Perlahan kondisi mama semakin membaik, selama itu juga Nabilla menemani mama di sini. Mama sudah memutuskan untuk mau kembali ke rumahnya sendiri. Dia sudah bisa menerima semua keadaan yang terjadi. Meskipun Arhan sempat melarang untuk kesehatannya.
Tapi mama sudah bulat keputusannya. Perlahan-lahan kondisi mama membaik, selama itu Nabilla menemani mama kesini. Mama telah memutuskan untuk kembali ke rumahnya sendiri. Ia sudah mampu menerima semua keadaan yang terjadi Selagi papa tidak ada di sana. Namun tetap Arhan was-was takut kejadian ini kembali ke ulang.
Pada akhirnya mama tetap pulang bersama Billa. Pak Jono supir mama sudah datang menjemput. Arhan tidak bisa mengantar lantaran sebentar lagi dia harus segera ke kantor untuk meeting. Aku sendiri juga ada pertemuan bersama klien tentang project baru yang sudah di anggarkan.
Selama mama di sini cukup membuat aku senang, suasana rumah ini terasa lebih hidup. Belum lagi pertengkaran kecil adik-kakak yang kadang bikin aku lucu sendiri. Billa ternyata anaknya sangat keras kepala tidak pernah mau ngalah dengan Arhan perihal hal kecil apapun.
Mama cukup menggeleng, sudah biasa melihat mereka seperti itu.
Setelah kejadian Arhan melihat rambutku. Aku memutuskan tidak memakai hijab lagi dalam rumah. Akan terkesan aneh nanti bagi mama dan Billa. Mengingat Arhan salah satu pria yang halal melihatnya.
"Mama harus jaga kesehatannya, ya! Billa jaga mama ya! Kalo ada apa-apa langsung hubungi kakak"
"Pasti, kak," jawabnya pada Arhan, saat sudah dalam mobil.
"Jangan khawatir, mama sudah sehat." Kondisinya memang sudah sangat membaik, namun yang nama sakit jantung suka mendadak tiba-tiba kumatnya. Kalo tidak di jaga pola makan dan stres.
"Mama baik -baik di sana, ya. Maaf Lana tidak bisa antar," ucapku saat mama hendak masuk.
"Tidak apa, Lana. Keadaan mama sudah sangat baik." Setelah mengatakan itu mama menatap satu persatu antara aku dan Arhan, sebelum berujar.
"Kalian berdua pernah bilang untuk memenuhi semua keinginan, mama, kan?" tanyanya.
Aku dan Arhan mengiyakan. Kita pernah bicara tentang ini.
"Baiklah, kalo gitu mama mau segera gendong cucu!" ucapnya dan tersenyum sebelum berlalu masuk ke mobil.
Tidak ada jawaban yang bisa ku jawab atas permintaannya. Arhan sama tidak bisa merespon. Bibir kami terkunci rapat. Hanya anggukan kecil senyuman palsu yang ditampilkan. Sungguh permintaan yang tidak mungkin kami lakukan.
Mobil berlalu meninggalkan pekarangan rumah. Menyisakan aku dan Arhan.
Dia juga sudah siap dengan setelan jas abu-abu, hendak berangkat kerja.
"Lana, aku berangkat sekarang." ucapnya sambil mengambil tas di atas meja kayu di depan teras depan.
"Oke."
Sepeninggalan Arhan aku segera bersiap, mengingat janji dengan klien. Pertemuan ini di adakan di luar kantor, tempatnya sudah di tentukan oleh mereka.
Mataku fokus mencari meja no 27 di ruang VIP salah satu cafe mewah kawasan ini.
Ini kali pertama kami bertemu, karna pertemuan sebelumnya papa atau sekretaris nya.
Dikarenakan ada projects yang lebih besar sedang di tanganinya, jadi projects ini di alihkan padaku untuk melanjutkan.
Kakiku berhenti pada tempat tujuan. Tempatnya masih kosong, mengingat aku lebih cepat lima belas menit dari waktu yang di tentukan.
Sambil menunggu aku memesan minuman dan lalu mengecek beberapa email masuk, tanganku berhenti saat sebuah notifikasi masuk, sebuah pesan yang menarik senyum cerah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alahna (The End)
SpirituellesMenikah satu kata yang belum terlintas untuk sekedar bayangan ada di hidupnya saat ini. Alahna bukanlah gadis yang bebas menentukan pilihan. Sebuah tanggung jawab besar sedang ditangguhkan pada pundaknya. Menguburkan mimpi menghidupkan mimpi orang l...