Elviro menatap ke arah samping di mana ada Dalveno yang tengah memeluknya saat ini. Sejak kejadian tadi siang ia merasa pria itu jadi bertambah dekat dengannya bahkan tak melihatnya sebentar saja tak bisa saking takutnya dirinya diambil orang lain.
Rasanya sangat menggemaskan melihat pria itu merengek seperti anak kecil yang kehilangan kedua orang tuanya di tengah keramaian saat tak melihatnya di dalam rumah, padahal ia hanya ke dalam kamar mandi sebentar untuk buang air kecil tapi sudah di cari.
"Besok bunda sama papa bakalan pulang jadi mas bisa di rumah bersama dengan mereka ya? Aku mau ke sekolah sebentar karena ada beberapa urusan yang mau di selesaikan dan setelah urusannya selesai aku pulang deh," ujar Elviro dengan membuka suara setelah terjadi keheningan sangat lama di antara mereka berdua, pria itu hanya memeluknya tanpa mengatakan hal apapun, padahal ia tahu jika Dalveno masih belum tidur sampai saat ini.
Sebenarnya besok ia sama sekali tak ada jam kuliah karena harus bergantian dengan beberapa teman-teman yang lainnya, hanya saja dirinya ingin bertemu dengan beberapa gadis dan juga pria yang masih menjadi kekasihnya sampai saat ini, ia ingin mengakhiri semuanya dan fokus pada kuliah serta Dalveno saja. Mungkin pria itu tak akan pernah mengerti tapi Elviro mengerti dengan dirinya sendiri, ada perasaan berbeda yang ia rasakan saat bersama dengan Dalveno dan ini perasaan cinta.
Mungkin dulu ia mengatakan cinta itu sebagai hal untuk bersenang-senang saja sehingga saat ada pria atau gadis yang menawarkan kesenangan itu maka akan dirinya terima begitu saja, sampai banyak sekali yang menjadi korban. Tapi sekarang pemikiran itu berubah, ia merasa cinta itu hanya untuk satu orang dan selamanya sampai mati, cintanya hanya untuk seseorang yang memang dirinya inginkan bukan untuk kesenangan lagi. Maka dari itu mulai besok Elviro akan mengakhiri semuanya begitu saja.
"Orang tadi besok ada di sekolah? Bagaimana kalau kamu di cium sama dia lagi? Mas mau ikut ke sana! Nanti mas pukul dia kalo dia cium kamu lagi!" ujar Dalveno dengan mengangkat kepalanya agar bisa menatap ke arah pemuda itu, sekarang Elviro harus jauh-jauh dari orang itu lebih dulu agar ia bisa tenang di rumah bersama kedua orang tuanya.
"Aku bakalan jauhin dia nanti dan nggak akan biarin dia ngedeketin aku. Kamu tenang aja ya? Besok di rumah aja sama bunda dan papa, habisin waktu sama mereka sepuas mungkin karena takutnya nanti bunda sama papa berangkat kerja lagi." ujar Elviro dengan mengelus rambut tebal itu cukup pelan, ia tahu sekarang jika pria itu merasa sangat takut dirinya diambil orang lain tapi demi apapun Elviro akan berusaha menghindar agar bisa fokus pada perasaannya sendiri nantinya, tak ada kesenangan berkedok cinta lagi.
Itu semua hanya masalalu di mana ia masih sibuk mencari jatih diri yang sesungguhnya, dan sekarang setelah mendapatkan semuanya ia akan berhenti melakukan itu. Mungkin sulit karena selama ini ia selalu melakukan hal itu seakan-akan perasaan hanyalah sebuah permainan di saat ia butuh maka siapa saja bisa masuk ke dalam hatinya.
"Em .... mas percaya sama kamu ... kamu nggak akan deket sama dia dan dia nggak akan bisa deketin kamu." ujar Dalveno dengan kedua mata teduh miliknya menatap ke arah pemuda itu, ia percaya pada Elviro jadi biarlah dia yang melakukan semuanya dan dirinya akan menunggu.
"Sudah sekarang kita tidur ya? Ini udah lumayan larut dan pasti kamu ngerasa lelah bukan? Tadi siang kita banyak berada di luar untuk bersenang-senang naik motor jadi sekarang waktunya istirahat." ujar Elviro dengan membaringkan dirinya, tangan itu mengelus punggung tegap Dalveno yang tengah memeluknya saat ini.
"Mas suka naik motor sama kamu, rasanya sangat seru dan juga menyenangkan! Selama ini mas selalu naik mobil kalau mau keluar tapi tadi siang naik motor sama kamu! Nanti kapan-kapan kita keluar bareng lagi ya?" ujar Dalveno dengan senyuman miliknya sebelum kembali memeluk tubuh pemuda itu cukup erat, ia merasa sangat senang bisa menghabiskan banyak waktu bersama dengan Elviro, walaupun tak lama tapi itu sangat berkesan.
"Lain kali kita bakalan ke tempat yang lainnya untuk menghabiskan waktu bersama dan semoga saja saat itu tiba kita bisa lebih dekat lagi." ujar Elviro dengan senyuman miliknya, baru beberapa hari yang lalu ia begitu marah dan merasa tak bisa dekat dengan pria itu karena dia aneh tapi sekarang ia malah begitu terikat dengan Dalveno.
Memang jika terlalu benci itu tak baik dan terlalu cinta juga tak baik, semuanya harus sesuai porsi masing-masing. Terlalu benci malah jadi cinta dan terlalu cinta malah jadi benci, terkadang semua hal di dunia ini sering kali bercanda.
Seperti Elviro yang merasa tak bisa dekat dengan Dalveno karena pria itu sangat aneh menurutnya tapi sekarang ia malah begitu mencintai pria itu. Sang pencipta memang maha membolak-balikan hati ciptaannya.
*****
Elviro terdiam di dalam kelas menunggu ke datangan kedua temannya yang mengatakan akan membantunya hari ini padahal mereka juga tak ada jadwal kelas, memang teman yang sangat langkah pantas saja mereka berteman baik sampai saat ini.
"Kenapa lo pergi kemarin?"
Tubuh itu berbalik saat mendengar suara seorang pria yang ia rasa cukup familiar di dalam ingatan miliknya, ternyata itu pria kemarin yang datang dan menciumnya begitu saja tanpa adanya izin lebih dulu, ia tersenyum kecil sebagai jawaban, mereka kenal belum terlalu lama mungkin baru dua bulan belakangan ini sebelum ia bertemu dengan Dalveno.
Bisa di katakan mereka dekat karena pria itu pernah beberapa kali membantunya saat motornya rusak dan sering kali bertemu setelah itu lalu dengan tiba-tiba pria itu menyatakan cintanya, sebagai pemuda yang masih mencari jatih dirinya tentu saja Elviro menerima pria itu begitu saja pada saat itu karena merasa tak enak jika menolak walaupun tak ada perasaan apapun.
"Gue ada urusan kemarin," jawab Elviro tak sepenuhnya berbohong karena memang Dalveno urusannya sekarang.
"Gue ngerasa selama beberapa hari ini lo ngehindarin gue, kenapa?"
Elviro menatap ke arah pria itu walaupun harus mendongak lebih dulu, tadinya ia ingin menjadikan pria itu sebagai orang terakhir yang akan dirinya temui tapi karena sekarang mereka sudah bertemu jadi tak ada salahnya langsung mengatakan semuanya bukan?
"Selama beberapa hari ini gue sibuk sama pikiran sendiri antara ingin melakukan ini semua atau nggak, sampai ini semua menjadi keputusan gue sekarang." ujar Elviro tanpa merasa ragu sedikitpun, ia tahu selama dirinya yakin pasti semuanya akan baik-baik saja.
"Mikirin apa? Kalo emang itu hal yang sangat susah, dan lo bingung gimana cara mengatasi semuanya bisa bicarain sama gue siapa tahu gue bisa bantu lo,"
Elviro menggeleng," gue pengen kita udahan sampai di sini aja. Gue tau kalo keputusan ini terkesan tiba-tiba dan nggak masuk sama pikiran lo sama sekali tapi ini ngeganggu gue. Gue pengen jadi anak baik sekarang jadi sebagai awal dari semuanya gue pengen nyelesain semua hal kayak gini. Gue harap lo bisa ngerti ya? Gue tau cinta lo buat gue itu besar banget tapi karena itu semua gue malah ngerasa takut sampai akhirnya mutusin ini semua. Bukan cuman sama lo doang tapi sama semua orang yang jadi pacar gue selama ini, gue juga bakalan akhiri semuanya." ujar Elviro ada rasa sedikit lega di dalam hatinya setelah mengatakan ini semua karena ia tahu pria itu akan mengerti dengan sangat mudah.
"Gue bangga sama lo. Jadi sekarang orang yang gue cintain ini udah mau berubah jadi anak baik? Semoga niat baik lo terwujud ya ... gue cuman bisa ngedukung lo dari jauh mulai sekarang dan makasih karena lo udah mau nerima gue waktu itu. Pacaran sama lo memberi gue banyak pelajaran salah satunya sabar, gue harus sabar banget liat lo sama orang lain padahal hati ini sakit dan pengen marah."
Pemuda itu tersenyum sebelum memeluk pria itu untuk yang terakhir kalinya, satu orang sudah selesai tinggal beberapa orang lagi.
Bersambung..
Votmen_
KAMU SEDANG MEMBACA
My Idiot Husband {BXB} {TERBIT}✔️
RomansaElviro, sering di sapa dengan sebutan El oleh teman-temannya, merupakan pemuda pecicilan yang sama sekali tak tahu aturan, bahkan kedua orang tuanya pun sampai di buat pusing dengan tingkah anak mereka yang sangat luar biasa itu, lalu bagaimana jadi...