Pagi yang masih meninggalkan kesedihan, tentang mimpi dan kesalahan. Namun aku mengalihkan dengan lebih fokus pada pekerjaan. Takut kesalahan itu terulang lagi. Aku tidak ingin membuat papa kecewa.Ting..
Satu notif masuk, Arhan mengirim pesan, "Selamat ya, Lana. Desain kamu juara dua terbaik."
Hah, aku segera mencari beritanya. Perasaan bercampur aduk, antara senang dan sedih. Aku jadi menarik melihat semua dokumentasi fotonya. Sangat indah, pakaian itu sangat indah dikenakan oleh model-model profesional.
Banyak chat yang mulai masuk memberikan ucapan selamat. Aku memilih mendiamkan, dan melanjutkan pekerjaan. Walaupun harus berhenti setidaknya aku sudah mencoba dan memenangkan desainnya.
Setelah jam istirahat aku kembali ada pertemuan dengan pak Davin, untuk melanjutkan kembali pertemuan yang tertunda kemarin.
Berhubung waktu istirahat pak Davin mengajak untuk lunch bareng sekalian nanti lanjutkan pembahasan pekerjaan.
Kali ini pak Davin hanya sendiri ku kira bersama sekretarisnya. Aku mendekatinya, "Siang pak!" sapaku padanya.
"Siang," balasnya sumringah.
Aku duduk di hadapannya, "Bapak belum pesan?" tanyaku melihat meja masih kosong.
"Belum sekalian saja kita pesannya."
Lalu ia memanggil waiters untuk mendekat kemari."Mau pesan makan apa?" tanyanya.
"Sama-kan saja, pak," jawabku.
"Sebaiknya jika tidak lagi di kantor atau meeting, cukup panggil Davin saja, kita tidak perlu terlalu formal. Untuk lebih akrab."
" Oh, iya baik." Aku tidak mempermasalahkan.
"Kamu kenal Arhan?" tanyanya, aku tidak salah dengar.
"Kenal," jawabku singkat.
"Ada hubungan apa kamu dengan Arhan, sepertinya cukup dekat?" Loh, kenapa dia terus membahas Arhan.
"Iya, kita sudah kenal lumayan lama." jawabku sekenanya.
"Oh begitu!"
"Kamu sendiri kenal Arhan di mana ?" Jadi penasaran juga.
"Kita teman satu kuliah!"
Teman atau lawan, melihat sikap mereka saat bertemu kemarin. Tidak ada cerminan pertemanan sama sekali.
Aku hanya mengangguk kepala, lalu pesanan datang, pak Davin ini ingin sekali mengulik tentang aku dan Arhan, jadi ku alihkan pembicaraan ke arah lain.
Aku izin sebentar untuk sholat baru nanti di lanjutkan membahas pekerjaan.
Aku harus memutar karena jarak tempat ini dengan musholla agak jauh.
Namun sudah dekat dengan musholla aku memelankan langkah, saat mata kami bertemu. Jarakku sudah sangat dekat, dia sedang bersama seorang perempuan yang membelakangiku.
"Lana?"
Perempuan itu langsung membalikkan wajahnya melihat kearah ku juga. Cantik, rambutnya terurai panjang menyentuh pinggang, agak bervolume berwarna coklat. Wajahnya oval senyumannya cukup memikat.
"I- iya!" Aku jadi awkward sendiri di situ. Apalagi ada orang baru yang tidak aku kenal.
"Lo, Lana! Yang desain menang dua terbaik ya. Hai kenalin gue rafinka!"
ucapnya tiba-tiba mengenal aku, lalu mengulurkan tangan.Aku membalas, "Lana."
"Arhan tadi cerita tentang lo, katanya ada sepupunya yang menang juga di acara itu," jelasnya lagi. Membuatku tersenyum getir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alahna (The End)
SpiritualMenikah satu kata yang belum terlintas untuk sekedar bayangan ada di hidupnya saat ini. Alahna bukanlah gadis yang bebas menentukan pilihan. Sebuah tanggung jawab besar sedang ditangguhkan pada pundaknya. Menguburkan mimpi menghidupkan mimpi orang l...