Pagi cukup menyejukkan dengan udara yang sangat segar. Aku kembali menempati pondok dengan sungguhan alam yang tidak pernah bosan untuk dipandang.
Arhan datang meletakkan dua gelas cangkir teh hangat.
"Minumlah udara pagi masih sangat dingin, teh ini bisa sedikit membantu menghangatkan," ujarnya aku hanya menunduk malu. Aku duduk di sini juga untuk menghindarinya.
"Lana!" panggilnya aku masih malu mengingat kejadian semalam.
"Alahna, kenapa kamu nunduk terus?"
"A-aku gak apa!" ucapku dengan wajah kembali memerah.
"Apa yang sedang kamu pikirkan sayang?" tanya wajahnya mulai menjaili aku lagi.
"Gak Ada!"
"Bohong!"
"Beneran!" ujarku dia terus memasang muka tengilnya.
"Ah, gak percaya!"
"Ya, udah terserah kamu."
Dia tertawa lepas, "Khas banget perempuan!" ucapnya.
"Ya ... Memang aku perempuan," balasku.
Sedetik kemudian dia menangkup wajahku, "Makasih sudah menjaga kehormatanmu untuk aku." ucapnya serius.
"Iya, udah seharusnya dilakukan setiap perempuan karena mereka hanya boleh disentuh dengan harga yang mulia," ujarku dia tersenyum manis.
"Janji selalu ada di sisiku, ya."
"Janji kita akan terus bersama sampai takdir yang memisahkan kita." Aku menunjukkan jari kelingking lalu dia raih dipautkan dengan kelingkingnya.
***
Seperti rencana kemarin kita bakal ke pantai Seminyak untuk menikmati keindahan pantai di sana sampai menunggu sunset.
Jarak tempuh antara Ubud ke pantai Seminyak memakan waktu satu jam lebih. Karna kami ingin sunset di sana. Jadi pagi ini kami berencana lebih dulu ke pasar Seni Ubud. Pasar yang menampilkan keberagaman karya yang menarik dan unik.
"Sayang, ini lucu kan?" Tunjukku pada Arhan sebuah gelang.
"Iya cocok kalo kamu pake."
"Oke aku ambil."
Langkahku berhenti lagi saat melihat tas, ini cukup unik.
"Ini bagus?"
"Kamu suka."
"Suka, tapi ... Bagusan mana ya dengan yang ini?" Aku jadi galau memilih yang mana.
"Dua-duanya bagus!"
"Satu aja yang paling bagus."
"Kalo kamu mau dua-duanya ambil aja yang!"
"Satu aja nanti gak ke pake sayang."
"Yaudah ini aja." Tunjuknya, aku diam sejenak lalu menggeleng, ini talinya terlalu kecil.
"Aku yang ini aja!"
"Kamu udah tahu pilihannya, kenapa harus tanya lagi pilihan orang lain?"
"Untuk memastikan aja pilihan aku ga salah!" ucapku sembari menyimpan tas satunya.
"Seribet itu ya perempuan?"
"Engga biasa aja."
"Aku kesebelah sana sebentar, ya."
Aku mengiyakan dia masuk ke tempat yang menjual barang pria seperti dompet dan barang lainnya. Sejak tadi dia hanya mengekor aku masuk ke tempat aksesoris perempuan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alahna (The End)
SpiritualMenikah satu kata yang belum terlintas untuk sekedar bayangan ada di hidupnya saat ini. Alahna bukanlah gadis yang bebas menentukan pilihan. Sebuah tanggung jawab besar sedang ditangguhkan pada pundaknya. Menguburkan mimpi menghidupkan mimpi orang l...