Pikiran Elnara tidak bisa fokus bekerja selama beberapa hari belakangan. Bahkan akhir pekan yang kian dekat tak lagi menjadi beban pikirannya. Ia justru lebih berfokus pada keputusan apakah ia akan tetap berada di HSG atau mengundurkan diri.
Pasalnya, sistem kepercayaan diri Elnara telah hancur akibat ulah Al. Ditambah lagi, kondisi kinerja timnya membuat Elnara merasa dirinya tidak becus melakukan apapun. Jadi, untuk apa ia tetap bertahan?
Setelah memikirkan masak-masak semuanya, pada akhirnya Elnara membuat sebuah keputusan. Ia sudah mempersiapkan semuanya sejak dari rumah. Ia cetak suratnya dan pagi itu sudah ia masukkan ke dalam amplop yang rapi. Ia ingin mengajukan surat pengunduran diri sebagai wujud kekecewaannya.
Elnara berencana akan memberikan surat itu kepada Salman usai istirahat makan siang. Ia rasa itu waktu yang tepat karena setelahnya masih punya cukup waktu untuk berpamitan dan menyelesaikan semua administrasi yang menjadi tanggung jawabnya.
Selama menunggu waktunya tiba, Elnara sama sekali tidak memberitahu siapapun perihal keputusannya. Ia masih bekerja seperti biasa. Soal Fio, Elnara masih marah kepadanya sehingga jarang berinteraksi. Walaupun sesekali Fio berusaha mendekatinya, Elnara masih menanggapinya dengan wajar. Tidak serta merta mendiamkannya.
Akhirnya, saat yang dinantikannya tiba. Usai melaksanakan salat dan makan siang di kafetaria, Elnara bergegas ke ruang kerjanya untuk mengambil surat pengunduran diri yang sudah ia siapkan. Ia pun sudah memastikan Salman ada di kantor hari itu. Tidak ada jadwal di luar.
Maka dengan segala keberanian yang Elnara punya, gadis itu melangkah ke arah ruangan manajer radio. Setibanya di sana, pintu itu tidak tertutup rapat. Ada sedikit celah sehingga Elnara bisa melihat dua sosok pria yang sedang mengobrol sembari duduk di sofa yang biasa digunakan untuk menerima tamu.
Dua pria itu adalah Al dan seorang pria agak tua yang belum pernah Elnara lihat sebelumnya. Elnara mengurungkan niatnya untuk mengetuk karena orang yang dicarinya tidak ada di sana. Baru saja ia hendak berbalik, secara tidak sengaja telinganya mendengar apa yang kedua pria itu bicarakan di dalam sana.
"Kalau kamu enggak kunjung kenalin calon istri pilihan kamu, Papa akan jodohin kamu sama anaknya kenalan Papa," ucap pria yang lebih tua.
Mendengar pria itu menyebut dirinya sendiri sebagai papa kepada Al, Elnara langsung bisa menebak jika pria itu adalah papanya Al dan Salman. Itu artinya, ialah pemilik Salim Media Group.
Dengan refleks, Elnara menutupi mulutnya sendiri. Berjaga agar ia tidak kelepasan berteriak karena terkejut mengetahui fakta itu.
"Sabar dulu, Pa. Calon Al masih nolak ajakan Al untuk menikah." Terdengar Al memberi respons.
"Cewek mana yang berani nolak kamu, Al? Bodoh banget dia," ujar sang papa seraya tergelak.
Elnara langsung menelan ludahnya di balik pintu. Hatinya tertohok dikatai bodoh.
"Bodoh gimana, sih, Pa?" tanya Al tak habis pikir.
"Mana ada yang bisa nolak lamaran anak dari pemilik Salim Media Group."
"Ada. Tuh Teh Zahira dulu enggak langsung nerima Mas Salman, kan? Butuh perjuangan ekstra juga buat menaklukkan hatinya." Al membantah.
"Pokoknya Papa enggak mau tahu! Kamu harus segera dapet pendamping hidup kalau mau pegang HSG. Kalau masih lajang nanti kamu kabur-kaburan lagi kayak dulu, enggak ada tanggung jawabnya sama hidup. Kacau bisnis kita kalau udah kayak gitu. Rusak pasarnya nanti. Beda kalau kamu sudah menikah, sudah punya pasangan hidup yang bisa saling menguatkan langkah. Kalau kamu mau lakuin hal yang aneh-aneh, ada yang ingetin. Kamu juga bakalan mikir kalau mau males-malesan, kamu punya tanggung jawab menafkahi anak orang."
KAMU SEDANG MEMBACA
Inevitable
RomanceElnara Faiza baru saja menyelesaikan kuliahnya ketika ada seorang pria yang datang melamar. Seorang pria yang sejak SMA ia kagumi secara diam-diam, teman baik kakaknya sendiri. Di antara ketidakpercayaan akan semuanya begitu mudah ia dapatkan, tiba...