🏮#9: Targetan Hidup🏮

12 3 0
                                    

"Jumpa kembali dengan sahabat siar sobat semua, masih bersama Al di sini yang akan menemani suasana sore sobat semua selama dua jam ke depan. Di sekitaran studio, cuaca di luar masih mendung-mendung syahdu. Semoga tidak menghalangi sobat semua untuk tetap bersemangat menjalani sisa hari."

Terdengar musik latar berbunyi sebagai jeda.

"Kalau sore-sore dengan kondisi cuaca begini, biasanya sobat ngapain aja, sih? Lagi bersiap-siap untuk pulang dari tempat kerja atau malah ada yang galau dan ngelamun di tepi jendela bus sambil berpikir panjang tentang impian-impian atau targetan-targetan yang telah dicapai selama ini?"

"Ngomongin soal impian, pas banget nih sama tema kita sore ini, yaitu targetan hidup. Apa sih targetan hidup sobat semua, apakah sudah tercapai atau masih terhalang kendala? Nah, untuk sobat yang mau berbagi cerita tentang perasaan yang pernah sobat rasakan dalam proses jungkir balik meraih impian sobat, kita tunggu partisipasinya di saluran telepon dan pesan WhatsApp HSG FM."

"Sebelum kita bacakan cerita-cerita dari sobat HSG semuanya, kita dengarkan dulu satu tembang yang luar biasa dalam liriknya kalau buat saya pribadi. Sebuah lagu renungan untuk kalian semua yang sekarang masih berusaha keras untuk meraih targetan-targetan hidup. Coboy Junior dengan hits-nya yang berjudul Terhebat."

Elnara menghentikan aktivitasnya ketika lagu itu diputar. Tangan yang sejak tadi bergerak mengatur mouse, kini hanya terdiam. Sementara telinganya asyik mendengarkan kata demi kata dari lirik lagu yang sedang memenuhi ruang dengarnya.

Acara Nuansa Sore kini tak pernah absen ia dengarkan. Selain karena penasaran dengan penyiarnya yang bernama Al, Elnara juga suka dengan konsep acaranya. Mengajak orang berbagi cerita dan dari cerita orang-orang itu bisa diambil banyak hikmah.

"Ciye, yang lagi galau, mikirin masa depan sama si ayang. Cocok ya sama temanya. Tentang targetan hidup untuk menikah." Fio yang memperhatikan gerak-gerik Elnara sejak tadi berusaha menggoda sahabatnya itu.

"Suka sama konsep acaranya." Elnara menanggapi dengan santai. Atensinya kembali ke layar laptop yang sedang ia pandangi sejak tadi dan teralihkan ketika lagu diputar.

"Suka sama konsep acaranya apa sama penyiarnya yang bawain acara?" goda Fio lagi entah maksudnya apa.

"Mas Al?" tanya Elnara bingung.

"Penggemarnya banyak dia, tuh." Fio meninggalkan laptopnya lalu memusatkan atensinya kepada Elnara.

"Tau dari mana kamu?" cibir Elnara tak percaya.

"Kan kami sempet kerja bareng waktu aku magang di Salim Media. Sebelum Mas Al dipindah ke sini sebulan yang lalu."

"Oh, pantes kamu kenal." Elnara mengerling. Teringat dengan utang penjelasan temannya itu ketika di kafetaria.

"Terus, kalau orang yang nyapa kamu di kafetaria itu siapa?" tanya Elnara yang masih penasaran.

Tiba-tiba obrolan mereka terhenti karena ponsel Fio berbunyi. Gadis itu lalu memberi kode kepada Elnara agar membiarkannya mengangkat telepon dulu. Elnara pun menganggukkan kepala.

Kini atensi gadis itu kembali ke lirik lagu yang sedang diputar. Teringat kembali dengan permasalahan dan kebingungan yang sedang ia hadapi. Jika sebelumnya ia bimbang apakah akan menerima ajakan ta'aruf dengan Haris atau tidak, kini ia kembali bimbang apakah akan memutuskan untuk menikah dengan Haris atau tidak.

Nyatanya setelah proses diskusi tempo hari, banyak poin-poin yang tidak sejalan dengan keinginannya. Seperti soal pekerjaan, soal tempat tinggal, soal prioritas, soal pendidikan anak, dan belakangan yang membuat Elnara semakin ragu adalah soal berapa jumlah anak yang akan dimiliki.

Namun, untuk langsung menolak, sisi perasaannya masih begitu mengganggu. Apalagi selama bertahun-tahun Elnara memang sudah menaruh hati kepada Haris. Perasaan itu ia simpan rapat-rapat, bahkan Farel saja tidak mengetahuinya. Hanya Fio seorang yang ia percaya untuk menjaga rahasia perasaannya itu.

Memiliki perasaan terhadap seseorang tidak serta merta membuat dua orang bersatu. Tergantung bagaimana penyesuaian yang dilakukan, apakah bisa dilakukan atau tidak. Itulah pelajaran yang Elnara dapat dari kisahnya kali ini bersama Haris.

"Tak perlu tunggu hebat untuk berani memulai apa yang kau impikan ...."

Alunan lagu yang sama masih mengalun mengiringi perenungan Elnara akan kegundahannya. Tak perlu menunggu dirinya menjadi orang hebat untuk berani memulai meraih mimpi. Jika pernikahannya dengan Haris punya potensi untuk menghambatnya meraih mimpi, bukankah Elnara harus mempertimbangkan kembali?

Ia pun memutuskan untuk kembali berbagi cerita. Hanya agar hatinya merasa lega dan semua beban tidak semua menghimpit bahunya.

Beberapa saat kemudian, saat lagunya habis, suara penyiar bernama Al kembali memenuhi ruang dengar Elnara. Bersamaan dengan Fio yang baru saja kembali dari menerima telepon.

"Mas Hasan bilang, laporan survei tempat harus dia terima jam 5 sebelum kita pulang. Soalnya besok udah mau survei ke lapangan langsung. Kayaknya sih kita jalan berempat besok." Fio memberi informasi.

Elnara segera bergegas membenahi laporan beberapa tempat yang ia cari informasinya melalui internet sejak tadi. Laporan itu nanti yang menjadi acuan untuk mereka melakukan survei lapangan dan diajukan kepada sponsor event atau pihak yang mengajak radio mereka bekerjasama.

Namun, tidak semua klien mengharuskan mereka mencari sendiri tempat untuk diselenggarakannya acara. Beberapa bahkan hanya meminta mereka untuk menyediakan merchandise atau meminta salah satu penyiar mereka sebagai pembawa acara. Sementara untuk urusan teknis lapangan mereka yang mengatur.

"Gimana nih, sobat? Enggak ada yang ketiduran setelah denger lagu ini, kan? Mudah-mudah enggak, soalnya irama lagu ini tuh justru malah bikin orang semangat." Al tertawa renyah di seberang sana.

"Oke, sudah ada beberapa pesan yang masuk, nih, ke meja redaksi. Kita bacain satu-satu, ya."

Jeda sejenak. Hanya terdengar latar suara musik. Diiringi suara mouse dan keyboard yang bersahutan dari Elnara dan Fio yang berkejaran dengan waktu untuk menyelesaikan tugas mereka.

"Cerita pertama kita datang dari EF, di tepi jendela di depan layar laptop. Pasti masih kerja, ya. Semangat ya Kak EF. Eh, kayaknya Kak EF ini juga tempo hari pernah kirim cerita ya di acara Nuansa Sore. Semoga bener Kak EF yang itu, ya."

Mendengar itu, Fio sempat menghentikan aktivitasnya dan hendak bertanya apa benar dugaannya EF itu adalah Elnara. Namun, ia mengurungkan niatnya.

"Saya sedang ta'aruf dengan seseorang." Al mulai membacakan cerita yang Elnara kirimkan beberapa saat lalu.

"Sekadar informasi untuk sobat semua, mungkin ada yang belum tahu apa sih itu ta'aruf. Ini tuh semacam sebuah proses penjajakan yang dilakukan oleh laki-laki dan perempuan yang ingin menikah. Ta'aruf ini biasanya diwarnai oleh proses diskusi dari kedua belah pihak dan kesepakatan-kesepakatan yang akan dilakukan setelah menikah kelak."

Al menjeda lagi kalimatnya. Elnara dan Fio masih mendengarkan dengan saksama sembari tangan terus menyelesaikan pekerjaan mereka.

"Setelah melakukan proses diskusi yang panjang, ternyata banyak hal yang justru membuat saya ragu. Banyak hal yang tidak sesuai juga tidak seperti yang saya harapkan. Banyak hal yang ternyata jika diteruskan malah akan membatasi ruang gerak saya untuk meraih mimpi dan cita-cita yang sudah saya rajut sejak dulu. Sekarang saya bingung untuk meneruskan proses ini atau menyudahinya. Hal yang membuat ini menjadi berat dan membuat saya berat untuk memutuskan adalah karena sudah sejak lama saya memiliki kecenderungan pada laki-laki ini."

Cerita Elnara selesai sampai di sana. Suara Al pun tak terdengar lagi. Suara musik latar dan ketikan Elnara saja yang terdengar. Lalu, tiba-tiba Fio buka suara.

"El, bukannya cerita EF itu mirip cerita kamu? Kamu juga lagi di pinggir jendela, di depan laptop, kan?" tanya Fio penasaran.

Sisa jam kerja mereka pun dihabiskan dengan pertanyaan panjang lebar Fio dan jawaban Elnara yang seadanya. Sementara lagu dari siarannya Al di acara Nuansa Sore masih menemani obrolan panjang mereka.

🏮🌟🏮

InevitableTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang