Sabtu siang yang cukup panas, kelas XI IPA 2 pun yang aura nya aur-auran terasa tiga kali lipat lebih panas dari yang dirasakan kelas lain.
AC kelas tidak ada harga dirinya, kipas angin mendadak menjadi primadona saat ini. Posisinya di jadikan rebutan, tak jarang ada yang menaiki meja hanya untuk mendapatkan angin lebih.
"WOY YANG DI ATAS MEJA! TURUN DONG! KITA JUGA BUTUH ANGIN!" Teriakan salah satu anak kelas tidak diindahkan sama sekali oleh tiga pelaku, siapa lagi kalau bukan Abimanyu, Dimas, dan Chiko.
Lho, kemana Dian?
Anak itu sudah berpetualang di alam mimpinya sejak tadi.
Mahesa yang melihat tidak ada itikad baik dari tiga orang yang di tegur, akhir nya memilih untuk turun tangan langsung, sebagai ketua kelas yang baik "bapak-bapak yang terHORMAT, mohon pengertiannya sedikit, ya. Ini yang kepanasan bukan cuma bapak bertiga, yang lain juga udah hampir mokad ini"
"Berdiri aja di depan AC" jawab Abimanyu enteng, suaranya terdengar syahdu terbawa angin kipas.
"HEH BUJANG LAPUK! KALAU TU AC KAGAK RUSAK! KELAS KITA GAK BAKAL SEPANAS JAHANAM SEKARANG!" Mahesa terpancing emosi nya.
Dimas menoleh sejenak "Yaudah sih, jendela juga kebuka lebar itu" ucap nya penuh santai.
Saat mulut Mahesa ingin kembali melancarkan serangan, suara seseorang lebih dulu menyela.
"Manusia serakah kaya lo bertiga ini harusnya udah punah sekarang"
Abimanyu membalikkan tubuh, suara musuh bebuyutan nya beberapa hari ini terdengar memasuki telinga, alarm perang mulai menyala di atas kepalanya.
"Nenek lampir kepanasan, ya?" Abimanyu bertanya dengan wajah mengejek pada Hani.
"Manusia berotak harusnya tau gimana cara memperlakukan manusia lain, setingkat kipas angin aja lo bisa korupsi, apalagi uang negara" jawaban pedas Hani berhasil membuat kelas riuh akan sorakan. Tontonan gratis Sabtu siang ini.
Abimanyu meletakkan kedua tangannya di pinggang "Manusia bijak karna otak, tapi lo malah sebaliknya, miris gue" pemuda itu tersenyum remeh pada gadis yang wajahnya memerah menahan amarah "penilaian lo tentang manusia lain bisa jadi boomerang untuk diri lo sendiri nanti. Otak lo harus di biasakan untuk lihat keadaan sebelum nilai orang dengan gaya sok bijak lo itu."
"Gak ada yang sok bijak disini, gue nilai apa yang gue lihat, dan itu hak gue. Lo gak ada hak untuk larang gue tentang penilaian terhadap orang lain"
"Haduhhh ini perlu panggil Hotman Paris gak sihh?" Dian sudah stand by berjongkok di atas kursinya. Memperhatikan perdebatan tentang otak-otak yang tidak masuk otaknya. Berbelit-belit perdebatan mereka.
Abimanyu terkekeh pelan "dasar cewek, masalah setingkat kipas angin bisa lo bikin sebesar pembunuhan berencana anggota polisi, ya."
Pemuda itu kemudian melompat dari atas meja, mendarat dengan sedikit tidak mulus karna terpeleset, beruntung Dimas menahan tubuhnya agar tidak jatuh dan menahan malu.
Dengan santai, Abimanyu berjalan mendekati meja Hani yang berada di barisan ketiga. Pemuda itu menatap dengan remeh siswi baru yang dinilai cukup sarkas dan berani terhadap nya.
"Anak baru paling belagu" Tangan Abimanyu yang menunjuk tepat di kening Hani dengan cepat gadis itu tepis.
"Kenapa? Lo takut sama anak baru?" Hani berdiri dari kursinya, menatap lekat wajah menyebalkan didepannya
"disini belum pernah ada yang berani nantang pembully kaya lo gini?"Wajah Abimanyu pias seketika, berbanding terbalik dengan Hani yang tersenyum simpul, merasa menang hanya dengan apa yang ia ucapkan.
"Sampah masyarakat, beban negara, kelakuan semena-mena lo itu buat kelas ini terasa kayak tempat sampah"
KAMU SEDANG MEMBACA
Semesta Yang Sama
Fanfiction5 sekawan 1000 masalah 1 solusi ~Semesta Yang Sama~