🦋32

15.6K 1K 36
                                    

Berinteraksi langsung dengan Penulisnya di Instagram yuk, karna DM Wattpad jarang terbaca, mending langsung ke Instagram saja
@widyaarrahma20_































Menepati ucapannya pagi ini Raidan dan Hilya sudah berada di supermarket untuk membeli keperluan rumah

Hilya pertama mengambil persabunan, tak lupa dia mengecek produksinya dia sangat menentang produk pro israel jadi dia mengeceknya dengan teliti

"Mas sabunnya ganti wangi ini yah, enak kayaknya"

"Boleh sayang"

Hilya menaruh 2 pouch sabun cair ke troli lalu mengambil pasta gigi, sikat gigi, shampo dan lain lain

Berpindah ke lorong kesukaan Hilya yaitu lorong Snack

Hilya mengambil banyak jajanan kesukaannya dari yang manis asin pedas tanpa dilarang oleh Raidan

Raidan justru tersenyum menatap sang istri yang seperti anak kecil mengambil jajanan dengan antusias itu padahal masa kecil istrinya bukan masa kecil yang menyedihkan

"Mas mau jajan gak ?"

"Mas makan apa yang sayang ambil"

"Mas mau mie gak ?"

"Harus dong, mie goreng rendang itu harus"

"Hahahaha kok sama sih"

Hilya mengambil jenis Mie yang kebetulan berbungkus ungu itu ketroli yang ternyata adalah mie kesukaan suaminya

Selesai dengan semuanya, Hilya juga sudah mengambil aneka tepung, beras, ayam, daging dan ikan kini waktunya Raidan yang maju untuk membayar

Tak butuh waktu lama semua barang belanjaan sudah masuk kardus dan sudah siap dibawa ke mobil

"Mau kemana lagi sayang ?"

"Pulang aja mas, pengin ganti yang dibawah gak enak banget"

"Gak bawa cadangan ?"

"Enggak, mau buka yang baru sayang mas yg dirumah juga masih ada"

"Ya sudah, pulang sekarang yah"

Raidan menaruh barangnya di bagasi lalu menutupnya dan masuk keruang kemudi

Raidan menjalankan mobilnya keluar dari parkiran supermarket menuju batalyon

"Emmm mas mau tanya boleh ?"

"Boleh, mau tanya apa ?"

"Anak kita dikubur dimana ?"

Raidan tersenyum sejenak, mengusap kepala istrinya menariknya agar bersandar di bahunya

"Anak kita dibawa umik agar dimakamkan di Pesantren, yang makamin Abi"

"Pasti pada sedih yah mas gara gara -"

"Sudah toh sayang, sudah berlalu sayang"

Hilya mengangguk menempelkan pipinya di pundak suaminya

"Namanya bagus yah mas, Miftahul Jannah, kalau lakilaki dipanggil Miftah kalau perempuan dipanggil Jannah"

"Iya itu nama yang baba spontan ucapkan saat Mas minta dinamain karna mas udah gak punya fikiran soal nama waktu itu"

"Baba emang gak pernah salah kalau namai yah mas, semua maknanya sangat mendalam"

"Iya, menurut mas Baba itu paling dewasa diantara semua anak Jid padahal Baba anak ke 2 sayang"

"Mas tau gak kenapa aku pakainya nama Hilya Tsabita kemana mana gak pernah ditambahin Arrosyid yang jelas jelas marga aku"

"Nama dari Baba ?"

"Emmmm enggak juga sih Hilya itu nama dari Bunda kalau Tsabita nama dari Kakek, aku kurang suka ada embel embel lain ya bukan menghilangkan yah mas cuma aku kurang suka saat orang orang tau aku cucu Arrosyid terus pada berbeda sikap mas, aku gak dibesarkan di Arrosyid, panggilan Ning itu bukan panggilan yang harus ada menurut aku buat aku"

"Iya sayang, mas juga walaupun 1 kota sama Pesantren mas juga kan jarang kesana, walaupun naik sepeda kesana mas bisa karna deket. Malah mas kurang suka jika orang luar Pesantren manggil mas itu Gus, ya kalau di Pesantren dipanggil Gus gak masalah tapi kalau diluar mas itu bukan Gus. Mendapat gelar Gus itu gak semudah itu dilaksanakan, sama seperti ning, kita harus menjaga sikap, menjaga ucapan, bukan semata mata karna diri kita tapi karna Pesantren sayang"

"Ibu ibu kompi juga pada gak tau mas kalau kita cucu kyai, kemarin mereka tanya kita kenal dimana mas Hilya bilang kalau Hilya sama mas sepupu mereka pada kaget"

Raidan terkekeh sebentar

"Jangankan ibu ibu yang, seletting mas aja kaget pas tau kita sepupu dan lebih kaget pas tau mas itu Gus saat mau nikahan, mereka taunya ya nyewa gedung Pesantren dan baru tau mas itu Gus pas sampe di Pesantren kan karangan bunga gak sedikit yang menuliskan Gus Raidan"

"Hilya dirumah sakit juga gak pernah sih bawa bawa nama Ning, karna ya apa yah Rumah sakit kan sangkut pautnya pekerjaan yah mas, kalau Hilya bawa bawa Ning merekanya canggung sama Hilya"

"Ya cukup menjadi pembatas saja sayang, kaya pembatas perilaku kita, Arrosyid memang gak akan pernah hilang dari kita tapi kita juga gak perlu setiap saat mengatas namakan Arrosyid. Dirumah sakit seorang Dokter Hilya akan memeriksa pasien gak mungkin kan ditanya pasal kitab dulu, begitu pula mas didunia militer mau dari latar belakang apapun keluarga kita, kalau sudah bekerja ya kita Tentara bukan lagi Gus, atau anak dari Pejabat dan lain lain"

Hilya mengangguk lalu menatap suaminya intens

"Mas kan pernah mondok, mas bisa baca kitab dong ?"

"Alhamdulillah, kenapa memangnya yang ?"

"Pengin bisa, kaya Baba kaya Bunda kalau baca kitab pada layah layah banget, sementara aku gak dipesantrenin"

"Yang kamu itu anak perempuan baba satu satunya wajar Baba gak mau jauh toh gak perlu mondok mungkin menurut baba karna baba pun bisa mengajarimu. Baba lulusan terbaik sedangkan Bunda seorang pengajar di Pesantren"

"Iya sih cuma kadang pengin gitu mas ngeerasain pesantren kata baba ya udah ke Jid aja disana kan juga Pesantren, kadang kesel sih sama Baba"

HALLO DOK !Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang