tujuh

3K 73 0
                                    

Lelah menangis, Gesa ketiduran duduk di kursi sambil memeluk tubuh lemah ayahnya yang terbaring diatas brankar. Karena waktu sudah mau petang juga, Bella memerintahkan para bodyguardnya untuk membawa Gesa menuju mobil, mereka akan pulang untuk istirahat.

"Bagaimana dengan mereka?" Tanya Bella pada suaminya. Setelah pulang dari rumah sakit tadi ia menemui suaminya yang berada diruang kerja laki-laki itu.

"Kelelahan, kita atur saja keberangkatan Gesa menuju desa itu"

Bella mengangguk "dan sampai kapan kau memisahkan mereka?" Tanya Evan.

"Sampai bocah kembar itu menemukan pengganti Gesa" jawab Bella.

"Kau tidak kasihan pada cucu laki-laki mu?"

"Aku lebih kasihan pada cucu perempuan ku-"

"Lalu apa kau tidak memikirkan perasaan cucu laki-laki mu?"

"Evan, kita sudah membahas ini bukan? Apa kau mau Gesa memilih mengakhiri hidupnya dihadapanmu?..."

Evan diam. Perkataan istrinya itu benar. Gesa merupakan cucu kesayangannya. Namun ia juga kasihan terhadap perasaan cucu laki-lakinya. Obsesi mereka sama persis dengan obsesinya dulu.

"Jangan pernah kau membantu Gevi dan Gavi menemukan Gesa suatu hari nanti.... Atau aku akan pergi dari hidupmu.... Dan juga dunia ini" ancam Bella. Wanita itu benar-benar tidak mau nasib Gesa sama persis dengan nasibnya.

"Halangi mereka jika mereka menemukan jalan ke desa itu"

Evan mengangguk. Ia tidak berani juga menentang perkataan istrinya. Pria itu sangat menyayangi istrinya lebih dari apapun.

"Gerry. Tutup informasi mengenai desa itu dari publik dan awasi terus pergerakan cucu kembarku. Carikan mata-mata untuk mengawasi Gesa dari jauh, pastikan cucu perempuanku baik-baik saja selama ia tinggal disana" perintahnya pada tangan kanannya yang setia selama 43 tahun ini.

"Baik tuan" Gerry mundur perlahan untuk menjalankan perintah dari sang atasan.

Bella pun keluar dari ruangan ini menuju kamarnya untuk membersihkan diri. Evan kembali berkutat dengan laptop dan juga tumpukan kertas-kertas putih disampingnya.

Sementara disebuah perusahaan besar. Seorang laki-laki dengan pakaian kerja formal mengeluh dihadapan laptop nya.

"Anjing, kapan selesainya!!" Umpatnya.

Gevi menyisir rambutnya dengan tangan kanannya kebelakang. Pekerjaannya masih banyak namun hatinya sangat merindukan tubuh indah sang kakak.

Sedangkan di perusahaan lain, adik kembarnya itu malah bermain dengan jalang diruang kerjanya.

Memang benar matanya menatap layar laptop itu namun tangan kirinya dipakai untuk mengelus buah dada wanita yang kini duduk di pangkuannya.

"Kau mencintaiku kan sayang?" Tanya wanita itu.

"Shut up bitch!!" Balas Gavi kasar. Ia menghembuskan nafas kasar saat melihat pekerjaannya masih banyak.

Tangan wanita yang memakai baju kerja yang sangat ketat itu mengelus rahang Gavi sensual. Bibir merah darahnya ia majukan seperti gerakan mencium lalu mengeluarkan lidahnya.

"Touch me baby!" Ucapnya serak.

Baju yang ketat itu pun sudah berantakan karena dia sendiri yang melepasnya- ah bukan, hanya setengah saja. Ia membiarkan satu buah dadanya mengantung dengan indah dan tangan Gavi yang bermain disana.

Rok ketat dengan belahan sedikit itupun sudah naik keatas, memperlihatkan kain segitiga warna merah maroon itu, terpampang seperti tidak peduli jika ada orang lain masuk keruangan ini. Toh siapa juga? Ini sudah larut malam dan semua pegawainya pulang.

Wanita yang diketahui bernama Casandra itu kesal karena Gavi sama sekali tidak memperdulikannya. Ia berdiri dari pangkuan Gavi lalu melepas kemeja ketat putih polos itu sampai ke lengan saja, yang membuat kedua buah dada yang tidak terbalut apapun itu menggantung.

Ia mencondongkan tubuh kedepan, menempelkan dadanya pada punggung Gavi lalu membisikkan sesuatu ditelinga laki-laki itu.

"Wanna play with me? " Ucapnya, ia kemudian menjilat telinga Gavi lalu menggigitnya kecil, berniat memberi rangsangan pada laki-laki itu.

Gavi meremas celananya. Ia tak tahan dengan semua godaan. Pria itu pun kemudian berbalik badan lalu mendorong Casandra hingga kepalanya menempel pada meja kerjanya.

Tangan kanan gadis itu ia tahan dibelakang lalu tangan kirinya yang terbebas dari cekalan tangan Gavi pun memegang ujung meja.

Gavi melepaskan sabuknya hingga celana hitam itu terjatuh kebawah. Ia juga menaikan rok Casandra keatas. Tangan kananya yang tidak mencekal tangan Casandra pun menampar bokong sintal itu yang membuatnya berguncang.

"Ahh Daddyhh...!" Desahnya saat merasakan bokongnya panas akibat tamparan keras Gavi, ia yakin itu pasti meninggalkan bekas merah disana.

Gavi tanpa adanya pemanasan dulu langsung memasukan tongkat kebesarannya pada lubang yang sudah ia yakini kalau lubang ini sudah dimasuki banyak tongkat.

"Fuck... Kau menjahitnya? Kenapa ini sempit sekali" erangnya. Ia menampar bokong itu lagi.

"Ahh!!! Tidak daddyhh... Aku jalangmuhh.. hanyaa milikmu- AKHH!!!" Casandra menjerit karena tamparan Gavi semakin keras di bokongnya.

"Shut up bitch!!!, kau hanya jalang dan aku bukan milikmu!!" Ucap Gavi. Dia tidak suka kalau orang lain menjadikan ia miliknya. Dirinya hanya milik Gesa, begitupun sebaliknya.

"Ahhh... Daddy!!! Slower, pleasehh..." Jujur saja Casandra tidak suka cara seperti ini. Ia sudah banyak bermain dengan laki-laki dan juga mencoba banyak gaya namun ia tidak suka permainan Gavi. Laki-laki itu terlalu menuntut, ia merasa akan robek di area kemaluannya.

Bermain dari arah belakang pun sudah sering Casandra lakukan. Namun ini berbeda, Gavi melakukannya dengan emosi, bukan dengan kesenangan.

Gavi sudah bertahan dengan gaya seperti ini sekitar setengah jam an namun ia belum pelepasan juga. Ia menarik kursi putarnya, mendudukkan diri disana lalu menjambak Casandra untuk berlutut dihadapannya.

"Hisap!!" Ucapnya.

Casandra pun dengan senang hati menerimanya. Ia mengurut tongkat panjang dan besar itu sensual menggunakan satu tangan sebelum ia masukkan kedalam mulutnya.

Tangan yang satunya lagi bergerak pada kemaluannya sendiri lalu mengocoknya disana.

"Ahh fuck" Gavi mendesah. Kepalanya ia dongakkan keatas namun tangannya masih belum melepaskan jambakan pada rambut Casandra.

Casandra pun sesekali menahan sakit di kepalanya. Gavi menjambaknya terlalu kuat hingga ia tidak sengaja giginya mengenai tongkat itu.

"Lo mau mati!!" Casandra ketakutan sekarang. Gavi marah! Aura laki-laki ini kalau marah sangat menakutkan.

"Ma-maaf... Kau menjambakku terlalu kuat" jawab Casandra jujur. Ia menundukkan kepalanya.

Gavi melepaskan jambakan itu dengan cara melempar kepala Casandra kesamping.

"Pergi!!" Ucapnya. Casandra dengan cepat meninggalkan ruangan itu, tak perduli bajunya masih berantakan juga.

Gavi membereskan pakaiannya sebelum melanjutkan kembali pekerjaannya yang tertunda. Ia menjawab sebuah panggilan setelah mendengar dering nyaring dari ponselnya.

"Bagaimana pekerjaanmu?" Tanya Gevi dari sebrang sana.

"Masih banyak"

"Oke, siapa yang selesai duluan bakal habisin satu malam bersama kakak besok tanpa gangguan dari saudara lain, deal?"

"Oke"

Gavi memutuskan panggilan itu sepihak. Saudara kembarnya selalu saja menemukan permainan atau taruhan konyol. Dengan begini ia akan lebih semangat untuk menyelesaikan pekerjaannya dan pulang memeluk tubuh menggoda kakaknya itu.

Ahh~ Gavi tidak sabar sampai-sampai tangannya pun bergetar saat mengetik sesuatu di laptop saking bahagianya.

.
.
.
Next..

The Twins 2 (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang