*****
Oline membalikan tubuhnya kala terdengar suara pintu terbuka tepat di belakangnya. Ia lantas menarik kedua sudut bibirnya membentuk sebuah senyuman.
"Ayo masuk." ucap Callie menarik lengan Oline memasuki unit apartemen nya.
"Aku ambil minum dulu, ya." Ucap Callie yang hendak bangkit dari tempat duduk nya.
"Ga usah repot repot, aku bisa ambil sendiri nanti. Aku kangen, mau hug." ucapnya, ikut bangkit berdiri berhadapan dengan Callie.
"Buktinya apa kalo kamu beneran kangen aku?" ucap Callie bersedekap dada dengan sedikit mendongak menatap kedua manik mata milik Oline dengan tatapan menyelidik.
"Ga ada, tapi... kamu boleh minta satu permintaan yang menurut kamu bisa buktiin kalo aku beneran kangen sama kamu." ucap Oline mencolek ujung hidung Callie.
Callie nampak berfikir sejenak lalu tanpa aba aba ia mendorong tubuh Oline kembali terduduk di sofa, Callie turut mendudukan dirinya di pangkuan Oline lalu mengalungkan tangannya.
Ia menelan ludahnya kasar saat Callie menatap lekat kedua manik matanya.
"Kiss me." ucap Callie nyaris seperti bergumam sembari mengusap pipi Oline dengan jemari lentiknya.
Bulu kuduknya kian meremang, ia mati matian menahan hawa nafsunya untuk tidak menuruti kata hatinya.
Callie tersenyum penuh arti, tiga tahun lamanya ia telah resmi berpacaran dengan Oline dan selama tiga tahun itu pula ia merasa menjadi gadis paling beruntung di dunia.
Oline sama sekali tidak pernah menyentuhnya bahkan sekalipun Callie yang memintanya, Oline memang bukanlah gadis yang baik mengingat kebiasaan kebiasaan buruknya.
Tiga tahun bersama gadis itu bukanlah hal yang mudah, hal ini di sebabkan usianya dan Oline selisih hampir sepuluh tahun. Dan ayahnya mulai menuntutnya untuk segera menikah dan memberinya seorang cucu.
"Gak mau."
cup.
Ia reflek memejamkan matanya kala benda kenyal itu bersentuhan dengan bibirnya.
"Cal..." Ujarnya.
"Ga sopan, manggil nama doang ke yang lebih tua." Cibirnya.
"Maaf."
"babe..." gumam Oline.
"ya?" jawabnya lalu menatap dalam netra Oline yang kini bergerak gelisah membuatnya kian tak mengerti.
"tadi aku ketemu Ella"
*****
Jam sudah menunjukkan pukul dua pagi, dan ia baru saja tiba di rumah Erine, tadinya ia sudah ingin kembali namun Callie meminta Oline menemaninya. Ia tentu tidak menolaknya, dan sesaat Callie sudah benar benar terlelap barulah ia bisa pergi.
Ia sedikit merasa heran, sebab semua lampu rumah masih di biarkan menyala. Ia memutar knop pintu dan menemukan Erine yang tengah tertidur disofa dengan remot televisi ditanganya.
Oline meletakan sebuah kantong plastik berisikan camilan keatas meja, ia duduk di single sofa dan menyandarkan punggungnya ia merasakan pening menjalar di kepalanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
IMPOSIBLE (ORINE)
Teen Fiction"Bahkan saat masa depan lo hampir hancur ditangan dia, lo masih bisa ngomong kaya gini? Cewe kaya lo emang gampang buat dimanipulasi, gue jadi nyesel suka sama orang yang salah." -Oline "A-apa?" -Erine ⚠️❗FIKSI ❗⚠️