red roses.

1.1K 137 15
                                    

 

                              ~***~

Hangatnya semburat sinar matahari pagi, juga sejuknya udara menyapa kulit mereka. Ketiganya masih disini, menikmati suasana pagi didepan tenda mereka.

Waktu sudah menunjukan pukul lima lebih lima puluh menit, Oline beserta kedua temanya memutuskan untuk tetap terjaga sedari pagi tadi.

Hari ini acara demi acara akan berlanjut, dan berakhir setelah  makan siang dan sore harinya baru mereka semua kembali ke jakarta.

"Kalo kata gue, mending lo confess." Ucap Regie penuh semangat.

"Kalo kata gue, pastiin dulu Erine beneran suka ga sama lo." Ujar Lily.

Ia jadi bingung sendiri, sebenarnya ia sama sekali tidak memiliki niatan untuk menyandang hubungan bersama Erine, takut takut nanti setelah hubungannya kandas malah seperti orang asing. Tapi jika terus terusan seperti ini apa malah seperti ia menyiksa batinnya sendiri.

"Feeling gue ga enak." Ucapnya.

"Kasih kucing kalo ga enak." Sahut Lily.

"Kasian kucingnya dikasih yang ga enak." Regie mendramatis.

---

Di perjalanan pulang, ia kembali duduk bersama Erine. Untungnya gadis itu tidak kembali menolak seperti kemarin, meskipun masih sedikit canggung sebab semalam tertangkap basah menangis di tenda oleh Oline.

Namun sepertinya Erine sedang dilanda kantuk yang begitu berat, persetan dengan canggung ataupun gengsi ia kini tengah terlelap dengan bersandar pada bahu tegap milik Oline.

Jauh berbeda dengan Erine, ia kini tengah menatap lurus ke depan. Pikirannya sungguh kacau, apa yang akan ada di benak kakeknya kala tau jika cucunya benar benar jatuh cinta pada seorang gadis.

Padahal kakeknya sangat melarang hubungan demikian, apalagi orangtuanya. belum lagi jika keluarga Erine mengetahui jika ia menyukainya apa mereka akan membawa Erine pergi darinya?

Semua itu terus berenang di kepalanya.

"Lo bikin gue gila, Catherina." Batinya.

                               ~***~

Jakarta Indonesia, Pukul 18:01.

Pukul enam sore, Oline baru saja tiba dan menginjakan kakinya di halaman luas depan mansion nya.

Ia menurunkan barang barangnya dibantu, Hans. Supir pribadi keluarganya.

Ia berjalan mendekat kearah pintu utama, setelah ini berniat untuk langsung bersih bersih dan beristirahat.

Setelah pintu terbuka, alangkah terkejutnya ia kala melihat dua orang dewasa yang tengah bercumbu di ruang tamu. Wanita itu, kini berada dalam pangkuan ayahnya. Dengan tanpa busana. Amarahnya lantas makin meluap luap kala menyadari bahwa wanita dewasa yang berada di pangkuan Daniel bukanlah Ibunya.

Matanya membulat sempurna kala wanita itu dengan lancangnya mengerang disela sela ciumannya dengan sang ayah.  Nafasnya kian memburu ia menutup kembali pintu dihadapannya dengan kasar, lalu berbalik menjauh.

"Brengsek!" Maki nya.

Daniel keluar dari pintu mansion, ia mengejar Oline yang tengah berjalan menuju garasi. "Oline!" Seru nya.

Oline menghentikan langkahnya lalu berbalik menatap tajam Ayahnya.

"Berani beraninya kamu bersikap tidak sopan didepan tamu." Ucapnya dengan tegas.

Oline tertawa hambar, kini ia dapat melihat raut wajah Ayahnya yang penuh amarah. "Tidak sopan?" Ia mengulang ucapan Ayahnya.

"Sebenarnya siapa yang lebih tidak sopan? Bukankah meniduri pelacur itu lebih tidak sopan?"

IMPOSIBLE (ORINE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang