27. Keputusan

59 4 0
                                    


"Boleh kali ini aku egois, Lana!"

"Aku tidak akan menceraikanmu!"

"Kamu bilang apa?!" tanyaku lebih memastikan.

"Aku tidak akan pernah menceraikanmu!"

"Kenapa?!" tanyaku heran dan tidak terima.

"Maaf Arhan aku tidak bisa, jika alasanmu untuk mama, aku juga ingin kehidupan yang normal. Aku ingin bersama yang mencintaiku, bukan bertahan untuk alasan lain!" lanjutku.

"Kamu telah bersamai dengan orang mencintaimu!"

"Hah! Apa maksudmu?" Jaringan otak aku seakan melambat mencerna setiap kata lisannya.

"Dengar baik-baik, Lana! Aku mencintaimu! Aku sangat mencintaimu! Aku tidak bisa terus mengelak membohongi hatiku. Rasa itu tidak pernah berubah, walaupun berulang kali aku membunuhnya. Tolong jangan tinggalkan aku!"

Matanya kutatap penuh arti, aku mencari celah kalo kata itu hanya sebatas kata candaan. Tidak. Dia sedang tidak main-main. Matanya berkaca, dua bola matanya lekat menatap pupil mataku dengan jujur.

Masih dengan keterkejutan dia kembali membuatku berdiri mematung seakan semua sendiku terkunci tidak dapat bergerak. Dia melekakatkan kasih sayang dengan meringkus tubuhku dalam pelukannya. Debaran itu seakan menyatu, aku tidak bisa mengontrol jantung yang berpacu cepat.

"Arhan pengap!" ucapku saat pelukannya terlalu kuat.

"Maaf!" ucapnya melepaskan pelukan itu lalu menangkup dua pipiku. Matanya sejak tadi tidak melepas memandangi wajahku.

"Kamu tidak membalas perasaanku tidak apa, Lana. Aku hanya ingin sampaikan apa yang selama ini aku tahan!"

"Terserah kamu mau membeciku setelah ini, tapi jangan pernah pergi! Aku gak kuat!"

Bulir air mata mengalir yang sudah mengambang sejak tadi, Aku tidak kuat menahan lagi tangis sejak ungkapan cinta itu terdengar indah.

"Tidak ada yang perlu di benci. I love you more!"

Wajah sedihnya berbinar terang sampai mulutnya sedikit ternganga, mungkin tidak akan percaya aku membalas perasaannya.

"Kamu ..."

"Iya ... Aku sayang kamu Arhan!"

Dia kembali memelukku dan mengatakan, "i love you i love you too!"

Tawa riangnya terdengar indah seperti alunan musik memberi reaksi menjalar ke seluruh tubuh.

Seakan berita buruk yang menimpa kami hari ini, tidak memudarkan setitik rasa bahagia.

***

Rasa-rasanya sekelebat ingatan tadi terus memenuhi isi pikiranku, garis senyum tidak bisa lurus karena terus melengkung seperti bulan sabit.

Saat tiba di kantor aku memandangi orang-orang melihat ke arahku. Tatapan mereka lain seperti biasanya, namun menyapaku dengan ramah. Aku membalas dengan senyuman yang cerah.

Indera pendengaranku masih berfungsi dengan baik, bisikan kecil dari berapa orang terdengar jelas saat mereka membicarakanku.

"Pagi!" sapaku pada mereka langsung kikuk di tempat.

"P-pagi Bu!" jawab mereka sedikit kemudian sudah menghilang secepat kilat.

Mungkin terkesan aneh bagi setiap orang melihatku hari ini, baru muncul berita negatif tapi aku terlihat sangat bahagia, karna sejak melangkah masuk aku melempar senyuman ke semua orang yang lewat.

Bagi mereka petinggi di perusahaan ini tidak akan termakan berita itu, karna semuanya ikut menjadi saksi di acara pernikahan.

"Pak Davin?" Dia mendongkak menatapku yang duduk di kursi tunggu.

"Oh, bapak sudah lama?" tanyaku hari ini aku agak sedikit telat masuk kantor.

"Lumayan, bu. Ada yang ingin saya bicarakan!"

"Terkait laporan? Sudah saya bikinkan tapi belum saya tanda tangan, coba bapak cek dulu nanti."

"Mari pak masuk!" ajakku ke dalam ruangan.

"Nah, ini berkas laporannya silahkan di baca. Kenapa tidak diatur jadwalnya dulu jadi tidak perlu menunggu lama pak?"

"Saya sebenarnya tidak ingin membahas pekerjaan." ucapnya.

"Oh, ada hal penting lain yang ingin bapak sampaikan?" tanyaku menunggu jawabannya.

"Hmm ... Saya ingin memastikan tentang berita yang viral terkait_"

"Ah, saya paham. Bapak tidak perlu khawatir itu mengganggu pekerjaan saya, karna sebentar lagi akan di klarifikasi."

"Jadi tidak benar kamu istri Arhan! Syukurlah kalo begitu!"

"Hah!"

Responnya memunculkan tanda tanya di kepalaku. Aneh!

"Terkait itu ... Memang benar pak!" Dia langsung kaget melihat ke arahku. Sebenarnya pak Davin kenapa, datang tiba-tiba dengan tujuan tidak jelas.

"Kamu beneran sudah menikah dengan Arhan?! tanyanya memastikan lagi. Bahkan bicaranya sudah tidak formal sama sekali.

"Iya Arhan suami saya!"

"Kenapa kamu tidak langsung cerita saat saya tanyakan kemarin?"

"Kenapa saya harus cerita ke pak Davin?" tanyaku balik.

"Aneh aja terkesan menyembunyikan status pernikahan!" ucapnya aku mulai tidak suka.

"Maaf sekali pak jika bapak datang untuk membahas masalah pribadi saya, saya rasa itu terlalu lancang, karena saya tidak nyaman, apalagi ini adalah kantor." ujarku dia mulai menyerngit tidak senang. Terserah ucapanku membuat ia tersinggung.

"Baik kalo begitu, saya permisi!" ucapnya sebelum berlalu pergi.

Aneh! Sikap pak Davin cukup aneh. Kontras sekali terlihat dia suka hubunganku dengan Arhan.

Setelah mematikan ponsel, aku mengaktifkannya kembali. Satu video kembali viral pernyataan Arhan tentang pernikahan kami, bahkan dia mengunggah foto nikah di akun sosialnya, captionnya menghangatkan hatiku. Singkat tapi bermakna. 'Terimakasih sudah memilihku my wife, love you.'

Ratusan komentar dipostingan itu, Arhan juga menandai aku. Banyak mereka yang mau aku juga ikut bicara memberikan klarifikasi.

Karna aku bukan orang yang suka bikin video, aku menulis kata di insta story. Tak lama banyak yang komentar, aku hanya menarik satu untuk ku balas, Dinda.

"Jadi gimana keputusannya?"

"Kita tetap bakal ngelanjutin pernikahan!"

"Dengan semua kesepakatan yang kalian buat itu!"

"Engga lah, kita akan terus bersama forever!"

"Yakin? Awas bohong lagi Lo!"

"Iya dong, orang kita saling cinta!"

"Serius?!!"

"Hmm .... Kita udah bicarakan tentang ini!"

"Bagus kalo gitu, Na. Lo tahu ada sampai akun gue juga ikut di serang. Dongkol banget gue baca komentarnya!"

"Sorry ya, Din. Lo jadi keseret."

"Iya aman kok, Na."

________

Happy reading gess 🕊️








Alahna (The End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang