Memang sih, aku tidak melihatnya, jadi Nero masih cukup berahlak untuk tidak membuatku melihatnya membuang bunganya. Namun, dia membuangnya di tempat sampah depan kelas. Tong sampah terbuka lebar, yang mana akan mudah bagiku untuk melihat bunga tersebut dibuang.
Aku terdiam beku. Tanganku yang memegang pengki dan sapu mengudara.
"Gue lihat Nero buang itu kemarin," ucap Moe. Dia yang ikut piket pagi ini bersamaku hendak pergi ke toilet untuk mencuci pel.
Akhirnya, aku melanjutkan niatku, membuang sampah di pengki ke tong sampah tersebut sehingga menumpahi bunga itu yang sudah layu.
"Dia ini beneran pacar gue bukan sih?" Aku mulai bertanya-tanya, tanpa khawatir pertanyaan itu akan terdengar aneh.
"Dia kaya nggak nganggap lo sih selama ini. Buat orang-orang baru, mereka pasti nggak akan ngira kalau kalian pacaran," jawab Moe. Akibat meladeni pertanyaanku, dia jadi urung pergi.
"Kenapa gitu, ya?" tanyaku lagi-lagi, ingin memanfaatkan fokus Moe yang terhanyut atas obrolan kami yang agaknya tidak akan mendeteksi keanehan jika ada.
Moe berdiri, kedua tangannya bertumpu di atas ganggang pel, sementara kepalanya bertumpu di atas tangannya. Wajahnya yang menerawang mencoba menjawab sambil mengingat.
"Karena lo yang nembak kali, ya?"
Informasi itu nyaris membuatku mejatuhkan pengki dan sapu saking terkejutnya. Aku langsung mendekati Moe, sementara dia tersentak dan menegakkan cara berdirinya. Dari wajahnya mulai muncul kekhawatiran, mungkin takut ucapannya menyinggung Keesra.
"Gue yang nembak, ya?" tanyaku. Wajar sih di era sekarang, apa lagi orangnya kaya Keesra.
Melihat anggukan Moe terlihat ragu-ragu, aku menambahkan sambil mengibas-ibaskan kedua tangan, mencoba menenangkan diri.
"Kadang gue suka lupa kalau gue yang nembak. Bahkan lupa semuanya, gimana sih ceritanya?"
"Lupa?" Moe memiringkan kepala ke arahku, memastikan apa yang didengarnya.
Aku mengangguk. "Iya. Lupa itu manusiawi, kan?"
"Iya sih, tapi gue rasa itu kaya iconic banget, jadi nggak mudah dilupain bahkan sama orang-orang yang menyaksikannya."
"Oh banyak orang yang lihat?" Aku mulai panas dingin. Padahal yang sedang diomongin itu Keesra, kenapa efek malunya bisa kurasakan?
"Ceritain dong, yang rinci," pintaku. "Kaya reka ulang adegan gitu."
Kepala Moe mindik-mindik, mimik wajahnya antara bingung, ragu dan semacamnya. "Eh?"
"Gue lupa, serius deh." Aku yakin Moe biasanya tertekan dengan aura Keesra, yang seolah bisa memprogram Moe secara otomatis untuk menurutinya.
Sudah diberi petunjuk soal karakter Keesra membuatku mudah berkesimpulan tentangnya.
Ragu-ragu Moe mulai membuka suara. Awalnya kalimatnya patah-patah dan tergugu, tapi saat melihat anggukan dariku, dia pun menceritakannya dengan baik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Why Do I Do This? [END]
Narrativa generale[BACA = FOLLOW] BY: Khrins ⚠️Belum direvisi! Start: Ada bukti tanggal pembuatan!!! ━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━ Seorang flayer cheerleader mengalami koma setelah atraksinya disabotase oleh rekan timnya-dia didatangi oleh seorang gadis misterius yang menaw...