21. Dinner Keluarga

48 3 0
                                    

Hamparan rumput hijau cukup memanjakan mata dengan cahaya matahari mulai menguning menciptakan senja yang indah. Jajaran bunga mekar lebih memikat hati, beberapa burung berterbangan di atas sana, taman belakang rumah ini menghipnotis setiap orang yang duduk di sini.

Dua cangkir teh sudahku letakkan di atas meja bundar empat kursi yang di lingkari bundaran bunga. Arhan sebelum mandi memintaku mendatangi tempat ini. Tempat yang baru aku tahu setelah lama tinggal di sini. Karna aku tidak menjelajahi setiap sudut rumah. Palingan aku hanya main di tepi kolam. Jika sedang ingin menjernihkan pikiran.

Kang Adi tersenyum ke arahku, tukang kebun yang baru selesai menyirami semua tanaman bunga. Sejenak ia menghilang entah kemana.

Sosok pria dengan kaos hitam panjang menduduki tubuhnya di salah satu kursi bersampingan denganku.

"Tempat ini di rawat dengan indah!" kataku padanya.

"Iya, aku selalu menjaga tempat ini, semua bentuk taman ini adalah dekorasi mama."

"Pantas cantik sekali!"

"Ada yang ingin kamu bicarakan?"
Melihat ke arahnya, "Kamu kelihatan gugup! Ada sesuatu terjadi?"

Dia menghembuskan nafas pelan, "Tidak ada, aku ... Hanya ingin menikmati senja denganmu!"

"Makasih tehnya!" ujarnya sambil meneguk teh yang masih hangat.

"I-iya!" Perkataannya sangat romantis di telingaku, bikin aku salah tingkah, Lana tidak boleh baper!

"Kamu memang orangnya gini, ya. Kalo sudah dekat dan lebih kenal, suka perhatian?"

"Kamu merasa di perhatikan?"

"Aku hanya melihat sikapmu."

Dia terkekeh pelan, senyuman itu menghadirkan banyak bunga di hatiku melebihi bunga di taman ini. Aku tidak bisa mengelak lagi benar aku jatuh cinta padanya.

"Aku memang orangnya humble," tuturnya.

Sejauh ini aku mengenalnya dia bukanlah orang seperti itu. Dia terlihat cuek dan merespon singkat pembicaraan terutama pada cewek yang memuji ketampanannya. Dia terlihat risih kecuali Rafinka.

Mentari semakin menenggelamkan diri, hingga cahaya merah, jingga kekuningan memenuhi langit.

Terlintas satu pertanyaan yang inginku tanyakan padanya.

"Arhan apa kamu pernah jatuh cinta?"

"Tentu!"

"Sejak dulu sampai sekarang aku masih mencintai orang yang sama."

Memudarkan senyumanku yang sedang menikmati indahnya senja.

"Rafinka?"

"Bukan, aku tidak pernah mencintainya, sudah ku katakan dia hanya sebatas sahabat."

"Kamu sendiri?" tanyanya balik padaku.

Aku tertawa pelan, "Aku belum pernah jatuh cinta, tapi aku pernah merasakan rasa samar entah itu cinta atau bukan."

"Rasa seperti apa?"

"Mengagumi tapi tidak berharap memiliki." jawabku.

"Ada, ya. Rasa seperti itu."

"Ada buktinya aku ngerasain."

"Siapa laki-laki itu?"

Orangnya ada didekatku sekarang, namun rasa kagum dengan sikap manisnya sudah menjelma menjadi cinta.

"Rahasia dong, itu sangat privasi!"

Kita kembali terdiam hanya menatap matahari yang tenggelam dengan sempurna.

Alahna (The End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang