Gelapnya malam tidak mampu meredupkan keindahan indahnya semesta, meskipun tidak dapat memandangi birunya laut, tapi deruan ombak di tengah bintang membanjiri langit, bulan yang telah menyempurnakan cahayanya. Membuat lisanku terus berdecak menyebut pujian pada sang pencipta.
Di hamparan pasir aku duduk berdampingan dengannya. Bohong jika aku tidak memikirkan perkataan Rafinka, walau aku menepis pekerkataannya tetap saja mengganggu konsentrasiku.
"Sayang?"
"Aku mau nanya sesuatu, boleh?"
"Apa itu?"
"Sebenarnya aku tadi ketemu Rafinka. Gak sengaja. Apa bener aku pernah nolak kamu saat SMA dulu?"
"Kenapa kamu menanyakan itu? Bukan seharusnya kamu sudah tahu ya!" jawabnya, hah kok bisa. Sejauh ingatanku aku tidak pernah mengenal yang namanya Arhan.
"Jadi benar? Dan kamu sakit hati sama aku? Kenapa aku bisa tidak ingat?" Aku malah bertanya pada diri sendiri.
Arhan mengernyit heran mendapati responku, "Mungkin karna saat itu namaku tidak dipanggil Arhan tapi lebih dikenal 'Rey' anak geng Astra."
"Geng Astra? Aku pernah dengar nama geng itu tapi aku tidak pernah ketemu kamu ya, apalagi cowok yang namanya Rey!"
"Kamu pernah amnesia sayang?" tanyanya aku menggeleng.
"Kamu sendiri yang menyebut namaku di radio sekolah dan menolakku mentah-mentah. Bahkan sebelumnya aku sering chat kamu."
"A-Aku?" tanyaku ragu dianggukkan Arhan yang bingung menatapku. Aku memutar kembali ingatan menolak cowok di radio sekolah. Yang benar saja! Ah itu kan_"
"Din, ada cowok ngechat aku terus! Aku malas balas gak kenal soalnya," ucapku pada dinda yang baru balik dari toilet.
"Siapa coba sini liat!" Dinda langsung menyambar ponselku.
"Astaga! Lana lo terlalu meladeni basa basi ini cowok. Dia bisa besar kepala ini. Harusnya langsung diblok kalo tidak ada kepentingan."
Dua hari setelah itu, lapangan mulai ricuh saat ada seorang cowok yang katanya salah satu cowok populer sekolah ingin mengatakan cinta.
Aku sangat menghindari hal yang seperti itu, saat itu aku kebetulan ada di ruangan penyiar bersama dinda tidak terusik untuk keluar. Atau sekedar tahu siapa yang mau di tembak.Sampai seorang teman sekelasku masuk memberitahukan sesuatu yang membuat kami terbelalak!
"Siapa cowok itu?" respon dinda cepat. Sedangkan aku masih syok.
"Rey anak IPS, klub Astra!"
"Dia! Sama sekali tidak cocok untuk Lana!"
Dinda langsung mengaktifkan siaran yang bisa didengar satu sekolah!
"Rey ... yang namanya Rey lo ditolak. Jadi stop buat ngedeketin apalagi buat ngatain cinta pada Alahna. Lo ingat itu, lo itu jauh dari kriteria yang ditetapkan. Jadi lebih baik bubar!" ucap dinda tegas aku menganga melihat tingkahnya.
"Din, lo bikin anak orang sakit hati namanya!"
"Emang lo mau sama dia!"
"Ya enggak lah tapi setidaknya ditolak baik-baik, jangan kayak gitu bikin malu dia."
"Itu kosenkuensi dia ngapain nyatakan cinta di tengah lapangan!"
"Dinda!" ucapku Arhan tidak paham.
"Kenapa jadi Dinda?"
"Jadi sebenarnya itu Dinda sangat sensitif setiap ada cowok ngedekatin aku. Dia bakal benar mencari tahu orangnya seperti apa. Dia punya masa lalu yang tidak baik karena itu dia sangat pemilih setiap ada cowok dekat dengannya walaupun sebatas teman dan hal itu juga diberlakukan untukku! Jadi yang di radio itu adalah Dinda. Aku minta maaf kalo kamu sakit hati dengan perkataannya."
"Serius?" tanya masih tidak percaya.
"Iya sayanggg!"
"Katanya kamu kenal aku masa suara aku tidak bisa dibedain?"
"Aku belum pernah bicara langsung denganmu Lana, jadi aku tidak tahu suara kamu seperti apa. Aku hanya sering melihat kamu dari jauh!"
"Pantaslah!"
"Tapi ... saat itu kamu sendiri menolak aku, tanpa melibatkan Dinda?"
"Yap ... prinsip aku tidak pacaran aku tidak mau buang waktu untuk hal yang tidak ada faedahnya. Aku tidak ingin menjaga jodoh orang lain!"
"Padahal aku sangat populer saat itu!"
Aku tertawa kecil, "Sampai sekarang kamu masih populer, kamu lupa!"
"Tapi tidak berhasil membuat kamu menyukai aku masa itu!"
"Hmm ... sebenarnya kami kenal kamu saja enggak, gimana sukanya!"
"Hah! Beberan! Gimana bisa!"
"Ya ... Bisalah!" balasku.
"Jadi kamu udah kenal aku saat kita bertemu di lift?" Aku kira itu pertemuan kita yang pertama kali! Sikap kamu dingin banget!" Masih teringat cara dia menatapku atmosfernya bikin udara di sekeliling mendadak dingin.
"Aku cukup syok saat bertemu kamu setelah lamanya menghilang."
"Perasaanku langsung tidak karuan!"
"Tunggu ... tunggu! Apa orang kamu cintai dari dulu sampai sekarang itu aku?" Ingatanku masih cukup jelas saat ia mengatakan masih mencintai perempuan yang sama sampai detik ini.
Arhan melihat mataku, "iya kamu orangnya."
"Terus kenapa kamu bersikap seakan sangat membenci aku?"
"Karena ... Aku memilih mengatakan cinta padamu dibanding menolong temanku yang jelas membutuhkan pertolonganku saat itu. Karna perasaan aku yang menggebu padamu aku mengabaikannya. Pada akhirnya aku tidak dapat apapun selain kehilangan dan perasaan bersalah. Aku merasa kamu salah satu penyebab aku kehilangan dia!" jelas Arhan saat udara mulai dingin menusuk kulitku.
Mendengar ucapannya aku jadi yang merasa bersalah. Aku merekatkan kedua tangan menahan dingin dan perihnya penjelasan Arhan.
"Maafkan aku sayang!" ucapku saat setetes air mata jatuh.
"Kamu tidak bersalah Lana, justru aku harus minta maaf karna memperlakukanmu tidak baik dan menganggapmu tidak ada. Padahal kamu tidak apapun perihal itu." Tangan langsung menyeka air mata di pipiku.
"Tapi kata Billa kamu akhirnya pindah ke pesantren?"
"Benar, aku ingin melupakan semuanya, termasuk menghindari untuk berjumpa dengan kamu."
"Segitunya, ya."
"Iya. Apa itu mantan kekasihnya Rafinka?" tanyaku mengingat Arhan terus menjaganya.
"Benar dia menitip pesan sebelum dia pergi, untuk selalu menjaga Rafinka. Tapi sekarang aku sadar aku tidak bisa selamanya memprioritaskan dia, di saat aku punya kehidupan sendiri. Kamu benar sudah saatnya ia mandiri dan bahagia untuk hidupnya!"
"Maaf, aku boleh tahu dia meninggal karna apa?"
"Vano adalah anak yatim piatu ke dua orang tuanya meninggal karena kecelakaan saat ia kecil. Dia diasuh oleh pamannya. Namun saat itu rumahnya lagi kosong kecuali satu pembantu yang berhasil keluar rumahnya saat kebakaran sedangkan ia terjebak tidak bisa keluar."
"Kebakaran? Kenapa bisa?"
"Polisi sudah menyelidiki, katanya akibat tabung gasnya bocor, pembantunya yang selamat sempat mencium aroma gas, sebelum api itu melahap setiap jengkal rumahnya." Aku bisa melihat kesedihan yang mendalam saat ia menceritakan ini.
"Maaf aku bikin kamu jadi mengingatnya lagi," ujarku.
"Berhenti minta maaf kamu tidak salah!" katanya sebelum memelukku memberi kehangatan.
"Makasih untuk semuanya sayang, makasih sudah mencintaiku dari dulu!"
"Aku yang harusnya mengucapkan itu, kamu tidak tahu bagaimana bahagianya saat kamu membalas perasaanku. Setelah enam tahun yang lalu aku menanti moment itu."
"Mmm ... Kamu bikin aku baper". Dia semakin mengeratkan pelukannya.
_______
Happy reading 🕊️
KAMU SEDANG MEMBACA
Alahna (The End)
SpiritualMenikah satu kata yang belum terlintas untuk sekedar bayangan ada di hidupnya saat ini. Alahna bukanlah gadis yang bebas menentukan pilihan. Sebuah tanggung jawab besar sedang ditangguhkan pada pundaknya. Menguburkan mimpi menghidupkan mimpi orang l...