21

10.1K 393 2
                                    

Tandai typo
_________________



''Uncle!'' panggil Kia nyaring membuat Vano yang hendak keluar mansion menjatuhkan ember dari tangannya.

Vano mendongak menatap kesal Kia yang berada di ujung tangga.

''Uncle mau kemana!?''

Vano memutar bola matanya malas melihat Kia yang berjalan cepat menuruni tangga, ''Hati-hati, Dek! Nanti jatuh Uncle juga yang kena!'' peringat Vano merasa ngeri melihat Kia yang berjalan cepat menuruni tangga hingga kini Kia berada di hadapannya.

''Uncle mau mancing ya?'' antusias Kia kala melihat  Vano yang membawa ember dan alat pancingnya.

''Iya, Uncle mau mancing.'' jawabnya lalu membalikkan badan hendak keluar mansion.

''Kia ikut!''

''No!'' jawab Vano tegas.

''Kia mau ikut?'' kekeuh Kia.

''Tidak akan ku biarkan!'' jawab Vano.

''Kia mau ikuuuut!'' teriak Kia nyaring membuat kedua telinga Vano berdengung.

''Kia nggak boleh ikut. Kia di rumah aja, ya?'' bujuk Vano mengusap rambut Kia yang hanya setinggi bawah dadanya. Sebenarnya ia hanya tak ingin di repotkan Kia, karena ia berpikir Kia akan bosan di sana dan akan memaksanya pulang.

Ia menggigit bibir bawahnya kuat kala melihat Kia melengkungkan bibir hingga ...

''HUAAAA UNCLE VANO JAHAAAT!'' tangis Kia pecah lalu ia menjatuhkan diri di atas lantai dan menghentak-hentakkan kakinya kesal.

''VANOOOOO! KAU APAKAN CUCU KU!'' teriakan Maria menggema di penjuru mansion.

Dugh!

Yola terbentur meja saat hendak bangkit, awalnya ia yang sedang mengambil pisau di bawah meja menjadi terbentur.

Ia berlari keluar dapur menuju ruang depan. Ia menatap heran Vano dan Maria. ''Ada apa?'' gumamnya bingung melihat Vano yang memgaduh kesakitan kala Maria memukul bokongnya menggunakan sendal swalow dan Kia yang duduk di atas lantai menonton Vano yang berlari menghindari kejaran Maria yang memegang sendal.

''Ekhem!'' dehem Yola membuat ketiganya menatap ke arahnya.

''Ada apa?'' tanyanya.

Maria mengheka napas lelah, ''Adik mu ini bikin putri mu menangis karena tidak ngizinin ikut mancing.'' jawab Maria menatap sinis Vano yang memonyongkan bibir.

''Yaudah ayo ikut!'' pungkas Vano menarik Kia untuk bangkit.

''Berbicaralah sedikit lembut, kamu ini kasar sekali!'' peringat Maria mencubit pinggang putra bungsunya itu.

Vano mendengus seraya mengusap pingganya yang terasa nyeri akibat cubitan maut dari sang Mami.

''Kia sayang ayuk kita pergi memancing,'' ajak Vano lembut dengan tersenyum paksa seraya melirik sang Mami yang tersenyum puas.

***

''Loh? Om Epin ikut juga?'' heran Kia kala melihat Efin baru tiba dengan alat pancingnya kemudian duduk di samping Vano yang sedang fokus menggulung tali pancingnya.

Efin berdecak kesal kala mendengar panggilan Kia untuknya.

''Berhenti panggil gue Om!'' kesal Efin melempar umpannya ke kolam.

Kia menatap aneh Efin, posisinya saat ini Vano berada di tengah antar Kia dan Efin.

Efin memutar bola matanya malas, ''Berasa Om pedo gue lu panggil gitu. Panggil gue abang! You know?''

Plak!

Vano menggeplak belakang kepala Efin, ''Apa-apaan itu! Lo lebih pantas di panggil Om dari pada abang!'' sinis Vano lu melempar umoannya ke danau.

Efin mengusap belakang kepala nya lalu menatap sengit Vano yang sedang santai.

''Tai lo!'' kesalnya seraya meninju lengan Vano membuat sang empu mengaduh.

''Jangan ngomong kasar, disini ada anak kecil.'' peringat Vano melirik Kia yang sedang asik bermain rubik milik Vano.

Efin mendengus, ''Ya habisnya lo luan yang cari gara-gara sama gue! Sengaja abis jadwal operasi gue merefresingkan otak dengan memancing malah di buat emosi sama curut modelan lo!''

Vano menatap sengit Efin lalu mendekatkan kepalanya pada Efin, ''Bangsat sekali anda, semoga Bapa memberkati mu!'' bisiknya di telinga Efin yang menatap kesal Vano.

Efin tersenyum miring, ''Maaf, Bapa tidak akan pernah memberkati saya. Karena ... Saya hamba Allah.''



o0o

Kia's Daily Life (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang