sembilan

2K 57 1
                                    

"Kak, buka pintunya! Jangan membuatku marah!!" Gevi sudah berdiri didepan pintu kayu ini sangat lama hingga kakinya kebas. Ia berteriak, menggedor-gedor pintu kayu itu supaya yang didalam terganggu lalu membuka pintunya. Namun, dari tadi dia menunggu sama sekali tidak ada sahutan dari dalam.

"Nanti dia keluar kalo lapar, kamu berangkat kerja sana" ucap Evan yang sedari tadi muak melihat tingkah cucunya.

"Tidak! Dari semalam aku sama sekali tidak melihat kakak opa, dan hari ini pun dia tidak keluar kamar" ucapnya.

Evan menghembuskan nafasnya kasar. Ia menjewer telinga cucu laki-laki nya itu hingga menuruni tangga.

"Kerja!!" Ucap Evan.

Gevi menurut, ia memakan sarapannya tergesa-gesa lalu pergi dari sana. Gavi berteriak dari arah belakang pun tidak ia pedulikan.

Selepasnya kedua cucunya berangkat kerja. Evan menghubungi orang kepercayaannya yang ia tugaskan untuk memantau cucu perempuannya disebuah desa sana.

Gevi memukul setir mobilnya. Firasatnya sangat buruk mengenai kakaknya. Ia takut kalau gadis itu kabur, namun bodyguard nya bilang kalau dia sedang berada di kamarnya. Gevi tidak akan percaya sampai matanya melihat keberadaan gadis itu sendiri.

Lain beda dengan Gavi. Pemuda itu terlihat santai saja. Memang benar dari semalam ia tidak melihat kakak tersayang nya itu. Hari ini pun tubuhnya terasa lemas karena belum terisi asupan dari kedua gundukan lembut kakaknya.

>>>

Ditempat lain pun Gesa tengah menikmati ketenangannya. Sore ini turun hujan, ia duduk diteras rumah sambil menukmati suara gemericik air hujan yang menghantam paving di halaman depan rumah ini.

Bunga-bunga yang berada didalam pot pun iku senang akibat hujan kali ini. Tidak deras sehingga tidak merusak tanaman.

Fano menatap gadis itu dari ambang pintu. Bibirnya berkedut menahan senyum melihat tingakah Gesa. Gadis itu menengadahkan kepalanya keatas sambil menutup matanya. Hidung gadis itu kembang kempis menghirup aroma dari tanah yang keluar akibat hujan. Meskipun begitu, gadis itu sangatlah cantik dan lucu dimatanya.

Pria berumur 24 tahun itu melipat tangannya didada dengan badan yang menyender pada kusen. Rambutnya masih acak-acakan karena bangun tidur. Ia tidak pergi ke bengkel hari ini karena libur.

Gesa sama sekali tidak menyadari ada Fano di sampingnya. Ia masih menikmati ketenangan yang sudah lama ia inginkan.

Sedangkan didalam rumah. Liliana tersenyum-senyum melihat anaknya yang menatap seorang gadis begitu lama. Sudah lama sekali ia ingin menimang cucu. Anak  perjakanya belum pernah sekalipun membawa seorang gadis untuk diperkenalkan kepadanya. Sampai-sampai ia mengira kalau anaknya tidak normal. Untung saja hari ini tatapan dari Fano untuk Gesa mematahkan pemikiran itu.

>>>

Malam hari tiba. Keluarga Liliana melakukan makan malam bersama. Wanita paruh baya itu merasa bahagia akibat kedatangan Gesa. Sudah sangat lama ia menginginkan anak perempuan namun, suaminya telah lama meninggal dunia. Ia tidak berpikir untuk menikah lagi karena memikirkan hatinya Fano juga. Dari dulu, anaknya itu sangat menyayangi ayahnya, jadi Liliana sidah mengira kalau anaknya pasti tidak setuju untuk dirinya menikah lagi.

"Gesa kamu makannya sedikit banget, nambah lagi yaa, itu bunda buat lauk banyak lho masa kamu ambilnya dikit banget"

"Pwalingan lhagi diet bun" potong Fano dengan mulut yang penuh nasi.

"Ih apaan sih bang, enggak bundaa.. emang Gesa biasanya makan segini"

"Enggak enggak, pantas aja kamu kurusan, kamu kalo disini harus gemuk Gesa" Liliana mengambil satu centong nasi lagi lalu meletakkannya pada piring Gesa, tak lupa mengambil tambahan lauk untuk gadis itu.

"Bunda ini kebanyakan" wajah gadis itu panik. Sebanyak ini apa ia sanggup ngabisinnya?.

"Bhahahaha..." Fano tertawa melihat ekspresi gadis itu hingga bulir-bulir nasi pun ikut keluar dari mulutnya yang penuh.

Meskipun kebanyakan, Gesa akan berusaha menghabiskan nya. Ini masakan dari bundanya jadi untuk menghargai dan berterima kasih karena mengizinkan nya tingal disini demi menghindari kedua adiknya, Gesa akan berusaha semaksimal mungkin.

25 menit kemudian. Gadis itu terkapar lemas dengan tiduran telentang di sofa. Akibat makan dengan porsi sebanyak itu, perut Gesa merasa tidak nyaman. Ia kekenyangan.

"Cih... Jangan tidur abis makan" ucap Fano yang berjalan mendekati Gesa lalu ia duduk di samping gadis itu.

"Bangun" ucapnya lagi.

"Gak kuat bang" jawab Gesa lemas.

Fano bangkit mengambil sesuatu dilaci dapur lalu kembali lagi dimana Gesa berada.

"Angkat baju kamu, aku olesin minyak biar mendingan"

Gesa agak terkejut dengan ucapan Fano. Ia pun mengangkat bajunya sedikit keatas dengan perlahan, meskipun wajahnya sedikit cemas karena perlakuan yang sering ia dapatkan dari adik kembarnya.

"Maaf" ucapnya kemudian meneteskan minyak kayu putih pada perut rata gadis itu. Tangan kasarnya mengusap dengan perlahan diarea perut supaya Gesa merasa nyaman.

Usapan perlahan dari tangan besar Fano membuatnya merasa lebih baik. Ia merasakan tangan itu tekstur nya agak kasar, tangan mungilnya terangkat untuk menggenggam tangan kasar Fano.

"Kenapa? Kasar ya tangan aku? Maaf kalo gitu" ucap Fano tidak enak.

"Eh enggak kok bang" balas Gesa sungkan. Ia kemudian terduduk "di swalayan itu ada lowongan gak bang? Gesa mau kerja, mau bantu bunda cari uang, masa Gesa disini gak ngapa-ngapain" tanyanya.

Fano menghembuskan nafasnya. Ia kira Gesa akan berucap lain.

"Enggak usah kerja, Gesa dirumah aja, kerja di swalayan itu berat lho Ge, angkat-angkat gitu"

"Gesa bisa kok, Gesa gak mau nganggur dirumah"

"Kan bantuin bunda bikin kue Ge"

"Iyaa tapi Gesa pengen kerja, pengen kasih bunda uang"

"Enggak usah biar abang aja yang kerja, kamu diberi uang juga ma oma kan? Jadi gak usah kerja"

"Tapi-"

"Gesa nurut"

Gadis itu terdiam ketika diberi bentakan kecil oleh Fano. Niatnya ingin bekerja supaya bisa mandiri dan bisa memberi Liliana uang dari hasil jerih payahnya namun Fano melarang keras untuk itu karena pemuda itu tidak mau Gesa sakit hanya karena bekerja ditempatnya.

"Tiduran lagi, belum selesai usapinnya" pinta Fano. Gesa pun menurut dan menidurkan tubuhnya perlahan. Perutnya semakin baik sekarang, mungkin karena makanannya tercerna dengan cepat. Atau karena usapan tangan Fano?.

.
.
.
.
.
Hi reader.... Selamat menunaikan ibadah puasa bagi yang menjalankan yaa.

Ini partnya kalem aja, jangan nakal² soalnya masih puasa.. ehek...

Next chapter berikutnya....

The Twins 2 (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang