Matahari terasa panas, cahayanya merasuki memenuhi celah kamarku. Aku masih bergelut dalam selimut, rasanya sangat malas untuk bangun. Baru kemarin senin, sekarang sudah masuk weekend lagi. Waktu sekarang berjalan terasa tanpa jeda, sangatlah cepat. Kelender di atas nakas menarik perhatian aku, yang baru saja bangkit mengumpulkan nyawa. Hari ini tanggal 20 Maret 2024. Aku mencoba mengingat dengan tanggal itu, seperti ada sesuatu. Ah, ya ampun hari ini ulang tahun mama.
Kesadaran aku kembali sepenuhnya, aku langsung bangun, bersiap untuk ke sana. Ternyata papa juga mengirimkan aku pesan, nanti malam papa mau buat kejutan.
Setelah kupastikan semua sudah oke. Aku hendak memesan taksi online. Namun pergerakanku terhenti saat terlintas nama Arhan. Papa sudah mewanti kalo Arhan harus ikut kalo balik ke rumah. Apalagi di hari spesialnya mama. Sebenarnya aku malas sekali mengajaknya.
Jika kalian pikir setelah Arhan sakit kemarin, hubungan kami sudah mulai ada peningkatan. Kalian salah besar. Nyatanya Arhan lebih sering tidak pulang, bahkan setelah kesembuhannya. Kita berjumpa hanya sekali itupun saat ada barangnya yang tertinggal di rumah. Mirisnya lagi tidak ada kata ucapan terimakasih, setelah tiga hari aku merawatnya. Walaupun aku tidak pernah menuntut itu.
Aku menatap ragu ponsel yang tertera nama Arhan, aku sedang menimbang menelponnya atau tidak. Akhirnya aku memilih menelpon, setelah berapa panggilan, suara itu terdengar juga.
"Halo ... Ada apa?" tanyanya to the point.
"Lagi di mana? Aku mau ke rumah mama."
" Ya, tinggal pergi."
"Tapi, papa minta kamu. Ikut juga!" ucapku malas.
"Aku tidak bisa!"
"Sibuk?"
"Ya!"
Panggilan dimatikan sepihak. Membuatku menghirup oksigen yang banyak. Darahku seakan ingin meluap, dengan emosi yang aku tahan. Sesusah itu apa, mengajak orang spesies seperti Arhan. Kesibukan apa coba di hari libur.
Pada akhirnya aku memutuskan untuk berangkat sendiri. Tidak peduli ada Arhan atau tidak. Sebuah mobil yang kupesankan sedari tadi, akhirnya datang.
Ternyata papa sudah menyiapkan semuanya. Mama sengaja di suruh keluar. Jadi ruangan ini bisa didekor sedemikian rupa cantiknya.
"Papa!"
panggilku padanya yang sedang menempel balon warna silver tulisan happy birthday ."Lana kamu sudah datang,"
jawabnya antusias, melihat kehadiranku."Ya, pa. Lihat aku sudah mempersiapkan kado buat mama," ucapku sembari mengangkat paperbag tinggi.
Sebelum ke sini aku singgah disalah satu toko tas yang paling terkenal kualitasnya yang ada di kota ini. Sudah sejak lama mama, mengincar tas model seperti ini namun selalu sold, memang tidak persis tapi hampir sama bahkan menurutku ini jauh lebih bagus.
"Kamu sendiri? Arhannya mana?"
"Belum bisa ikut, pa. Arhan lagi sibuk."
"Tapikan ini hari libur."
"Ya, ada kerjaan yang ga bisa di tunda, pa. Mungkin karena kemarin sakit. Jadi banyak kerjaan yang ga ke handle."
Untungnya papa tidak memperpanjang pertanyaan mengenai Arhan. Mempercayai apa yang aku katakan. Karena aku tidak tahu dia lagi sibuk apa dan dia di mana.
Hari mulai gelap. Tidak lama lagi mama akan sampai. Aku menunggu di depan. Benar saja tidak lama dari itu sebuah mobil putih masuk pekarangan rumah, dan berhenti di garasi. Aku mengintip di balik gorden langsung lari terbirit bersiap kejutan untuk mama.
Pintu terbuka perlahan, sosok perempuan melangkah masuk sembari mengoceh sepanjang jalan, mendapati semua ruangan gelap dan terus memanggil orang di rumah, tidak ada jawaban, "Ini pada kemana, sih. Jam segini belum dinyalakan lampu ... Papa ... Surti ? Mama memanggil papa dan bi Surti yang sudah bergabung sama kami, "Pa ..."
Langkahnya terhenti di tempat.Surprise....
Happy birthday ... Too you ...
Happy birthday day ...
Ruangan itu kembali terang, kami meneruskan nyanyian sampai selesai. Mama terkejut melihat itu semua, ia diam sejenak lalu bibir tertarik ke atas, dan lalu terkekeh kecil, karna papa sejak kemarin sengaja bersikap acuh dan menyuruh mama bertemu klien di hari libur yang tempatnya lumayan jauh. Hanya untuk mengalihkan perhatiannya. Dengan segela perasaan jengkel mama mengikuti kemauan, papa. Yang katanya tidak bisa ikut dengan pura -pura sakit.
Kami merayakan tanpa lilin, karena itu hal tidak di anjurkan dalam Islam. Papa mengeluarkan buket mawar merah yang cukup besar yang sedari tadi di sembunyikan. Tanganku sibuk memegang ponsel merekam momen indah itu.
Tangisan haru. Mama tidak bisa menyembunyikan kebahagiannya. Papa dari dulu sampai sekarang selalu romantis. Aku ikut terharu di tempat.
"Terimakasih, sayang." Lalu memeluk papa bahagia, tangan kirinya memegang buket. Bibirnya tidak pernah berhenti tersenyum.
Suami seperti ini yang aku idamkan. Setetes air mata lolos begitu saja.
"Ma, aku juga punya ini untuk, mama. Barakallah ya, ma," ucapku menunjukkan hadiah yang sudah aku siapkan tadi.
Mama memelukku sebelum mengambil paperbag nya.
"Sayangnya, mama. Terimakasih." ujarnya lalu mengecup dahiku.
"Wow ... Ini kan_" mama ga bisa mengucapkan katanya lagi.
Dia malah kembali memelukku.
"Iya, ini tas spesial buat mama. Mama suka, kan?"
"Tentu sayang. Ini tas yang udah lama, mama mau."
Setelah itu kami makan kue bersama, termasuk bibi juga ikut menikmati kuenya. Momen ini juga di abadikan. Bibi jadi fotografer dadakan.
"Oh, ya Lana. Kok Arhan ga ikut?" ucapnya setelah menyadari Arhan tidak ada di sini.
"Arhan belum bisa ikut, dia lagi sibuk. Maaf ya, ma."
"Sayang sekali. Tapi yang sudah tidak apa. Insyaallah ke depannya di beri umur panjang kita bisa merayakan lagi." Aku tersenyum mendengarnya.
Entah saat itu dia masih menjadi suami aku atau tidak.Malam itu aku memutuskan tidur di sana. Bahagianya. Aku bisa kembali tidur di kamar kesayangan aku. Aku merebahkan diri di kasur. Nyaman sekali. Aku membuka ponsel, tanganku berselayar bebas di sana. Beberapa foto tadi aku post di instastory.
Tanganku tidak sengaja membuka story Arhan di aplikasi hijau. Storynya berada paling atas. Oh, ternyata dia lagi ada pemotretan sebagai ambasador salah satu produk pakaian yang cukup bermerek. Se-populer itu. Tapi kenapa aku tidak mengenalnya. Kalo bukan saja sekarang dia menjadi suami aku.
"Huhuhu ... Kok ga diajak lagi buat ngerayain! Si paling lupa sama sahabat!" Satu balasan chat masuk, siapa lagi kalo bukan Dinda. Anak ini padahal jelas dia lagi ke Singapura.
"Orang sibuk susah buat diajak!"
"Eh, kabarin, kek. Gue bisa pulang!" balasnya lagi mengirim emoji marah.
"Hahaha sorry, Din. Aku juga baru ingat tadi."
"Lo memang kertelaluan!!"
Tidak lama ponsel aku berbunyi. Aku mengangkatnya. Wajah cemburutnya langsung terlihat jelas di sana.
Dia terus mengomel. Aku hanya menjawab dan sesekali tertawa. Dan panggilan itu berlanjut sampai membahas beberapa topik hingga aku ketiduran.___________
Cerita Apdate gess
Jangan lupa baca yaa🫶🫶
KAMU SEDANG MEMBACA
Alahna (The End)
EspiritualMenikah satu kata yang belum terlintas untuk sekedar bayangan ada di hidupnya saat ini. Alahna bukanlah gadis yang bebas menentukan pilihan. Sebuah tanggung jawab besar sedang ditangguhkan pada pundaknya. Menguburkan mimpi menghidupkan mimpi orang l...