Hari-hari selanjutnya, Elnara disibukkan oleh persiapan acara peluncuran program baru yayasan. Selain membuat susunan acara dan memastikan semua yang terlibat dalam acara itu menerima salinannya, Elnara juga harus memastikan tempat dan segala properti pendukungnya terpasang dengan baik.
Untuk tempat sendiri, tidak terlalu repot menyiapkan karena memanfaatkan taman yayasan yang ramai didatangi orang setiap hari untuk sekadar bersantai. Harapannya, ketika acara berlangsung banyak pengunjung taman yang tertarik untuk mendekat ke tempat pusat acara. Agar terlihat formal dan elegan, Elnara sudah menyewa beberapa tenda dan kursi. Semuanya sudah terpasang hari ini. Persiapan sudah hampir 80 persen rampung.
"Vy, udah hubungi pembicara?" tanya Mas Hasan ketika mereka makan siang bersama di kafetaria.
"Beres. Udah diurus sama pihak yayasan. Salah satu staff mereka kenal baik sama pematerinya," jawab Mbak Ivy yang mulutnya masih penuh dengan perkedel.
"Al udah dikasih tahu untuk jadi pembawa acaranya, El?" Kini Mas Hasan beralih kepada Elnara yang sedang fokus dengan makanannya.
"Udah, Mas."
"Pastiin juga dia siapin pengganti siaran takut kalau ngaret acaranya. Mepet banget sama jam siaran dia soalnya." Mas Hasan kembali mengingatkan.
Benar juga. Elnara lupa soal itu. Kemarin tidak sempat membahas. Namun, apa penyiar sekelas Al tidak menyiapkan segala kemungkinan?
"Siap, Mas." Elnara akhirnya merespons.
"Fio, tugas kamu apa?" Hasan beralih kepada Fio yang sejak tadi sibuk dengan kerupuk gado-gadonya.
"Pemeriah suasana aja aku, mah." Gadis itu menjawab dengan mulut yang penuh kerupuk.
"Kamu dokumentasi, Fi. Jangan pura-pura lupa. Kamu sendiri yang mengajukan diri kemarin," celetuk Elnara.
Gadis itu cengengesan, "Inget aja kamu ini, El. Padahal aku emang mau pura-pura lupa." Seenaknya saja Fio berseloroh.
Obrolan mereka terhenti ketika Mas Hasan melihat Al sedang mencari meja kosong. Ia pun memanggil pria itu untuk bergabung dengan mereka.
"Kebetulan Mas Al ada di sini. Sekalian aja kita makan sambil bahas acara besok." Mas Hasan menggeser posisi duduknya untuk lebih serius.
Elnara sendiri cukup heran kenapa Hasan memanggil Al dengan embel-embel mas di depan namanya? Padahal secara wajah saja usia Hasan di atas Al.
"Udah beres semua persiapannya, Mas?" tanya Al sembari mulai menyendok makanannya.
"Udah. Mas Al sendiri udah cari pengganti siaran kalau semisal acaranya ngaret? Kan pembawa acara mah harus stand by sampai selesai."
"Itu mah serahin aja sama bos. Dia yang bakal gantiin saya. Kebetulan lagi enggak ada kerjaan di luar."
"Wah, senior mau turun gunung, ya," sahut Mas Hasan.
"O, ya, Mas. Yang acara HSG road to campus, gimana perkembangannya?"
"Tempat udah fix, di tiga kampus besar itu. Sponsor juga kemarin udah masuk dua yang mau jadi sponsor tetap acara-acara kita, termasuk acara besok ini. Nanti titip disebut nama mereka di tengah acara, ya, Mas."
"Beres." Al memberi gestur oke dengan tangannya.
"Perihal mahasiswa magang itu gimana, Mas? Apa jadi dilaksanakan?" tanya Mbak Ivy.
Elnara menajamkan telinganya. Apa ada informasi yang terlewat darinya? Sebelum ini juga belum ada obrolan perihal mahasiswa magang di antara tim mereka.
"Bulan depan baru akan dimulai. Nanti mereka yang akan jadi staff penyelenggara acara di bawah bimbingan tim humas. Sementara El sama Fio nantinya akan jadi staff tetap humas. Itu pun kalau El memutuskan untuk tetap lanjut bekerja," jawab Al seraya melirik ke arah Elnara sekilas.
"Loh, emangnya El mau berhenti kerja?" tanya Mas Hasan keheranan.
Elnara langsung menatap Al dengan tatapan heran. Dari mana pria itu tahu kalau Elnara punya masa percobaan selama satu bulan sebelum akhirnya memutuskan akan terus bekerja atau berhenti?
"El, kamu mau ninggalin aku? Padahal aku dah rela dimutasi ke Bandung biar bisa bareng kamu," protes Fio.
"Enggak, kok. Aku enggak ninggalin kamu." El membela dirinya.
"Jadi, El udah punya keputusannya untuk lanjut?" tanya Al kemudian.
Elnara menatap semua orang satu per satu. Tentu saja ia akan terus bekerja di sana. Punya tim yang bagus dan menyenangkan. Pekerjaan yang sesuai bidangnya. Satu tim juga dengan sahabat dekat. Bagaimana Elnara tidak bersyukur? Lagipula, ta'aruf-nya dengan Haris sudah gagal. Tidak perlu lagi ada yang harus dipertimbangkan. Elnara akan terus melaju untuk meraih semua keinginannya tanpa hambatan.
"Tentu aja. Rugi sudah dikasih kesempatan bergabung dengan tim HSG yang solid, tapi enggak ambil kesempatan itu." Elnara berkata mantap.
Diam-diam Al tersenyum mendengar jawaban itu keluar dari mulut Elnara.
"Jadi, kita naik pangkat gitu ceritanya, Mas?" tanya Fio kemudian.
"Bukan naik pangkat, tapi dirasa Humas sendiri kan akan banyak kegiatan setelah radio kita mulai dikenal secara luas. Sebenernya enggak jauh beda kan tugas dan tanggung jawabnya sama penyelenggara even. Cuma Humas ini lebih luas cakupannya. Sementara penyelenggara even kerjanya cuma pas mau ada acara aja. Jadi, bisa kita ambil tenaga dari luar, yaitu mahasiswa magang. Kita akan bekerja sama dengan pihak kampus yang kita datangi besok."
"Asyik. Jadi, nanti kalau aku ditanya orang, kerja kamu jadi apa, Fi? Aku bisa jawab dengan bangga, jadi staff humas HSG. Keren banget kedengerannya, kan?" Fio berkata bangga yang langsung disambut tawa oleh semua orang yang duduk di meja itu.
Mereka pun terus berbincang hingga makanan mereka habis. Sesekali Fio mengeluarkan kelakarnya yang membuat semua orang tertawa. Kepribadiannya yang lucu dan menyenangkan itu membuat Fio jadi orang yang menarik dan menghidupkan suasana.
Seusai makan, mereka tidak kembali ke radio, melainkan langsung ke yayasan untuk mengecek kembali semua persiapan. Mas Hasan sibuk berbincang dengan Fio, tampak serius sekali, sementara Mbak Ivy sibuk berteleponan entah dengan siapa. Tersisa Elnara di belakang mereka dan Al yang berjalan di belakang Elnara.
Teringat perihal masa percobaan dirinya bekerja di HSG, Elnara penasaran akan satu hal. Itulah yang memberanikan dirinya memperlambat langkah hingga dirinya mulai menyejajari langkah Al.
"Mas Al, saya penasaran dari mana Mas Al tahu saya punya masa percobaan bekerja? Apa semua karyawan tahu soal karyawan yang lainnya begitu?" tanya Elnara membuka percakapan.
"Kamu beneran enggak inget?" tanya Al seraya menoleh ke arah gadis yang berjalan di sampingnya.
Dahi Elnara berkerut keheranan. Berusaha mengingat sesuatu. Yang hadir dalam ingatannya saat itu hanya sesosok pria bermasker yang duduk di meja ruang kerja manajer. Mata Elnara membesar saat otaknya mencerna satu hal.
"Apa Mas Al ...."
Al mengeluarkan tangan dari saku celananya. Bersamaan dengan itu tangannya memegang sebuah masker yang kadang ia gunakan jika berada di luar ruangan, untuk menghindari polusi asap kendaraan. Ia pun memakai masker itu dan menunjukkannya kepada Elnara.
"Udah inget, belum?" tanya Al kemudian.
Elnara menutupi mulutnya sendiri karena terkejut dan sama sekali tidak menyangka kenyataan yang baru diketahuinya.
"Mas Al yang ada di ruang manajer. Yang waktu itu wawancarai saya?" tanya Elnara untuk meyakinkan dirinya.
Al melepas maskernya lagi lalu tersenyum. "Waktu itu saya masih flu, makanya pakai masker. Takut nularin orang."
Elnara mengingat kembali kejadian itu. Ia pun teringat dengan papan nama yang ada di atas meja kerja manajer. Salman Alfarisi. Jadi, itu nama lengkapnya Al? Selain penyiar, ternyata pria itu juga manajernya. Pantas saja Elnara merasa tidak asing dengan tatapan mata pria itu.
🏮🌟🏮
KAMU SEDANG MEMBACA
Inevitable
RomansaElnara Faiza baru saja menyelesaikan kuliahnya ketika ada seorang pria yang datang melamar. Seorang pria yang sejak SMA ia kagumi secara diam-diam, teman baik kakaknya sendiri. Di antara ketidakpercayaan akan semuanya begitu mudah ia dapatkan, tiba...