*****
Semua kata kata kurang mengenakan yang Lion ucapkan padanya masih terus berputar di kepalanya.
Kini ia telah berhasil naik keatas pagar pembatas dan berdiri tegak menatap ke bawah gedung lima lantai yang kini ia pijak. Ia memejamkan matanya dan bersiap untuk terjun bebas kebawah sana.
Helaan nafas berat keluar dari bibirnya.
"Selamat tinggal."
Sebuah tangan yang menggenggam erat tangannya berhasil membuatnya kembali membuka mata dan menoleh ke samping kiri tubuhnya.
Dadanya kembali terasa sesak, ia memalingkan wajahnya kala tau siapa gerangan orang yang menghentikan dirinya.
Ia naik keatas kursi kayu untuk menyetarakan tingginya dengan Erine. "Kalo mau bunuh diri bukan disini tempatnya." ucapnya tanpa ekspresi.
"Lepasin gue." Ia dengan susah payah melepaskan cengkraman tangan Oline namun tenaga nya masih kalah jauh untuk mengalahkan gadis itu.
"Turun."
"Gak."
"TURUN!"
"Lo ga ada habis habisnya ya mau bikin malu sekolah? Gue kira yang kemarin itu bakal buat lo jera. Tapi nyatanya gak sama sekali."
"Mau lo apa?"
"Pengen mati lo?"
"Iya."
"Cewe ga waras, lo kira dengan lo yang bertingkah kaya orang bego kaya gini bisa nyelesain masalah?!"
"Lo masih bisa mikir ga sih?"
"Lo ga liat orang orang diluar sana yang susah payah bertahan hidup dengan segala alat bantu medis? Sedangkan lo? Yang di kasih kesempatan hidup lebih lama lebih memilih buat bunuh diri?"
"LO DIEM!"
"HIDUP GUE BERANTAKAN, HIDUP GUE SAMA SEKALI GA ADA GUNANYA. TAU APA LO SOAL HIDUP GUE?!"
"JANGAN TAHAN GUE."
"GUE CAPEK, GUE MAU NGELUH SAMA TUHAN. KENAPA DIA NGASIH COBAAN SEBEGITU BESAR KE GUE?!!"
Oline terdiam ia masih setia mendengarkan segala ocehan yang keluar dari bibir Erine.
"Kasih tau gue, sebesar apa masalah lo sampai sampai berpikir buat mengakhiri hidup."
"Gue hamil."
Oline terkejut bukan main, hal yang selama ini ia takuti menjadi kenyataan, bisa bisanya ia kecolongan, ia sangat merasa bersalah gagal menjaga orang yang paling ia cintai. Mulai dari Revan hingga Lion ternyata keduanya sama sama brengsek.
"Puas?"
Oline masih terdiam.
"Udah tau kan? Sekarang lepasin tangan gue."
Persetan dengan apa yang ada di pikiran Oline kala tau hal yang membuatnya lebih memilih mengakhiri hidupnya, ia tak perduli gadis itu akan menganggap dirinya sebagai orang yang paling menjijikan sekalipun.
Ia tak menyangka Oline benar benar melepaskan cengkraman tangannya.
Namun setelahnya, Oline menarik paksa dirinya untuk turun dan berakhir tubuhnya jatuh kedalam dekapan Oline.
Gadis itu memeluk erat tubuhnya ia sempat memberontak namun dalam sekejap terdiam kala suara isak tangis yang terdengar pilu menyapa pendengarannya.
Oline... Tengah menangis dalam dekapannya.
Perlahan ia angkat tangannya untuk membalas pelukan gadis tinggi itu, lalu di usapnya punggung tegap yang kini terlihat rapuh.
"Lo jahat! Lo mau bunuh diri itu sama aja lo mau bunuh darah daging lo sendiri!" ia meremas kuat cardigan yang melekat pada tubuh Erine.
KAMU SEDANG MEMBACA
IMPOSIBLE (ORINE)
Teen Fiction"Bahkan saat masa depan lo hampir hancur ditangan dia, lo masih bisa ngomong kaya gini? Cewe kaya lo emang gampang buat dimanipulasi, gue jadi nyesel suka sama orang yang salah." -Oline "A-apa?" -Erine ⚠️❗FIKSI ❗⚠️