"Kurang ajar Keesra. Dia bikin aku di situasi blo'on nggak tahu apa-apa." Saking bingungnya, aku menggigiti kuku—reaksi alami—di depan cermin toilet.
"Minimal aku dikasih flashback dia, kek!" Kali ini aku menjambaki rambutku saking frutrasinya.
Baru hari pertama, tapi aku sudah kesulitan beradaptasi dan menjalani kehidupan sebagai Keesra. Jika begini, misi mencari pengkhianatnya akan jauh lebih sulit dari pada mencari jarum di dalam tumpukan jerami.
Seharusnya, akan lebih mudah menyelidiki kematiannya. Bukan pengkhianatnya saat dia masih hidup begini. Bukan berarti aku sangat menerima kematiannya, hanya saja—entahlah, aku kehilangan jejak pikiran.
Saat seseorang memasuki toilet dan terlihat ragu hendak pergi ke wastafel, aku menatapnya. Tatapanku agaknya membuatnya gentar.
Kepribadian lo pasti jelek banget ya, Kee. Sampai membuat seseorang tidak berani dekat-dekat dengannya, seolah itu bisa saja menimbulkan masalah.
"Kran airnya di situ mati. Pakai yang di sini aja," kataku kepadanya, lalu memutuskan untuk pergi.
Masa bodoh jika memberi usulan tentang kran air pun bukan sifat Keesra. Karena dia begitu egois dan seenaknya, aku juga berhak memiliki wewenang atas kehidupannya, untuk bersikap sebaliknya dari sifat aslinya.
Saat aku keluar dari pintu toilet, tangan seseorang mencekal pergelangan tanganku. Aku terkejut mengetahui Moe yang melakukannya.
"Lo nyusul dan nungguin gue di sini?" tanyaku. "Sejak kapan?"
"Belum lama sih. Gue khawatir sama lo. Lo baik-baik aja, kan?" Memang jelas kekhawatiran di wajahnya.
Namun, aku sama sekali tidak terkesan, toh yang dikhawatirkan ialah Keesra, bukan jati diriku yang berada di dalamnya. Tapi aku jadi kepikiran, apakah Moe mengkhawatirkan keadaanku seperti dia mengkhawatirkan Keesra?
"Lo kaya lagi banyak pikiran," katanya. "Lo mikirin gosip itu, ya?"
Ya Tuhan, gosip apaan?
Apakah akan epik aku menanyakan gosip yang kedengarannya sih diketahui oleh Keesra? Karena sampai Moe menduga gosipnya mempengaruhi pikiran Keesra.
"Kamu kelihatan nggak nyaman di dekat Jimzi sama Cheera," kata Moe lagi.
Memang.
"Gosip yang mana, ya? Akhir-akhir ini gue lagi banyak dengar gosip soalnya." Aku mulai bersedekap dada, bersandar di tembok toilet sambil menatap Moe—menunggu dia menjawab.
Sebelum Moe menjawab, perhatian kami sama-sama teralihkan oleh murid tadi yang melewati kami, tapi itu tidak penting. Dan baru saja terdengar helaan napas dari Moe.
"Soal Jimzi sama Cheera yang ngomongin lo di belakang."
Mereka memang terlihat seperti itu. Teman bermuka dua, tapi aku tetap saja kaget. Tapi jika ada gosip seperti itu, kenapa sikap Jimzi dan Cheera sejak tadi seolah tidak terjadi apa-apa? Aku pikir hal itu akan merenggangkan hubungan kami semua. Atau sebenarnya iya, tapi karena aku tidak tahu, mungkin justru aku yang membuat keadaan seolah tidak ada apa-apa.
"Oh yang itu...." Aku membiarkan tanggapanku menggantung.
Moe terus berucap dengan nada ragu dan hati-hati. "Lo nggak percaya, kan? Gue harap gosip itu nggak akan bikin hubungan kita renggang."
"Gue punya alasan buat nggak percaya?" tanyaku.
Mata Moe melebar, "Lo tau sendiri kan banyak yang nggak suka sama kita terutama lo. Jadi banyak yang bikin gosip ngada-ngada biar pertemanan kita hancur."
KAMU SEDANG MEMBACA
Why Do I Do This? [END]
Narrativa generale[BACA = FOLLOW] BY: Khrins ⚠️Belum direvisi! Start: Ada bukti tanggal pembuatan!!! ━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━ Seorang flayer cheerleader mengalami koma setelah atraksinya disabotase oleh rekan timnya-dia didatangi oleh seorang gadis misterius yang menaw...