Bab 5: Fan, Nikah Yuk!

277 24 7
                                    

“Kenzo, ini bener ya jalan Kambing Berkepala Kubus? Awas aja lho ya kalau kamu bohong sama Ayah.” goda Halilintar. “Eh, mana ada. Jelas-jelas tadi Kenzo lihatnya Mbak Taufan berangkat ke klinik dari jalan ini.” kata Kenzo.

“Hahaha iya Ayah percaya. Tapi bentar ya, kamu duduk anteng dulu di motor, Ayah mau tanya ke warga sekitaran sini, dimana tempat tinggal pastinya Mbak Taufan.” jawab Halilintar. Halilintar matiin motor, biarin Kenzo duduk di motor asal keseimbangan tetap terjaga, dan mendekat ke bapak-bapak yang lagi ngerokok sambil naik-turunin koleksi kandang burung peliharaannya.

“Pak, saya numpang tanya, rumah Mbak Taufan ada dimana ya?” tanya Halilintar. “Oh, dari sini Mas lurus aja, nanti kalau ada kolam ikan koi, Mas belok kanan, nah terus kalau ada pertigaan yang ada baliho caleg Bu Ani, Mas belok kiri, ada rumah warna hijau, pintu dan jendelanya kayu, nah itu dia rumahnya Mbak Taufan.” jawab bapak-bapak itu. “Oke, makasih Pak!” kata Halilintar sambil balik lagi ke motor, terus nguenggg nyetir lagi ke tempat tujuan.

Setelah beberapa menit, akhirnya Halilintar dan Kenzo nyampe juga di depan rumahnya Taufan. Suasana rumahnya sepi, tapi Halilintar tetep beraniin diri ngetok pintu.

“Assalamualaikum... Mbak Taufan...” panggil Halilintar keras-keras biar Taufan kedengeran. Gak lama kemudian, ada seseorang yang membukakan pintu. “Aaa... Iii... Sapaaa? (Cari siapa?)” tanya Tiffany.

Halilintar agak kaget dengan respon Tiffany. Untungnya, otak Halilintar encer, jadi gampang menerjemahkan apa yang dikatakan Tiffany. “Mbak Taufan ada?” tanya Halilintar.

Tiffany hanya mengangguk. “Aaa... Giii... Man-dii!” ujar Tiffany. “Ya sudah, bilang aja ada yang nungguin di depan.” pesan Halilintar sambil menunggu Taufan selesai mandi dan berpakaian.

“Kenzo, duduk disini dulu yuk!” ajak Halilintar sambil duduk di teras rumah Taufan yang memang ada tempat duduknya (Author lupa bahasa Indonesia-nya apa, yang jelas dari bentuk bangunannya itu udah didesain ada tempat duduknya gitu, ngerti ga?). Kenzo akhirnya ya nurut-nurut aja, dia duduk di samping Halilintar.

Setelah sekian abad nunggu, akhirnya Halilintar dan Kenzo menyatu dengan karat dan lumut. Eh salah ding. Setelah beberapa menit nunggu, akhirnya Taufan keluar juga. Seperti biasa, dengan pakaian yang serba syar'i tentunya.

“Ada apa ya, Mas Hali dan Kenzo? Ada yang bisa saya bantu?” tanya Taufan. “Ah iya. Jadi begini, Mbak. Sepertinya sandal kita tertukar.” jelas Halilintar.

“Tadi, saat jamaah Subuh, saya pulang dari masjid dengan sandal yang rasanya sedikit kekecilan. Tapi saya sudah tidak peduli waktu itu, karena saya terburu-buru mengantarkan Kenzo vaksin tadi. Nah, pas saya cek di rumah, rupanya memang benar bukan sandal saya. Apalagi ada tulisan nama Mbak Taufan.” sambung Halilintar sambil nunjukin sandal hijaunya.

“Ah! Benar. Saya tadi juga merasa sandalnya agak kebesaran, dan tidak ada nama saya. Terima kasih ya, Pak Hali. Ini sandalnya Pak Hali.” ujar Taufan sambil nukerin sandalnya sama sandal Halilintar.

“Terima kasih juga Mbak Taufan karena sudah mau jujur. Oh ya, saya mau bicara satu hal lagi sama Mbak Taufan.” ucap Halilintar, beuh debaran jantungnya jangan ditanya ya kayak gimana cepetnya. Udah kayak tabuhan gendang di pengantin baru!

“Silakan, Pak Hali. Bapak mau ngomong apa lagi ya sama saya?” tanya Taufan masih tetap bersikap ramah. “J-Jadi begini, Mbak...” gagap Halilintar. Duh, bahkan dia aja bingung mau ngomong apa!

“Mbak umur berapa ya?” tanya Halilintar berbasa-basi. “Saya umur 28 tahun, Pak.” jawab Taufan. “Wah, berarti kita seumuran ya. Langsung panggil nama aja, nggak usah pakai embel-embel Pak ya.” perintah Halilintar. Duh, iya nih gak pake embel-embel Pak, soalnya bentar lagi manggilnya Sayang. Hahaha.

“Oh iya, Hali. Senyamannya kamu aja ya.” jawab Taufan singkat sambil tersenyum manis. “A-Ah, begini, Taufan...” lirih Halilintar lagi. Taufan jadi makin penasaran, tapi diem aja biar Halilintar lancar ngomongnya.

“Fan, nikah yuk!” ajak Halilintar dengan rona merah di pipinya. “Hah? Nikah?” beo Taufan nggak percaya. “I-Iya, nikah. Saya udah mantap kok mau nikah sama kamu.” jawab Halilintar.

“Yakin, Li? Kamu ngajak aku nikah?” tegas Taufan. “Iya, ayo kita nikah!” ucap Halilintar lebih tegas daripada sebelumnya.

Duh, kira-kira Taufan nerima nggak ya, tawaran nyeleneh Hali?

Bersambung.....

.
.
.
.
.

Met malem gais mweheheh

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Met malem gais mweheheh. Maap agak telat up nya :v

Gara-Gara Ketuker: HALITAU [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang