24. Bukan prioritas

47 4 0
                                    


Sesuai perkataan Arhan bahwa kita bakal menginap dulu ke rumah orangtuaku sebelum kita honeymoon.
Aku sudah siap dan rapi menunggu di jemput, katanya ada keperluan keluar sebentar.

Satu jam berlalu aku masih setia menunggu dengan segala rasa jengkel.
Dua jam hampir tiga jam dia tidak muncul-muncul. Telepon gak diangkat, penampilanku yang sudah rapi malah jadi gak karuan. Aku udah duduk, tidur, ngemil sampai di titik luar biasa bosan.

Kita janjian ke sana sore, sekarang sudah malam, mama dan papa terus menghubungiku mereka sudah menyiapkan makan malam. Tapi Arhan malah begini, aku sungguh kecewa.

Aku meraih ponsel memesan taksi online, kesabaranku sudah habis.

Tiba di rumah sana, aku langsung di serang pertanyaan kenapa pulang sendiri.

"Lana kenapa sendiri lagi, Arhan kemana kenapa tidak ikut bersama kamu?"

"Gak tahu! Ponselnya tidak bisa di hubungin!"

"Ayo kita makan, aku udah sangat lapar," ajakku dengan wajah yang masih cemberut.

"Kalian lagi ada masalah!" tanya papa, aku menggeleng.

"Terus kenapa?" Mama masih terus bertanya.

"Gak tahu, mama!"

Tanpa permisi aku langsung makan makanan yang disajikan di atas meja dengan tidak selera, tapi perutku terus minta diisi.

Mereka diam saling melirik satu sama lain, "Ayo makan!" ajakku pada mereka yang masih saja memandangiku.

Baru mama hendak mengambil nasi, ketukan pintu terdengar, "Bi! Tolong bukakan pintunya. Ada tamu."

Setelah beberapa saat bibi kembali masuk diikuti oleh orang yang bikin aku kesal setengah mati hari ini!

Aku hanya melirik sekilas, lalu kembali melanjutkan makan, tanpa terusik sedikit pun.

"Maaf semua Arhan telat, karna ada urusan mendadak tadi!" ucapnya saat tiba di ruang makan.

"Kirain kamu kenapa-kenapa katanya tidak bisa dihubungi, ayo silahkan duduk. Mama udah masak banyak!"

Dia menarik kursi di sampingku, tapi aku menganggapnya tidak ada.

"Lana! Ambilkan nasi untuk suamimu!" Perintah mama tapi aku tidak menuruti.

"Tidak usah, Ma. Arhan sendiri saja."

"Dia bisa ambil sendiri, ma!"

"Tidak sopan begitu Lana!" ucap papa mau tidak mau aku harus menuruti.

Setelah semua sudah lengkap di piring, aku meletakkan dihadapannya tanpa mengucapkan sepatah kata apapun.

Merasa acara makannya selesai, papa langsung ambil alih untuk membuka sesi menceramah.

"Kalian ada masalah apa sebenernya?" tanya papa serius.

"Maaf pa, ini sebenarnya salah Arhan, tadi teman Arhan terserempet motor jadi aku bawa dia, ke rumah sakit. Kebetulan ponselnya mati baterainya lowbat. Arhan tahu Lana sudah menunggu lama di rumah."

"Oh minus komunikasi! Terus gimana teman kamu?"

"Syukur keadaannya tidak parah, jadi sudah Arhan antar-pulang." Papa mengangguk mendengar penjelasan Arhan, namun tetap saja aku kesal.

"Kamu sudah dengarkan, Lana alasannya apa. Jadi tidak perlu lagi marah!" ujarnya padaku aku hanya mengangguk singkat.

"Kalian bentar lagi honeymoon, loh! Masa marahan!" ujar mama, aku hanya diam.

Saat di kamar aku masih enggan bicara padanya. Di atas kasur aku berselancar di dunia sosmed, mengabaikan Arhan yang sejak tadi di sampingku.

"Sorry, bikin kamu menunggu, tapi aku gak bohong teman aku lagi butuh bantuan!"

Alahna (The End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang