Pukul tiga dini hari Gesa sudah rapi dengan dress-nya. Ada dua koper besar dan juga tas kecil ditengah-tengah koper itu. Ditubuhnya juga terdapat tas selempang berisi barang-barang berharganya.
Malam ini ia akan diantar oleh sang nenek. Opa nya bertugas mengawasi adik kembarnya yang belum pulang dari kantor karena lembur. Jadi, mereka aman tanpa ketahuan.
Dengan diantar supir karena perjalanannya hanya empat jam an dari sini. Kalau naik pesawat, takutnya informasi Gesa bisa diakses dengan mudah oleh mereka nanti.
Setelah siap semua, mereka akhirnya berangkat. Gesa duduk dibelakang bersama oma nya. Karena perjalanan yang lama, ia juga tertidur di mobil.
Tepat pukul enam pagi mereka sampai, karena jalanan yang tidak terlalu ramai tadi melancarkan perjalanan mereka.
Benar kata omanya, saat memasuki hitan panjang yang menuju desa. Suasananya tampak seram. Hutannya sangat panjang dan lebat, bahkan saat pukul lima tadi malah terlihat masih pukul dua dini hari saking lebatnya.
Namun setelah itu, mereka melewati area persawahan lalu perumahan. Penduduk disini sangatlah aktif. Dari mereka sampai tadi, Gesa sudah melihat banyak orang berlalu-lalang membawa cangkul atau sesuatu dipunggung mereka yang jika dilihat seperti wadah nasi yang terbuat dari anyaman kayu.
Saat sampai disebuah rumah yang tidak terlalu besar maupun kecil. Mereka disambut dengan hangat oleh sang pemilik rumah itu.
"Capek ya pasti? Fano, tolong anterin Gesa kekamarnya ya nak" ucap Liliana kepada anaknya.
Yang dipanggil Fano pun tersenyum lalu ikut membantu Gesa dengan membawa dua koper gadis itu menuju kamarnya.
Rumah ini, hanya rumah biasa, tidak ada lantai dua namun halamannya cukup luas dengan diisi berbagai macam bunga.
Para orang tua berbincang-bincang diruang tamu sedangkan yang muda, masih melihat-lihat isi rumah ini.
"Ini kamarmu, agak berantakan ya? Maaf"
"Ah tidak apa-apa emm... Om.."
"Eh.. panggil aku kak Fano atau abang juga tidak apa-apa, aku tidak setua itu Gesa" ucapnya dengan senyuman.
Gesa merasa canggung. Ia bingung di awal haris memangil pria ini apa. Pasalnya, ia adalah anak dari sadari neneknya, jadi tidak salah juga ia memangilnya om bukan?.
"Panggil aku ya kalo butuh sesuatu" ucapnya, kemudian pergi keluar, tidak lupa juga menutup pintu kamar Gesa.
Gesa menganggukinnya. Selepas pria itu pergi ia melihat-lihat isi kamarnya.
Kamar yang sangat pas untuk diisi satu orang. Kasur dengan ranjang yang nyaman dan hanya muat untuk satu orang saja, ada jendela juga diatas kasur itu yang tertutup oleh gorden putih. Meja disamping kasur beserta kursinya dan juga sebuah lemari kayu yang kelihatannya masih baru. Dan kalau diperjelas lagi, semua barang disini masih baru, apa mereka menyiapkan ini demi dirinya. Oh tidak, Gesa sudah merepotkan sang pemilik rumah ini.
Ia buru-buru keluar kamar yang langsung tertuju pada ruang tamu. Ia duduk disebelah neneknya. Ia ingin mengatakan terimakasih namun mereka masih berbincang, dan kalau dipotong itu sangat tidak sopan.
"Kenapa tidak istirahat dikamar saja nak?" Tanya Liliana lembut. Ia melihat raut gadis itu yang ragu-ragu, bibirnya terus bergerak seperti ingin mengatakan sesuatu.
Liliana berpindah duduk, disamping gadis itu. Ia mengenggam tangan Gesa lembut "kenapa?" Tanyanya.
"Emm... Terimakasih untuk kamarnya... Bi-"
"Panggil bunda saja Gesa, aku lebih tua lima tahun dari ayahmu" potongnya.
"Iyaa bunda.. emm.. terimakasih sekali lagi untuk kamarnya, Gesa sudah merepotkan bunda untuk membeli semua barang-barang itu" ucap Gesa menyampaikan uneg-uneg dihatinya.
Liliana mengusap pundak Gesa lembut "tidak apa-apa, bunda malah senang kalau kamu tinggal disini" ucapnya diiringi senyuman manis.
"Maafin Gesa, sudah merepotkan kalian-"
"Shhttt... Sekarang Gesa anak bunda juga. Tinggal disini sangat lama pun tak apa" ucapnya lagi.
Gesa tersenyum senang lalu memeluk Liliana. Mereka pun berbincang-bincang kembali dengan Gesa yang ikut menyimak obrolan mereka.
"Oh iya, kalian belum kenalan kan? Ini anak bunda, namanya Fano Zergi, dia satu tahun diatas kamu" jelas Liliana.
Gesa dan Fano saling berjabat tangan untuk berkenalan. Pemuda itu tersenyum. Sangat manis, apalagi kulitnya yang sawo matang.
Bella pamit pulang saat waktu menunjukkan pukul delapan. Begitu Bella pulang, Fano langsung pamit kepada ibunya untuk pergi bekerja. Gesa tau sedikit informasi mengenai laki-laki itu.
Fano berumur 24 tahun, ia tidak melanjutkan kuliahnya, sama sepertinya. Pemuda itu memilih bekerja disebuah toko macam swalayan didesa ini yang lokasinya tidak jauh dari rumah. Lalu dilanjut kerja lagi di sebuah bengkel milik temannya sampai malam pukul sembilan. Jadi saat pulang dari swalayan pukul dua siang, ia akan menuju bengkel langsung untuk bekerja disana.
Masih pagi namun Gesa sudah disuruh tidur oleh Liliana, wanita dewasa itu takut Gesa masih cape karena perjalanan menuju kemari. Namun Gesa yang tidak enak hati pun memilih membantu wanita itu membuat kue.
Bunda Liliana ini adalah ibu rumah tangga yang setiap harinya membuat kue untuk dititipkan ke warung. Gesa turut membantu setelah berganti pakaian tadi.
"Bunda ini kuenya sudah siap" ucap Gesa "wadahnya dimana biar Gesa bantu masukin" lanjutnya.
Liliana tersenyum. Anak ini sangat baik "tidak usah, kamu ke kamar ya nak" pintanya.
"Bundaa.. Gesa mau bantu"
"Yasudah, kalau begitu, bantu bunda siramin tanaman aja yaa, bunga-bunga dihalaman depan dan belakang belum bunda siram"
"Okee bunda"
Gesa berjalan menuju halaman depan. Mencari selang panjang lalu menancapkannya pada keran air dan mulai menyirami bunga-bunga itu.
Benar kata oma nya. Disini sangat sejuk. Meskipun berada jauh didalam hutan tapi pemandangan disini sangatlah indah. Banyak pohon-pohon yang sudah berbuah ditanam didepan rumah-rumah warga dan disini sangat asri. Tidak ada polusi dari kendaraan.
"Kalo disana ada gunung, pasti indah" Gesa bergumam saat melihat kesamping kiri rumah Liliana. Ada beberapa rumah tetangga lalu persawahan. Gadis itu membayangkan sebuah gunung besar berada di daerah persawahan itu, pasti desa ini semakin indah.
Namun, begini saja sudah sangat indah. Penduduk sini pandai menjaga kebun dan halaman mereka.
Selesai menyirami tanaman, ia kembali masuk rumah karena dipanggil Liliana untuk membantu wanita itu.
Gesa membawa sewadah tertutup yang berisi kue buatan Liliana. Hanya kue tradisional, seperti onde-onde, klepon, bika ambon, kue lapis, bolu kukus dan lain-lain. Gesa mencium bau harum kue itu. Sangat enak.
"Eh ada neng cantik, mantunya bu Liana ya?" Ucap dari pemilik warung yang mereka titipi kue tadi. Sekedar basa-basi.
"Enggak mbak, ini anak saya, dari jauh" ucap Liliana sambil tersenyum.
"Cantik banget bu, kembang desa disini aja kalah" Gesa merona, meskipun itu hanya bercanda, perkataan ibu-ibu warung bisa membuatnya salah tingkah.
Mereka pamit pergi dari sana. Gesa sesekali tersenyum saat berpapasan dengan orang-orang. Mereka menatapnya kagum dan terpana. Gesa jadi malu.
.
.
.
.
.
Next
KAMU SEDANG MEMBACA
The Twins 2 (Tamat)
Teen Fictionfollow sebelum membaca!!!!! ini lanjutan dari 'the twins', kalian baca cerita yang pertama dulu yaa, biar gak bingung juga.... "Kakak tau sendiri kalau aku tidak suka berbagi! Aku akan membunuh mereka yang merebut kakak dariku meskipun itu keluargak...