🏮#32: Ultimatum🏮

13 4 0
                                    

"Andai ada keajaiban
Ingin kuukirkan namamu di atas bintang-bintang angkasa
Agar semua tahu kau berarti untukku
Selama-lamanya, kamu milikku...."

Lagu itu masih menggema di luar kerja Elnara. Sementara gadis itu duduk melamun sambil menatap keluar jendela. Meresapi setiap lirik lagu yang sedang diputar di acara Nuansa Sore. Al bilang, lagu itu untuk seseorang yang spesial. Seseorang yang sudah lama ditunggunya dan pada akhirnya memberi jawaban dari penantian panjangnya itu.

Orang yang dimaksud adalah Elnara.

Embusan napas kembali keluar dari mulut Elnara. Seolah dengannya, ia juga ingin membuang beban pikiran dan carut marut perasaannya jauh-jauh. Setelahnya ia menjatuhkan kepalanya sendiri ke atas meja dengan lemas. Sementara kakinya menjejak-jejak ke lantai dengan tak tentu arah. Ia bingung, menyesal, sekaligus kesal dengan dirinya sendiri.

Jika ta'aruf-nya dengan Haris dulu dirinya masih meminta waktu untuk memberi jawaban, berbeda halnya dengan Al. Ia justru langsung menolak pria itu lagi setelah perdebatan panjang mereka soal penyesuaian setelah menikah. Keputusan yang kini justru disesalinya.

"Kenapa kamu, El? Lagi kesetrum apa gimana?" tanya Fio keheranan melihat tingkah ajaib sahabatnya itu.

"Fi, aku barusan nolak cowok yang sesuai dengan kriteria aku. Dosa banget aku, Fi." Elnara berkata tanpa mengangkat kepalanya dari meja.

"Dosa? Eh, gimana, gimana?" tanya Fio lagi yang masih belum bisa mencerna maksud Elnara.

Elnara pun tersadar. Seharusnya ia tidak memberi tahu siapapun soal ta'aruf-nya dengan Al karena sesuai kesepakatan, tidak ada yang boleh tahu tentang proses itu jika gagal. Agar tidak menimbulkan fitnah. Namun, apa yang Elnara perbuat barusan?

Dengan tiba-tiba gadis itu menegakkan kepalanya lalu menatap Fio. Berusaha mencari alasan untuk meralat perkataannya tadi.

"Apa?" tanya Fio lagi. Tatapannya mulai terlihat curiga.

"Itu, anu, eh, kita dosa enggak, sih, kalau nolak orang?" tanya Elnara kebingungan.

Fio menatap Elnara sejenak, kemudian tersenyum. "Nolak Mas Haris maksud kamu?"

"Eh, iya," sahut Elnara seadanya.

"Enggak, sih. Kan itu mah selera masing-masing. Lagian, ya, sekelas Rasulullah aja pernah ditolak lamarannya, loh. Kalau sekelas Mas Haris, mah, belum ada apa-apanya, El. Beliau masih bisa cari yang lain juga. Perempuan di dunia ini kan banyak."

Elnara terdiam. Ia berpikir jika Haris bisa begitu, tentu Al pun bisa. Setelah penolakan itu, tentu mereka akan mencari yang lain. Ini hanya soal waktu.

"Barusan tadi sudah kita dengarkan sebuah lagu yang begitu menyentuh hati, ya. Kekasih Impian dari Natta Reza sudah mengawali kebersamaan kita. Sesuai dengan lagu pertama kita, tema hari ini adalah tentang kekasih impian. Silakan untuk sobat yang ingin berbagi cerita tentang kekasih impiannya masing-masing atau ada cerita menarik apa waktu mendapatkan kekasih impian, langsung aja serbu saluran telepon HSG FM atau bisa juga kirim pesan ke nomor WhatsApp."

Suara Al mulai terdengar kembali.

"Sambil menunggu ada pesan dan telepon yang masuk, saya mau berbagi, nih, sobat. Saya baru saja ditolak sama kekasih impian saya. Hari ini saya lagi patah hati."

InevitableTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang