Saat ingin keluar kamar, mata nya menangkap benda yang familiar di ingatan nya. "Bintang laut.." ucap nya pelan mengambil boneka yang terletak disudut kamar
Ia ingat jelas jika Dava sangat lah menyayangi boneka nya ini, ia bercerita bahwa tanpa adanya boneka bintang laut nya ia akan susah tertidur.
"Gw masih ingat nama yang dikasih Dava sama lo" tunjuk nya pada boneka yang ukuran nya tak terlalu kecil juga tak terlalu besar itu
"Tala.." sambung nya menatap dalam binatang laut yang ada ditangan nya
Eza mengamati kamar Dava kembali, memang benar warna cat tembok disini adalah biru tua. "Kenapa warna Tala nggak biru?" heran nya bertanya tanya
Boneka kesayangan Dava itu bukan berwarna biru melainkan warna pink. "Tala, lama lama lo sama kayak Patrick Star!" ucap nya mengingat salah satu kartun di film Spongebob
"Apa perlu gw cariin boneka Spongebob sekalian buat jadi temen lo?" monolognya berpikir
"Nggak, nanti Dava malah marah lagi sama gw" geleng nya tak jadi membelikan teman untuk Tala
"Tala sekarang ikut gw, Dava udah nggak ada, gw istrinya jadi sekarang lo juga milik gw!" ucap nya berbicara dengan boneka
"Eh nggak! maksud gw, gw yang sekarang rawat lo" ucap nya membenahkan, ia tak mau barang kesayangan Dava harus berbagi dengan nya
Akhirnya ia keluar dari apartemen Dava, kali ini ia tak naik taxi lagi namun supir pribadi daddy nya yang akan mengantar nya pulang, siapa lagi yang menyuruh nya kalo bukan Nio.
Disepanjang perjalanan mereka hanya terdiam tanpa pembicaraan apa pun membuat pak Maman gugup dan canggung dengan anak majikannya itu.
"Itu non Alenza bawa apa?" tanya nya memberanikan diri memulai pembicaraan
"Boneka bintang laut" jawab nya datar membuat Maman menelan salivanya kesusahan
Akhirnya tidak ada lagi percakapan antara mereka, Eza hanya menampilkan wajah datar, sementara Maman hanya menatap takut kepada nya.
Sampai di rumah ia tak melihat keluarga, biasanya mereka berkumpul di ruang keluarga tapi tumben sekali malam ini sepi.
Eza yang tak peduli pun terus melangkahkan kakinya menuju kamar nya, ia masuk kedalam dengan gerakan pelan.
Mata nya mengarah pada meja yang ada didalam kamar nya, ia melihat buku diary yang tergeletak diatas nya.
Eza duduk di kursi lalu menggambil buku itu, dengan segera ia membuka nya lalu tangan nya mengambil satu pulpen untuk nya menulis.
Ia akan melanjutkan membuat buku diary nya, kali ini Eza akan mencurahkan seluruh isi hatinya didalam kertas putih itu.
Larut malam ia geluti demi menyelesaikan tulisannya, angin malam menusuk kulit nya karena jendela belum ia tutup.
Eza menatap nanar mengarah keluar jendela, setelah tulisan nya selesai, ia berdiri untuk menutup jendela kamar nya.
Tidak ada rumah pohon tak aja juga pantai, itu semua hanya ada di Belanda bukan di rumah Nio yang ada disini.
Eza berjalan menuju ranjang untuk mengistirahatkan badan nya yang lelah, pandangan nya mengarah pada Tala yang ia taruh di sofa.
Ia mulai meringsut dari ranjang mendekati Tala, Eza membawanya bersama menuju ranjang, ia memutuskan untuk tidur sambil memeluk boneka kesayangan Dava itu.
Tak bisa dipungkiri, aroma wangi mint yang melekat pada Tala membuat nya nyaman ketika menghirup nya.
Anggaplah ia bukan tidur dengan Tala melainkan Dava suaminya yang sedang ia peluk dengan erat.
Beberapa menit kemudian ia tertidur pulas, bahkan suara ketukan pintu tak mampu membuatnya terbangun.
Dari luar kamar ada Karel dan Kara yang sedang menunggu dibukakan pintu, namun sang empu tak kunjung membukakan nya.
"Udah tidur paling, dipanggil nggak nyahut kok" ucap Karel lelah berdiri terus menerus
"Yaudah kalo gitu kita balik ke kamar" ujar Kara meninggal kan Karel terlebih dahulu
"Kok horor ya" gumam nya memegang leher belakang nya yang merasakan merinding
"Ih jangan jangan Dava datang lagi mau nemenin Ive tidur!" cicit nya langsung berlari menuju kamar nya secepat kilat
Sementara Nio melihat Karel berlari kencang menatap nya heran. "Kenapa tuh bocah?" bingung nya menggaruk alis nya yang gatal
Gasya yang berada disampingnya pun mengangkat kedua bahu nya bodo amat. "Takut kali sendirian" sahut nya membuat Nio mengangguk membenarkan ucapan Argasya
"Karel kan emang penakut" cecer Nio menanggapi
"Yaudah lah, kamu istirahat sana" sambung nya langsung mendapat pergerakan dari Gasya
"Lah nggak mau pamit sama gw dulu?" ucap nya tercengang sambil menunjuk dirinya sendiri
"Dasar anak tembok!" kesal nya berjalan ke kamarnya sendiri
"Eh emang tembok bisa ngelahirin anak" geleng nya tak habis pikir
Siang hari nya Ve terbangun dari tidur nyenyak nya, entah mengapa ia sangat nyaman seakan tak ingin terbangun saja.
Mengapa juga keluarga nya tak membangunkan nya, ia pun heran, Ive pergi menuju ruang keluarga setelah melaksanakan mandi.
"Kenapa nggak bangunin gw?" tanya nya ketika melihat semua keluarga berkumpul
"Kuping lo budek! dipanggil nggak ada sahutan!" kesal Karel menatap tajam Ve
"Nggak denger gw" jawab nya santai sambil duduk bersama mereka
"Emang asli budek berarti!" sarkas Areksa ikut kesal, suaranya serak karena terus memanggil Ve dengan kerasnya
"Nanti sore kita keluar" ucap Nio mendapat tatapan bingung dari anak anaknya
"Kemana?" tanya Gasya mengangkat alisnya satu
"Ketemu sama sahabat lama daddy" jawab Nio tersenyum tipis
"Dimana?" sambung Ive bertanya menampilkan wajah datar
Mereka menghembuskan nafasnya pelan, tatapan nya biasanya memancarkan kebahagiaan dan senyum manis nya seakan lenyap setelah kematian kedua orang yang ia cintai.
Sekarang hanya ada tatapan tajam menghunus siapa saja, dan wajah datar ditambah sifat nya yang dingin kepada semua orang termasuk keluarga nya sendiri.
"Janjian nya di restoran" ucap Nio menjawab, ia sangat kasihan dengan nasib anak kandung nya ini
"Kalian bisa semua kan?" sambung nya menatap harap
Mereka hanya menganggukkan kepala nya sekali. "Gw nggak bisa" ujar Ve membuat mereka mengerutkan keningnya bingung
"Kenapa?" tanya Kara menatap heran
"Nggak apa apa, males doang" jawab nya jujur membalas tatapan Kara malas
"Tapi pertemuan ini penting, daddy ingin memperkenalkan kalian semua kepada nya" sahut Nio memberikan tatapan mohon
"Keuntungan nya buat gw apa?" cecar nya tak peduli
"Nggak apa apa lah Ve, lagian nanti lo di rumah sendirian mau nggak ada temen nya?, anggap aja jalan jalan" ujar Karel dibenarkan yang lain
Karena tak tega dengan tatapan Nio yang memohon kepadanya dengan wajah melas, akhirnya ia mengangguk setuju.
Sebenarnya Ve sangat lah malas keluar hari ini, jika tidak karena paksaan mereka mana mungkin ia mau.

KAMU SEDANG MEMBACA
ALENZA [END]
Teen Fiction"Aku kira hari-hariku akan terasa bahagia setelah aku menyelesaikannya. Namun, untuk tersenyum saja rasanya sangat berat untuk ku lakukan. Air mata terus menerus menghujani pipi ku. Tangan ku enggan menghapusnya. Biarkan lah setiap tetesannya menjad...