Part 14 : Move on!

14 4 1
                                    

Jangan bilang... Raka Saputra Mahardika? batin Kylan menebak.

Momen saat ia bertemu dengan Raka beberapa minggu lalu kembali berputar di kepalanya. Kylan masih duduk di bangkunya, sementara kelas sudah hampir kosong. Hanya ada dirinya dan sebatang rokok yang perlahan menyusut di antara jemarinya. 

Asap tipis mengepul ke udara, mengabur sebentar sebelum lenyap. Sama seperti pikirannya yang terus berputar, hanya untuk menghilang tanpa jawaban. Abu rokok jatuh ke meja. Ia meniupnya, berhamburan ke lantai. 

Tatapannya beralih ke jadwal piket yang tertempel di dinding. Bagas, Aldo, Salsa, Raina, Kinta... dan dirinya. 

Kylan mengembuskan napas. Ia menjatuhkan rokok ke lantai lalu menginjaknya, memastikan tak ada yang tersisa. Setelah itu, ia mengambil sapu, menyapu abu rokoknya hingga bersih. Tak ada jejak. Seperti tidak pernah ada. 

Saat semua beres, ia menyambar tas dan kunci motornya, lalu melangkah keluar kelas. Saat melewati tangga, ia mencium samar bau asap yang melekat di jaketnya. 

Dan kemudian, tatapannya jatuh pada sebuah motor di halaman sekolah. 

Bukan sembarang motor. Kylan mengenalinya. Dan pemiliknya. 

Dugaannya benar. Kinta tadi menyebut seseorang—dan itu dia. Sosok yang berasal dari sekolah lamanya. Orang yang paling dibencinya. 

Raka. 

Jari Kylan mengerat di sekitar kunci motornya. Ada pertanyaan yang muncul satu per satu di kepalanya. 

Jangan-jangan... 

Namun, ia mengembuskan napas dalam. Tidak. Itu bukan urusannya. 

Tanpa berpikir lebih jauh, ia melajukan motornya, meninggalkan sekolah dan segala kemungkinan yang tidak ingin ia pikirkan lebih lama. 

🌙🌙🌙

Raka baru saja keluar dari perpustakaan. Langkahnya cepat, penuh dengan kegelisahan. Matanya masih mencari—mencari sosok yang sejak tadi tidak juga ia temukan.

Kinta menghilang.

Ia sudah menanyakan beberapa murid di sekolah ini, tapi jawaban mereka sama: tidak tahu. Seharusnya gadis itu ada di perpustakaan, seperti yang Salsa bilang tadi. Tapi nyatanya, perpustakaan kosong. Tidak ada tanda-tanda Kinta di sana.

Salsa membohonginya.

Raka mengumpat pelan, jemarinya mengepal di sisi tubuhnya.

Ia merogoh ponselnya—puluhan panggilan tak berbalas, pesan yang hanya centang satu. Seakan-akan dunia Kinta tak lagi terhubung dengannya. Seakan-akan gadis itu benar-benar sudah move on.

Namun yang membuat darahnya mendidih bukan hanya itu.

Ia membuka Instagram dan membuka kembali instastory Rayhan yang ia lihat kemarin.

Foto itu.

Sialan.

Kinta. Kylan. Berdiri berdampingan. Terlihat akrab.

Rahangnya mengeras, tangannya mencengkeram ponsel dengan lebih erat.

Kylan Renanza Mahardika. Orang yang paling ia benci.

Dan sekarang, Kinta ada di dekatnya.

Raka menarik napas panjang, mencoba meredam emosi yang membakar dadanya. Tapi percuma. Amarah sudah menguasainya.

"Awas aja sampai terjadi apa-apa dengan Kinta."

Lalu, sebuah ingatan melintas di kepalanya.

Pekan depan, sekolahnya akan bertanding basket melawan sekolah Kinta.

AltaluneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang