3

18.2K 1K 23
                                    

Seorang pria yang memiliki tubuh tinggi sekitaran 183 cm, berlari ke arah ruang tengah saat mendengar suara kedua orang tuanya, senyuman itu terlihat sangat manis sehingga wajah tampannya bertambah terlihat sempurna karena hal itu.

"Kalian sudah pulang! Hadiah buat mas-nya mana?" ujar pria itu dengan semangat yang luar biasa, bahkan tangan itu terlihat mengadah seakan-akan ingin segera mendapatkan hadiah yang sudah di janjikan oleh kedua orang tuanya sebelum berangkat keluar kota beberapa hari yang lalu.

"Mas jadi anak baik kan selama bunda sama papa tinggal bersama dengan bibi? Mas nggak nakal kan sampai bikin bibinya pusing?" tanya bunda, tatapan itu terlihat sangat lembut dengan memeluk tubuh anak tunggalnya itu pelan.

Ia tak tahu harus mengatakan apa sekarang, yang jelas baginya maupun suaminya, mereka begitu beruntung karena bisa memiliki anaknya sekarang, walaupun mungkin anaknya tak bisa sama dengan anak-anak seumurannya yang bisa menikmati masa dewasa mereka diluar dan menikmati semua hal menyenangkan di luar sana, berbeda dengan anaknya, dia spesial dan itu semua selalu membuatnya merasa bangga karena sampai sekarang baik dirinya maupun suaminya mampu membesarkan anak yang dulu sering di katakan orang aib keluarganya.

Mungkin menurut umur maupun bentuk tubuh, orang-orang tak akan tahu apa yang ada di dalam diri anaknya itu sehingga sering kali mendapatkan hinaan dari orang yang tak tahu apa-apa, berbeda dengannya ataupun suaminya, mereka malah senang bisa di titipkan anak yang sangat baik seperti ini walaupun berbeda tapi itu artinya yang di atas tahu bukan jika mereka mampu melakukan semuanya?

"Baik dong! Kan bunda sudah bilang kalo mas harus jadi anak yang baik selama bunda pergi sama papa! Jadi mas sudah lakukan itu semua! Mana hadiahnya?" ujar pria itu, dia Dalveno Dervin.

Sejak kecil kedua orang tua pria itu sudah di beritahu oleh dokter khusus, jika ada sedikit perbedaan yang mungkin saja akan terjadi saat anak mereka mulai tumbuh nanti, sehingga saat anak mereka sudah mulai masuk pertama kali untuk bersekolah, di sana lah mereka tahu jika memang itu semua nyata, umurnya memang sudah 6 tahun dulu tapi tingkahnya masih seperti anak 5 tahun. Mereka mulai sadar itu semua sampai hingga saat ini hal itu meeka anggap tak pernah terjadi, walaupun berbeda tapi Dalveno tetap anak mereka satu-satunya. Tak ada yang salah dengan anak mereka.

"Mas mau minta hadiah apa sama kami?" tanya bunda dengan melepaskan pelukan miliknya, terlihat pria itu terdiam sebelum tersenyum kembali.

"Mas mau punya teman bunda! Biasanya kalau mas mau ikut main pasti mereka semua nggak mau ajak mas main, jadi mas minta temannya sama bunda ya? Bisa nggak?" ujar Dalveno dengan semangat luar biasa, biasanya saat ada anak-anak yang lain tengah bermain dan dirinya ingin ikut pasti mereka semua akan mengatakannya orang gila lalu pergi begitu saja, padahal ia hanya ingin ikut bermain.

Tatapan bunda terlihat sendu mendengar itu semua, karena perbedaannya sering kali Dalvano begitu semangat mendatangi anak-anak kecil yang tengah bermain untuk ikut juga, tapi karena tubuhnya sudah besar anak-anak kecil pada berlari karena takut. Ia sering merasa sedih melihat itu semua bahkan Dalveno sudah tak sekolah lagi karena sering di ejek oleh anak kecil yang lainnya, walaupun sekarang ia sendiri yang mengajari anaknya itu tapi tetap saja rasanya sakit, tak ada orang tua yang ingin anaknya di benci orang-orang atau berbeda tapi ini sudah takdir.

"Tidak bisa ya? Mas selalu liat yang lainnya main di luar, sedangkan mas main sendirian di rumah atau kadang main sama bunda aja, kurang seru .... maunya ada teman lain juga," ujar Dalveno dengan menatap ke arah bundanya itu, sejak dulu ia ingin sekali memiliki teman yang bisa ia ajak bermain bersama atau melakukan hal lainnya bersama tapi tidak ada yang mau.

Bunda terdiam, dulu ia begitu banyak mengajari anaknya itu tentang bagaimana bicara dengan baik atau mengatakan hal dengan benar, karena takutnya masalah kinerja otaknya berpengaruh nantinya, tapi sekarang saat anaknya itu sudah bisa menyampaikan semuanya dengan baik, ia malah merasa sakit. Dirinya sebagai orang tua merasa tak baik menjadi orang tua.

"Mas? Dengarkan papa baik-baik ya? Mas tau bukan kalau tubuh mas ini besar? Tinggi dan tampan? Semua orang pasti ingin bermain bersama dengan mas, tapi sayangnya hanya orang-orang terpilih yang bisa menjadi teman baiknya mas karena mas itu spesial. Spesial itu artinya hanya mas sendiri yang mempunyai itu semua tapi orang tidak bisa memilikinya, nanti pasti ada yang mau bermain bersama dengan mas, tapi ini bukan waktunya. Untuk sekarang kamu harus belajar saja dulu yang banyak, nanti kalau temannya itu ada pasti dia akan datang sendiri ke sini." ujar papa, ia tak bisa melihat istrinya hanya diam saja karena pertanyaan yang anak mereka berikan cukup membuat hati terasa sakit.

"Tapi kapan papa? Mas sudah jadi anak yang baik, sering minum susu, sering minum vitamin sama suka belajar juga tapi temannya masih belum datang. Mas juga ingin punya temen ..." ujar Dalveno, sejak dulu ia hanya ingin memiliki teman yang bisa diajak bermain bersama tanpa harus mengatakan dirinya gila atau aneh, karena itu semua tak benar! Ia tak gila ataupun aneh!

"Berarti ini bukan saatnya mas mendapatkan teman, tunggu sebentar lagi ya?" ujar papa dengan tersenyum lembut menatap ke arah anaknya itu, takutnya sisi lain dari Dalveno keluar, anaknya jika merasa marah atau kesal maka semuanya akan hancur berantakan, amarahnya akan sama seperti orang normal pada umumnya, ia tak ingin memancing hal itu terjadi.

"Mas akan tunggu ... tapi sebentar aja ya? Mas pengen punya teman," ujar Dalveno sebelum beranjak dari sana, ia hanya ingin teman tak ingin hal lainnya! Mainannya masih banyak kok!

"Bund, bagaimana ini? Delvano sangat ingin mempunyai teman dan kita belum bisa menemukan orang yang tepat untuk bisa menjadi teman untuknya. Kita sudah mencari orang untuk menjadi temannya bahkan siap untuk membayar tapi tak ada yang mau, ini tentang kesabaran dan kemauan sendiri. Dan itu sulit untuk kita mendapatkan yang baik di antara yang terbaik," ujar papa, secara diam-diam mereka sudah mencari seseorang untuk menjadi teman Dalveno bahkan siap untuk membayar, tapi tak ada yang mau setelah tahu apa yang terjadi, ini tentang kesabaran dan juga keinginan sendiri jika sulit maka semuanya akan terasa tak menyenangkan, kasihan Dalveno.

Bersambung..

Votmen_

My Idiot Husband {BXB} {TERBIT}✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang