitin istri lo sendiri. Udah berapa kali lo nyakitin Salma? Mau sampe kapan lo terus nyakitin Salma? Apa lo pantes jadi suami Salma? Gue rasa lo ga pantes Ron. Lo harusnya enyah dari hadapan Salma Ron." Rony menggertakkan giginya sambil menatap nyalang dirinya sendiri di cermin.

Pyarrr

Rony memukulkan tangannya kearah cermin yang menyebabkan cermin itu pecah secara keseluruhan. Airmatanya terus menetes beriringan dengan itu, tidak lupa bayangan kejadian tadi terus berputar dikepala Rony. Rony mengambil pecahan cermin itu dengan tangan kanannya, perlahan ia remas pecahan kaca itu.

"Sshhh." rintih Rony yang merasakan benda tajam itu sudah menembus bagian luar kulitnya. Tak berselang lama muncul cairan berwarna merah dari genggaman Rony. Ya. Itu adalah darah yang berasal dari luka telapak tangan Rony.

"Lo pantes ngerasain ini Ron, ini kan tangan yang lo gunain buat mukul Salma?" gumam Rony sambil menatap tangan kanannya yang sudah berlumuran darah.

"Nih biar lebih dalem lagi lukanya." gumam Rony sembari terus menatap tetesan darah itu, tidak lupa air matanya yang tidak berhenti mengalir.

Ceklek

"KAK RONY!" teriak Salma dari arah pintu. Sebelumnya Salma mendengar suara pecahan kaca yang berasal dari kamar mereka berdua, reflek Salma segera melangkahkan kakinya menuju sumber suara. Dan benar saja, begitu Salma masuk kekamar ia langsung melihat penampakan cermin yang sudah hancur berkeping-keping. Tidak lupa Rony didepannya dengan posisi memunggungi Salma.

"Kak apa yang kamu lakuin?!" bentak Salma. Setelah mendengar itu Rony langsung menjatuhkan cermin digenggamannya dan berbalik badan menghadap Salma.

"Sal jangan deket-deket disini, banyak serpihan kaca." ucap Rony sembari menarik tangan Salma dan mendudukkannya disofa kamar.

"Kamu apa-apaan sih kak?! Ngapain kaya gini?!" bentak Salma yang sangat khawatir dengan keadaan Rony.

"Sal, pipi kamu masih sakit?" tanya Rony tanpa menjawab sedikitpun pertanyaan Rony. Tangannya mengelus pipi Salma yang masih menyisakan lebam biru disana. Tentu saja kini pipi Salma sudah berbalut darah yang berasal dari tangan Rony.

"Kak kenapa balik tanya? Aku tanya kenapa kamu begini?" ucap Salma yang mulai melembut. Lagi-lagi Rony tidak menjawab pertanyaan Salma, ia justru mengecup lebam Salma selama beberapa detik.

"Sakit ya sayang?" tanya Rony lembut dan mengelusnya pelan, nafasnya tercekat karena saat ini ia sedang berupaya untuk menahan tangisnya.

"Maafin aku sayang, aku ga ada niat sedikitpun buat nyakitin kamu." lanjut Rony.

SERALIANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang