12. Nabilla

74 16 1
                                    

Mendengar kabar baik, aku langsung bergegas mendatangi rumah sakit, untuk ikut menjemput mama, saat dokter mengatakan, sudah bisa pulang. Kondisi mama sudah cukup membaik, dan nanti tinggal kontrol beberapa kali. Rawat jalan. setelah Melewati masa kritisnya satu minggu. Lalu pemulihan satu bulan.

Selama itu, Arhan terus di sana. Dan hanya keluar saat ada pekerjaan yang tidak bisa dikerjakan dari luar. Kadang aku yang menggantikannya menjaga, mama.

Baru saja hendak keluar, Arhan kembali menelpon. "Assalamualaik_"
Baru memberi salam ucapanku terpotong, karena dia langsung menyambar.

"Lana, mama tidak mau pulang ke rumah. Di minta untuk tinggal di rumah kita!"

"Ya, tidak apa-apa. Oh, maksudnya aku tunggu di sini saja, tidak lagi ke rumah sakit?"

"Bukan, semua barang kamu di kamar atas kamu bawa turun ke bawah, mama nanti tidur di situ!" jelasnya. Oh, ya ampun hampir lupa.

Semua barang itu aku keluarkan dan memindahkan semua ke kamar Arhan. Cukup melelahkan harus naik turun tangga sendiri, barangnya lumayan banyak. Perempuan barang selalu ribet. Pakaiannya selalu saja ada merasa kurang, walaupun lemarinya sudah penuh.

Kamarnya kembali rapi, jadi mama tinggal langsung istirahat, nanti. Kamar di atas, kamar ini yang paling luas, dan ada kamar mandi dengan perlengkapan yang lengkap.

Selesai, syukur Arhan mengabari sebelum aku berangkat, jadi tinggal menunggu  mama datang ke sini. Mama tidak mau pulang ke rumahnya pasti traumanya masih kuat. Akibat pertengkaran dengan papa.

Tidak lama, mobil Arhan tiba. Aku bergegas keluar, membantu mama turun. Jadi Arhan tinggal mengambil berapa barang di belakang. Dan dibantu sama bibi. Yang baru pulang belanja.

"Aku senang banget, mama udah bisa pulang!" kataku, saat kami sudah duduk di ruang depan.

"Alhamdulillah, terimakasih. Kamu udah bantu rawat, mama. Jadi ngerepotin!"

"Ah, engga sama sekali. Aku malah senang bisa jagain, mama. Pokoknya, mama. Harus terus jaga kesehatan, dan ga boleh pikir yang berat-berat. Apapun yang mama mau nanti aku dan Arhan bakal turutin. Oke!"

"Makasih, menantu, mama. Yang cantik," ujarnya tulus, dan tersenyum lembut.

"Mama, mau langsung istirahat di kamar?" tanya Arhan yang baru masuk.

"Ya, mama. Langsung istirahat saja, pasti badannya masih cape." Mama menyetujui, Arhan bantu mama naik ke atas. Sedangkan aku mengambil minum ke dapur.

"Alhamdulillah, bu. Bibi senang akhirnya Bu zahra sudah sehat kembali." Bibi sedang memasak, menoleh padaku. Dengan raut yang bahagia.

"Iya, Alhamdulillah, bi."

"Oh, iya, bi. Tolong masakkan makanan yang tidak pedas. Sama nasinya jangan terlalu keras, ya."

"Siap, Bu. Laksanakan," ucap bibi semangat!

****

Baru hendak menutup pintu, seorang perempuan berdiri, menatapku dengan tanda tanya. Wajahnya penuh jejak air mata. Gadis cantik itu berpakaian syar'i, semua lekuk tubuhnya tertutup sempurna. Namun style pakaiannya, cukup kekinian. Kulit putih dan mata besar dengan pupil coklat terang, sempat membuat aku terpana. Wajahnya khas wanita arab.

"Assalamualaikum." Salamnya setelah lama dia diam.

"Waalaikumsalam, cari siapa, ya?" tanyaku penasaran. Dia terus memandangiku sebelum dia mengangguk sebentar, lalu tersenyum padaku, "Pasti kak Alahna, ya?!" ucapnya.

"I-iya ..." Aku malah bingung, kenapa dia tahu namaku.

Dia langsung memeluk begitu saja. Aku bingung merespon apa. Dia bersikap seakan kita sudah sangat kenal.

"Hai, kak kenalin aku Nabilla fatana reyandra, adiknya kak Arhan. Kakak panggil Billa aja!" Menjawab sudah kebingunganku. Aku membalas pelukan itu dan menatap wajahnya. Mereka tidak ada mirip sama sekali untuk hubungan adik-kakak. Arhan lebih gelap kulitnya, dan pahatan wajahnya cukup jauh berbeda, hanya ada sedikit di bagian alis itupun kalo lihat lebih detail. Bila lebih mirip mama, matanya sama.

"Oh, jadi kamu adiknya Arhan, kakak pernah dengar. Ternyata cantik banget!" Pujiku membuat dia tersenyum.

"Kakak lebih cantik!" ujarnya.

Sesaat dia kembali sadar, dan langsung menanyakan mama. Wajah cantiknya kembali sedih. Dia bergegas menuju kamar, tempat mama dan Arhan di sana. Aku menemaninya ke atas. Saat masuk dia langsung menghambur memeluk, mama. Dengan berurai air mata.

Mama dan Arhan malah kaget mendapati Bila ada di sini.

"Billa?! Kapan pulang ke Indonesia?" tanya Arhan masih dengan kagetnya.

"Bisanya! Ga ada yang mau kasih tahu aku, mama masuk rumah sakit! Dengan kondisi mama separah itu. Kak Arhan jahat banget!" ucapnya nyesak.

"Aku sengaja pulang lebih cepat, saat semua pembelajaran selesai. Untuk memberi kejutan. Tapi justru saat di rumah. Cuma ada bibi dan kabar yang ngenes kayak gini," ujarnya dengan tangis yang masih meledak.

"Kamu tenang dulu. Kasian mama kalo kamu gitu terus!" Saat Bila terus memeluk mama dengan kuat.

Baru dia mau melepaskan pelukannya, matanya menatap sengit pada, Arhan.

"Tenang dulu!" ucap perintah pada adik perempuannya.

"Mama, udah sehat, kok. Jangan nangis begini. "Mama menghapus jejak air mata, yang mulai berkaca lagi.

"Aku ga sanggup bayangin kalo terjadi sesuatu, sama mama."

"Lihat mama! Baik-baik aja kan?!"

Dia mengangguk, "Pokoknya aku kesal sama kak, Arhan !" Dia masih tidak terima.

"Kamu lagi ujian, Billa. Gak, mungkin kakak langsung kasih tahu, kamu. Karna kakak yakin detik itu juga kamu bakal pulang. Jarak Maroko- Indonesia itu ga dekat!" jelas Arhan pada adiknya.

"Tapikan sekarang sudah baikkan. Kakak juga gada niat kabarin aku. Sampai aku tahu sendiri."

"Iya_kan ...."

"Baiknya kalo mau berdebat jangan, di sini, deh. Soalnya kasian mama. Mau istirahat!" leraiku melihat mereka yang masih mau lanjut argumen.

Seketika keduanya diam.

"Sudah, jangan ribut! Kalian juga sudah lama tidak bertemu, masih aja suka berdebat!" ucap mama dengan nada yang masih lemah.

"Maaf ma," ucap Billa. Lalu menarik Arhan keluar. Sepertinya dia masih belum puas dengan jawaban Arhan. Belum lagi dia tahu penyebab kenapa mama sakit. Aku jadi meringis, kasihan melihatnya.

Setelah mereka keluar, aku mencoba tenangin, mama. Aku tahu mama sedikit khawatir jika, Billa tahu yang sebenarnya.

"Ma, Billa sudah cukup dewasa. Untuk bisa memahami keadaan ini. Rasa kecewa, sudah pasti ada. Tapi nanti dia juga bakal mengerti. Mama jangan terlalu kepikiran, ya. Kalo mama sakit lagi. Bila nanti tambah sedih."

Mama mengiyakan, sebelum kembali tidur. Efek obatnya masih membuat mama tidak kuat lama buka mata.

Aku beranjak keluar kamar. Tidak sengaja pandangan di depan, membuat aku menatap iba, rasa sedih itu seakan ada maknet menarikku meneteskan air mata. Billa menangis sejadi-jadinya dalam dekapan Arhan.
Dia sama hancur, mengetahui perihal papanya. Semenjak kejadian itu papa tidak pulang ke rumah. Di rumah sakit aku juga tidak pernah bertemu lagi dengannya. Tidak ada kabar sama sekali dirinya sekarang ada di mana.
Aku dapat memahami bagaimana kecewa Billa dengan semua kabar ini.

Baiknya kabar ini bisa di sembunyikan dari segala media, mengingat papa petinggi perusahaan ternama.
__________

Hai guys
Happy reading 🤍












Alahna (The End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang