BAB 15

18 2 1
                                    

Hari Showcase Talent

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hari Showcase Talent.

Sebagai kapten, aku bertanggung jawab untuk mengurus anggota yang terkena gangguan panik. Mereka gugup luar biasa karena mengaku baru pertama kali tampil di sebuah event. Aku sudah memberi mereka beberapa cara agar bisa percaya diri dan menghilangkan kegugupan. Sepertinya cara itu cukup ampuh untuk mereka.

Sementara aku, jauh dari yang bersedia aku akui, aku pun sama gugupnya. Terlebih setelah pengalaman atraksiku yang disabotase, sejenak membuatku ragu akan solidaritas timku. Namun, itu adalah prasangka yang terlalu buruk kepada mereka mengingat selama ini mereka sudah menerimaku dengan baik. Walau mereka mengenalku sebagai Keesra.

Cheera, Moe dan Jimzi datang untuk mendukung—tentu saja Jimzi terlihat setengah hati.

"Semangat ya, Kee!" seru Moe.

"Lo bisa bawa tim cheerleader sekolah kita ke acara kaya gini itu udah luar biasa banget!" Cheera memberi pujian, yang ditanggapi dengusan samar oleh Jimzi.

Aku meliriknya dan dia menyadarinya. Karena itu, dia mengatakan, "Berlebihan, padahal cuman event amal doang. Dasar murahan."

Dipastikan Cheera dan Moe terkejut mendengarnya, sementara Jimzi tidak peduli telah menghinaku yang dia kenal sebagai Keesra secara terang-terangan.

"Jimzi kok ngomong gitu?" Cheera tak menyangka. "Jahat banget!"

Mata Jimzi memutar, memberi kesan malas dan semacamnya. "Gue nggak mau lagi mendam pandangan buruk gue ke dia."

"Tapi, Jimzi—"

"Udah, Che, ntar kita ribut lagi." Aku menyela, sebelum keadaan menjadi runyam, karena khawatir bisa mempengaruhi pikiranku saat tampil nanti.

Sedangkan Moe hanya bisa diam. Dia tidak pernah memiliki keberanian untuk membela siapa-siapa, karena posisi Moe di antara kami tertekan oleh Jimzi dan Keesra.

"Keesra?" Satu suara menginterupsi kami semua.

Saat aku menoleh, aku tak dapat menyembunyikan reaksi terpengarahku. Adair. Cewek setengah bule itu menghampiriku dengan setelan cheerleader yang dulu pernah kukenakan juga. Tangan kirinya mengenggam dua pompom, dan senyumannya saat menyapaku terlihat kurang bersahabat.

"Nggak nyangka kita ketemu di sini. Gue lihat-lihat, kayaknya lo juga tampil?" tanyanya.

"Iya."

"Okay, good luck!"

Setelah mengatakan itu, Adair kembali ke anggota timnya sambil sesekali curi-curi pandang ke arahku. Melihatnya di sini dan akan menjadi sainganku, aku jadi kehilangan setengah semangatku.

"Kenapa nggak seneng gitu mukanya?" tanya Jimzi, penuh selidik.

"Ya kali gue mesti seneng setelah dihina lo?" Aku membalas, membuat Jimzi kicep.

Why Do I Do This? [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang