Pukul sembilan, Gesa mengunjungi Fano yang bekerja di swalayan. Ia juga ingin membeli sesuatu serta Liliana tadi juga menitipkan sebuah catatan belanja yang harus ia beli semua.
Sampai disana, Gesa melihat Fano tengah tertawa dengan seorang gadis. Gadis itu memakai seragam yang sama seperti Fano. Seragam kerja.
Anehnya saat Gesa baru sampai dan ia menunjukkan senyum cerianya saat bertemu Fano, gadis itu tiba-tiba menghentikan tawanya.
Gesa menatap keduanya dengan tatapan bingung. Ia kemudian kembali tersenyum lalu menyerahkan catatan belanjanya pada Fano.
"Bunda nyuruh aku kasih ini ke abang, biar abang yang cari sendiri katanya" ucapnya.
Fano mengangguk. Ia menerima catatan belanja itu kemudian menyusuri toko ini untuk mengambil barang yang ada dicatatan itu.
Gesa merasa canggung. Terlebih lagi, teman abangnya itu menatapnya dengan tatapan sinis. Gesa mengusap tengkuknya kemudian mulai berjalan untuk melihat-lihat barang apa yang dijual ditoko ini, berhubung perlengkapan pribadinya juga sudah mulai habis, jadi bisa sekalian beli.
Mata Gesa menelusuri rak-rak yang berisikan camilan. Keranjang belanjanya sudah penuh dengan keperluan pribadinya. Ia akan menambahkan beberapa camilan untuk menemaninya menonton film besok. Tak lupa beberapa susu dan juga minuman kaleng.
Fano pun sudah selesai mengambil beberapa barang yang tertulis dicatatan belanja itu. Ia menghitung belanjaannya serta menunggu Gesa selesai. Beruntung ini masih pagi dan toko masih sepi, jadi dia tidak terburu-buru.
Gesa membaca kandungan yang ada pada sebuah minuman kaleng. Ia tidak menyadari seseorang berdiri dibelakangnya. Lemari pendingin yang dihadapannya dibiarkan terbuka karena Gesa masih ingin memilih-milih minuman lainnya.
Alisnya menyatu saat merasakan sebuah dorongan oerlahan dari arah belakang. Ia menoleh dan mendapati seseorang yang jauh lebih tinggi darinya. Atau mungkin lebih tinggi dari Fano.
Tatapan Gesa beralih keatas untuk melihat wajah orang tersebut. Alisnya sedikit menyatu dan kemudian matanya terbelalak terkejut, sampai minuman kaleng yang ia bawa terjatuh dari genggamannya hingga bocor.
>>>
Fano mendengar suara keras dari arah lemari pendingin. Ia menghampiri tempat itu untuk mengecek, apa itu ulah Gesa atau terjadi sesuatu pada gadis itu.
Alis Fano menyatu karena heran, jelas saja tadi ia mendengar sesuatu seperti benda terjatuh dari arah sini, tetapi disini tidak ada apa-apa. Bekas dari suara tadi pun tidak ada.
Fano menyelusuri toko ini, ia sama sekali tidak menemukan Gesa. Ia menanyakan pada teman perempuannya pun katanya dia tidak tau. Fano berlari keluar, berharap menemukan jejak Gesa namun gadis itu hilang bak pergi ke dimensi lain.
Fano menghembuskan nafasnya kasar. Apa gadis itu sakit perut hingga meninggalkan barang belanjaannya ditoko ini begitu saja? Atau gadis itu terlupa lalu pulang ke rumah?.
"Jaga dulu ya, gue mau bawa ini pulang. Adek gue sakit perut keknya makanya ni barang ditinggal" ucapnya pada teman perempuannya.
Setelah mendapatkan anggukan dari temannya Fano berjalan cepat untuk pulang kerumah. Karena jaraknya tidak terlalu jauh dia jadi lebih cepat sampai.
"Bun Gesa gimana sih, dia beli barang tapi ditinggal, untung Fano gak jaga sendiri, kalo toko ditinggal nanti dapet komplain dari bos" omel Fano tapi nadanya halus.
Liliana mengernyit "dari tadi Gesa belum pulang, Bunda juga sebenarnya mau nasehatin dia, kenapa belanjanya lama sekali soalnya bunda mau bikin kue lagi, tapi dari tadi dia belum pulang nak" ucap Liliana.
Fano terkejut "tapi ditoko dia gak ada bun, ya... Fano pikir dia sakit perut atau lupa gitu"
"Enggak tuh, dari tadi bunda juga nyapu ma ngepel rumah, kalau dia pulang bunda pasti tau"
Fano mengambil ponsel disaku nya. Ia menghubungi Gesa, namun dirinya malah mendengar nada dering dari kamar gadis itu. Fano membuka kamar Gesa dan ponselnya ada disana.
"Bun tempat yang sering dikunjungi Gesa dimana?" Perasaan Fano tidak enak, meskipun gadis itu sudah enam bulan tinggal disini tapi Gesa sangat jarang berinteraksi atau mengunjungi tempat-tempat baru didesa ini tanpa dirinya. Gadis itu agak introvert.
"Ya dirumah, kalau ke warung pun cuma naro kue, terus pulang. Gesa kan kalo keluar selalu sama kamu nak" ucap Liliana.
Perasaan Fano benar-benar tidak enak. Lagian, kenapa pula gadis itu meninggalkan ponselnya dirumah. Padahal dirinya selalu berpesan kalau harus selalu bawa ponsel walaupun keluar rumah cuma sebentar.
Gadis itu benar-benar ceroboh.
>>>
Jantung Gesa berpacu dengan cepat. Nafasnya terengah-engah. Tangannya ia silang untuk menutupi dadanya. Dress baby blue yang ia pakai tidak serapih tadi.
Rambutnya yang awalnya dikepang pun sudah acak-acakan karena kuncirnya hilang. Ia duduk menepi, sampai menghimpit pintu mobil saking tidak maunya berdekatan dengan orang disampingnya itu.
"Pftt... Haha... Ini reaksi pertama kakak saat bertemu lagi denganku? Ummmm.... my heart so pain..." Ucap orang itu dibuat-buat.
Badan Gesa bergetar hebat. Air matanya keluar dengan deras. Gadis itu bahkan sampai sesak nafas karena sesenggukan.
Gevi membenarkan kacamatanya dengan jari tengahnya. Kacamata berbentuk oval setengah bingkai itu makin menambah ketampanannya. Namun Gesa benci wajah tampan itu, dan sialnya kenapa mereka harus bertemu lagi.
Mobil mahal ini berjalan menyelusuri hutan hingga sampai ke jalan besar. Dalam perjalanan hanya terdengar tangis dan senggukkan Gesa.
Hingga butuh waktu selama berjam-jam barulah mereka sampai pada rumah mewah dan megah yang berdirinya juga ditengah hutan seperti desanya Liliana.
Karena membutuhkan waktu yang sangat lama, Gesa tertidur karena lelah menangis. Bahkan gadis itu tidak menyadari ia tidur pada paha Gevi.
Gevi mengelus surai agak kusut itu sambil tersenyum. Selama enam bulan yang hampir gila ini karena tidak ada Gesa, akhirnya ia juga menemukan gadis itu lagi. Dan untungnya ia yang pertama kali menemukannya sebelum kembarannya itu.
Gevi menggendong Gesa yang masih terlelap menuju kamar. Kamar mereka berdua. Kamar yang didominasi warna hitam putih dengan sentuhan gold yang menambah kesan mewah.
Semua lantai dirumah ini bahkan menggunakan marmer. Dan tentu saja ada perhitungannya. Gevi sendiri yang menciptakan rumah penuh jebakan ini supaya Gesa tidak lagi menghilang dari hidupnya.
Tempat yang strategis dengan hutan lebat penuh kejutan didalamnya. Pagar yang tinggi dialirkan aliran listrik demi menambah keamanan. Ia juga masih memelihara macan putih yang ia letakan pada halaman belakang.
Dihalaman depan sendiri pun sudah banyak sekali bodyguard yang ia tugaskan untuk mengawasi seluruh pintu masuk maupun lubang tikus. Hingga kamera pengawas yang terpasang pada seluruh sudut rumah ini, termasuk kamar mandi. Tentunya hanya kamera kamar mandi saja yang diawasi oleh Gevi, untuk mengawasi ruangan lain ia menyuruh orang kepercayaannya.
Seketat itu? Memang. Karena Gevi tidak ingin kehilangan Gesa untuk kedua kali. Gadis itu sangat pembangkan dan keras kepala, jadi butuh penjagaan ketat untuk mengawasinya. Penjagaan seperti ini Gevi rasa.... Masih kurang.
.
.
.
.
.
Yuhuuu....Selamat hari raya Idul Fitri bagi yang merayakan. Maapkan aku kalo ada salah yaaa hehee😁🙏🏻🙏🏻
Chapter selanjutnya bakal lebih panas, berhubung ini udah lebaran jadi gapapa kan😭?
.
.
.
Next..
KAMU SEDANG MEMBACA
The Twins 2 (Tamat)
Teen Fictionfollow sebelum membaca!!!!! ini lanjutan dari 'the twins', kalian baca cerita yang pertama dulu yaa, biar gak bingung juga.... "Kakak tau sendiri kalau aku tidak suka berbagi! Aku akan membunuh mereka yang merebut kakak dariku meskipun itu keluargak...