Elnara baru saja tiba di rumahnya usai menghadiri sebuah wawancara di sebuah perusahaan periklanan, ketika melihat sebuah mobil terparkir di depan rumahnya.
"Mobil siapa?" ujarnya keheranan. Tumben sekali ada tamu yang datang di sore hari.
"Assalamualaikum," ujar Elnara ketika memasuki pintu rumah yang terbuka.
Senyumnya langsung mengembang di wajah tatkala netranya menemukan sesosok pria muda yang begitu dirindunya. Kedatangannya selalu ia nanti-nantikan karena sejak kepergiannya merantau ke ibukota, Elnara kesepian.
"Mas Farel, tumben belum akhir pekan udah pulang?" ujarnya seraya menghambur ke arah sang kakak lalu mencium tangannya dengan gembira.
Namun, senyum di wajahnya langsung menghilang ketika netranya menangkap sosok pria lain yang duduk di sebelah sang kakak. Seketika napasnya tercekat dan wajah Elnara memerah.
"Kamu masih inget sama Mas Haris, enggak?" tanya Farel ketika menyadarinya perubahan sikap Elnara yang langsung terdiam.
"Masih," jawab Elnara kemudian tertunduk. Ia beringsut hendak pergi, tetapi kedatangan umi bersama senampan minuman hangat dan sepiring camilan membuatnya tetap tinggal. Ia membantu umi menyajikan apa yang dibawanya itu.
"Ayo, silakan diminum." Umi berkata seraya duduk di sofa.
"El ke dalam dulu, ya, Umi." Elnara pamit, tetapi umi segera meraih tangan putri bungsunya itu.
"Mas Farel pulang karena menemani temannya ini. Ada urusan sama kamu katanya." Umi berkata seraya tersenyum.
Seketika Elnara menatap sang kakak seolah bertanya dengan bahasa isyarat ada apa. Namun, respons yang diberikan sang kakak hanya bergeser dan menepuk sofa di sebelahnya. Meminta Elnara untuk duduk di sana.
"Ada apa, Mas?" tanya Elnara yang tidak bisa menyembunyikan rasa penasarannya.
Farel menoleh kepada Haris. "Mau aku yang ngomong atau kamu menyampaikan sendiri?" tanyanya kepada rekannya itu.
"Assalamualaikum, El?" sapa Haris seraya tersenyum, tetapi arah pandangannya ke bawah. Masih sama seperti dulu, saat pertama kali Elnara mengenalnya. Beberapa tahun lalu.
"Wa'alaikumsalam, Mas." Elnara menjawab seraya sekilas menatap lawan bicaranya itu baru setelahnya ikut menundukkan pandangan.
"Maksud kedatangan saya hari ini, mau ngajak El untuk ta'aruf."
Dengan refleks Elnara mendongak dan menatap Haris yang masih menundukkan pandangannya. Lalu beralih menatap sang kakak yang hanya mengangguk seraya tersenyum mengiyakan.
Ini terlalu tiba-tiba untuk Elnara. Ia sama sekali tidak siap dan tidak pernah menduga sama sekali akan begini. Apalagi orang itu adalah Haris.
"Maksud Mas Haris, ta'aruf untuk ... Eh, maksud saya untuk, anu, untuk ...."
"Untuk menikah," sambung Haris dengan mantap.
Seketika Elnara menelan ludahnya sendiri. Ini bagaikan ketiban durian runtuh. Impian seribu tahun yang rasanya tidak mungkin tiba-tiba sudah bersedia digenggam oleh tangannya.
Pasalnya, Haris adalah orang yang ia kagumi sejak beberapa tahun lalu. Orang yang dulu menjadi gambaran ideal untuk dijadikan pasangan hidup oleh angan-angannya.
Namun, ternyata ketika semuanya sudah hadir di hadapannya, Elnara merasa semuanya menjadi terasa berbeda.
🏮🌟🏮
23 Maret 2024
Love,
Kei
KAMU SEDANG MEMBACA
Inevitable
RomanceElnara Faiza baru saja menyelesaikan kuliahnya ketika ada seorang pria yang datang melamar. Seorang pria yang sejak SMA ia kagumi secara diam-diam, teman baik kakaknya sendiri. Di antara ketidakpercayaan akan semuanya begitu mudah ia dapatkan, tiba...