Pagi ku cerah
Matahari bersinar
Ku gendong tas merah ku, di pundak"Gunanya lo hidupin tu lagu, apasih?" Abimanyu menggosok telinganya yang terasa panas mendengar lagu yang di putar Dimas.
"Ini hari Senin btw" Jawab Dimas diluar topik.
"Hubungan nya?"
Dimas tersenyum lebar "Waktunya sholawat" seketika lagu yang masih terputar tadi diganti menjadi sholawat pagi hari yang di ambil dari YouTube.
Dian, Saka dan Chiko datang dari arah toko peralatan sekolah. Masing-masing memegang kertas karton hitam yang di pesankan oleh anggota kelompok masing-masing, sebab mereka tak bisa di harapkan selain membeli karton.
"Assalamualaikum, Wak haji" Sapa Dian sambil mengangkat salah satu tangannya khas seperti para bapak-bapak yang bertemu teman.
Dimas dan Abimanyu membalas lambaian Dian, dengan kompak menjawab "Salam ya Habibi"
"Masha Allah Habibi, ahlan wa Sahlan"
Saka memakai helm nya, meninggal kan percakapan unfaedah di Senin pagi ini. Ia menarik kerah belakang baju Chiko saat merasa Chiko mulai terkontaminasi oleh trio slibaw berbahaya itu.
"Lo gak usah ikutan" desis Saka penuh ancam.
Abimanyu mendengar apa yang Saka ucapkan, maka ia mengangkat salah satu tangannya dan menggeleng kan kepala seperti orang India yang sedang berbicara "Ya Habibi, Habibi satu ini tidak di beri izin ibunya untuk bergabung bersama kita, Habibi"
"Hayya-" Belum sempat Dian menyelesaikan kalimatnya, kepala nya telah lebih dulu di beri tepukan kasih sayang oleh Dimas hingga berbunyi 'plak'
"Itu China btw" Ucap Dimas tanpa dosa.
"Ya Chiko kan China, anjir!"
Chiko merotasi kan matanya, sumpah, kalau sedang tidak sariawan saja, bisa di pastikan akan terjadi adu bacot antara Chiko vs Trio slibaw gak waras itu.
"Hayya, oe lupa a" Dimas menepuk jidat Abimanyu tanpa beban, Abimanyu yang tidak terima balas memukul jidat Dian. Terus seperti itu hingga Saka menarik gas avanza dengan kencang, hingga tubuh mereka terhuyung ke belakang.
"LO TUH BISA GAK KALAU NGEGAS PELAN-PELAN!" Teriak Trio slibaw kompak.
Saka menaikkan kaca helm nya, walau percuma, karna kaca itu jatuh lagi sedetik kemudian "Kalau pelan-pelan bukan ngegas namanya"
"Dua tiga mangga muda, bener juga" seloroh Dian.
Abimanyu memperhatikan Chiko dengan seksama, memicingkan mata saat memperhatikan fitur wajah temannya itu, lalu mendesis sambil menggeleng.
Yang di perhatikan memicing mata curiga, mendesis pelan karna perih sariawan yang menyerang mulut nya. Ingin rasanya menampol wajah tengil Abimanyu.
"Afa?!" Tanya Chiko akhir nya dengan suara tidak jelas.
Abimanyu menggeleng pelan sambil membenarkan helm kebesaran di kepalanya "Tidak afa-afa"
"Afakah kamu faik-faik saja" Dimas ikut-ikutan, ia berpindah posisi dari jok motor dan duduk di atas papan Avanza "Kami ferhatikan-"
"Bisa biasa aja gak ngomong nya?" Chiko naik pitam akhir nya, dengan grasak-grusuk ia berpindah ke jok motor dan memeluk Saka yang sedang bertugas mengendarai Avanza pagi ini "Bawa aku pergi dari mereka, mas"
"Lima detik dari sekarang gak lo lepas, gue jamin kita di bopong ambulan masuk ruang mayat!" Ancam Saka tidak main-main. Dengan begitu saja, Chiko melepas pelukannya pada Saka.
Di sela perjalanan menuju sekolah, tidak ada keheningan yang menghinggapi mereka. Abimanyu, Dian, dan Dimas terus meramaikan jalan yang telah ramai dengan nyanyian random mereka. Kadang sholawat, kadang dangdut, kadang koplo, kadang Aespa.
Aaa Body Bang
Saat lirik itu terdengar Abimanyu dan Dian nyaris berdiri di atas becak yang mereka tumpangi jika saja Dimas tidak menarik celana mereka berdua.
"Lo berdua refleks nya jangan bahaya gitu, dong!" Sungut Dimas kesal.
"Sumpah bjir badan gue refleks mau ngedance, su su Supernova" heboh Abimanyu, posisinya duduk, tapi tubuhnya bergerak lincah mengikuti alunan lagu Supernova dari Aespa.
"Lo bertiga bisa tenang, gak sih?" Kesal Chiko sambil memperhatikan mereka.
Tria slibaw kompak memperhatikan Chiko, memicingkan mata penuh jenaka "Habibi gak di kasih ibu gabung, habibi" ejek mereka bertiga dengan kompak. Tawa puas mereka mengudara, menjadi polusi suara pagi hari ini.
Tiba-tiba, Saka menekan klakson Avanza yang suaranya sudah berada di ujung umur.
Tinn
Setelah itu, terdengar suara tabrakan keras, di susul oleh suara klakson kendaraan lain. Teriakan terkejut pengguna jalan turut meramaikan suasana mencekam yang baru terjadi.
Serpihan body kendaraan yang pecah memenuhi jalan, tabrakan keras antara mobil truk besar dengan lima orang pelajar SMA itu membuat suasana jalan menjadi heboh seketika. Terlihat beberapa tubuh mereka yang terluka parah, darah menggenangi jalan. Meninggal kan raga tak berdaya yang hanya bisa memandangi kerumunan orang yang mengelilingi lokasi kecelakaan Senin pagi ini.
Salah satu korban yang paling parah terlihat masih tergeletak dibawah mobil truk setelah sempat terlindas kendaraan besar itu. Dua korban lain terlempar cukup jauh dari lokasi, dan dua lainnya tergeletak tak berdaya dengan tubuh penuh luka.
Kecelakaan maut senin pagi itu memicu kemacetan sesaat sebab tubuh para korban yang masih tergeletak di tengah jalan, menunggu ambulan untuk di angkat menuju Rumah sakit terdekat.
Mahesa dengan motor Supra nya celingak-celinguk melihat sumber kemacetan, akhir nya pemuda itu memilih turun dari motor, mencoba mendekati lokasi kecelakaan yang ia dengar korban nya anak SMA.
Saat sampai tepat di lokasi, tubuh ketua kelas XI IPA 2 itu menegang seketika, menatap tak percaya apa yang tersaji di depan matanya.
"Gak mungkin" tubuhnya bergetar seketika, Mahesa segera merogoh saku celananya, mengambil tefon genggam dan segera menghubungi wali kelas untuk mengabarkan apa yang terjadi pada siswa kelasnya.
"Lo masih kuat kan, bi?"
Tbc.
Pelajaran chapter ini, hati-hati dalam bicara tentang kematian, apalagi ngomongnya pas dalam perjalanan. Bahaya, yaw...
KAMU SEDANG MEMBACA
Semesta Yang Sama
Fanfiction5 sekawan 1000 masalah 1 solusi ~Semesta Yang Sama~