20. Kolam Renang

45 3 0
                                    


Semenjak kedatangan yang namanya rafinka, cukup mengusik kehidupanku. Bagaimana tidak. Setiap hari dia tidak absen datang ke sini.
Bahkan di saat Arhan tidak ada. Sudah seperti rumahnya sendiri. Sangat risih aku melihatnya.

Dia tidak mengenal waktu apalagi sopan santun, seperti sekarang dia bertamu sudah ku beritahu kalo Arhan lagi ada perdin ke luar.

Ternyata benar, ya. Siapun boleh sekolah dan berpendidikan tinggi, namun tidak semua orang yang berpendidikan tinggi itu memiliki attitude yang baik.

"Memangnya Arhan tidak memberi tahu, kalo dia lagi perdin?" tanyaku setelah lama ia duduk di sofa depan.

"Aku baru melihat balasan chatnya."
ujarnya membuatku banyak istighfar.

"Bukan kamu lagi banyak tugas dan kerjaan, ya di sini!"

Dia tertawa pelan, "Jelas, namun aku tetap memprioritas Arhan!"

"Memangnya kamu punya hubungan khusus dengan Arhan?" Pertanyaan yang sejak awal jumpa ingin aku tanyakan.

"Kita cukup dekat, tapi tidak menyandang status," jelasnya.

Oh, HTS maksudnya!

Gimana kalo dia tahu aku bukan sepupu Arhan tapi istrinya. Tidak bisa di bayangkan amarahnya. Dia seperti terlalu obsesi terhadap Arhan. Arhan tidak risih di perlakukan seperti di ini. Oh, cinta. Ya!

Mungkin karena ini juga Arhan memperkenalkan aku sepupu pada temannya yang kemarin, kalo media tahu, hubungan mereka jadi berantakan.

"Arhan itu laki-laki paling sempurna yang pernah aku temui."

"Ya, dia memang orangnya baik."

"SANGAT!!" ujarnya cukup keras.

Aku tidak ingin berlama dengannya, tapi gimana cara usirnya. Ah, "huaamm ... Aku mulai mengantuk!"
ujarku menatapnya dengan mata sayu.

"Tidurlah ... Aku langsung pamit aja!" Ya bagus memang itu yang aku mau.

Setelah dia pergi aku baru merasa lega. Cukup muak sudah dengan kedatangan dia ke sini.

***
Melihat kedekatan antara Arhan dengan rafinka. Membuat aku malas untuk sekedar bicara dengannya. Semaksimal mungkin aku menghindarinya.

Jujur aku udah lelah, jika memang akhirnya mereka bersama. Untuk apa aku bertahan, aku rasa aku juga tidak bisa terus di sini, karna aku rasa bibit itu mulai tumbuh di hati. Bagaimana nanti jika aku gagal mengendalikannya.

Apa aku coba bicarakan ini dengan mama dan orang tuaku, agar mereka tidak kaget dengan keputusan yang tiba-tiba. Aku menghela napas kasar.

Di tepi kolam aku deeptalk pada diri sendiri. Merenung jalan ke depan. Kalo rafinka pilihan Arhan aku bisa apa. Kesepakatan dari awalkan cuma sementara. Hanya ada saja insiden yang melembatkan berakhir hubungan ini.

"Tolong jangan menghindar!" Perintahnya merusak suasana.

"Aku hanya lagi ingin sendiri!" ujarku tidak mau diganggu.

"Kamu kenapa? Kamu cukup lama mendiamkan aku!"

"Karna Rafinka?" tanyanya.

"Arhan, apa baiknya kita sudahi semua?"

"Mau sampai kapan kita begini?"

Wajahku ku hadap sepenuhnya menatapnya. Aku melihat ekspresi kagetnya, "Kamu lagi ada masalah apa? Sampai berpikir sejauh itu." Nadanya kurang ramah.

"Coba deh, kamu pikir. Untuk apa kita terus seperti ini, pada akhirnya kita akan pisah!"

"Gak, Lana! Sebelumnya kamu tidak mempermasalahkan itu. Kamu berubah sejak ada Rafinka! Dia sahabat aku, kami tidak punya hubungan lebih dari itu!"

Alahna (The End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang