enam belas

2K 72 1
                                    

Gesa duduk didepan sebuah kaca rias. Cahaya lampu memenuhi pinggiran kaca yang tertempel pada dinding tersebut, karena semua dinyalakan itu membuat mata Gesa menjadi silau.

Entah ada acara apa ia dirias oleh tiga perempuan disini. Mereka berusaha semaksimal mungkin dan harus hati-hati. Salah langkah dikit saja tubuh mereka akan dikoyak habis oleh macan putih milik Gevi.

Sedari tadi, Gesa selalu bertanya kenapa ia dirias seperti ini? Ada acara apa? Apakah ada perayaan besar yang mengharuskan dirinya hadir? Tetapi ketiga perempuan itu sama sekali tidak menjawab.

Jangankan menjawab, mengajak dirinya ngobrol saja tidak. Dari awal make up sampai selesai keadaan tetap hening. Itu membuat Gesa bosan.

Make up selesai. Gesa terlihat sangat cantik dengan dress putih yang ia pakai. Rambut hitam panjangnya pun dibiarkan tergerai, agak dibuat curly sedikit. Dengan sentuhan aksesoris bulan dan kupu-kupu berwarna white and gold.

Dress-nya tampak sangat elegan, apalagi tubuh Gesa yang mendukung membuatnya tampak sangat cantik sekaligus seksi. Kulit putih itu dipolesi makeup yang tidak terlalu tebal. Sangat ringan menurut Gesa, tapi tunggu! Untuk apa ini semua?.

"Istriku cantik sekali" ucap seseorang dibelakangnya dengan tuxedo putih rapi.

Gesa melihat dari pantulan kaca nya. Matanya membola, dirinya terdiam melihat penampilan Gevi.

Gevi maju mendekati Gesa dan ketiga perias itu mundur sambil menunduk. Memberi ruang untuk tuan nya.

"Seperti permintaanku, sangat elegan dan tidak terlalu seksi, aku tidak mau kecantikan tubuhmu itu dilihat oleh para tamu sayang" ucap Gevi yang memegang pundak Gesa dari belakang.

Otak Gesa mencerna agak lambat karena terkejut. Ini dia nikah ni? Sungguh? Dengan adik gilanya ini?

Gesa berdiri lalu menampar pipi kiri Gevi dengan tangan kanannya. Gevi hanya tersenyum mendapat tamparan yang tidak begitu menyakitkan di pipinya. Ia akan membalas satu tamparan ini dengan beberapa tamparan nanti saat mereka di ranjang.

"Gila lo hah? Lo mau nikahin gue? Gak waras lo! Sakit!!" Ucap Gesa marah. Bahkan otot-otot dilehernya tercetak dengan jelas.

"Soo? Just enjoy it darling.... Lagian sejak kapan aku waras kak? Kakak udah tau sifatku dari dulu kan? Aku mau kakak hamil tu saat kita udah sah" ucap Gevi sambil tersenyum.

Nafas Gesa ngos-ngosan. Ia menatap Gevi dengan mata yang berkaca-kaca. Entah perasaan apa yang ia rasakan. Yang jelas, dirinya marah, kecewa, sedih bercampur jadi satu.

Gevi menarik tangan Gesa keluar kamar, sebelum itu ia juga menghapus air mata Gesa yang hampir terjatuh dengan sapu tangan putih miliknya.

Dapat Gesa lihat kalau di lantai satu terdapat banyak sekali orang dengan gaun pesta pernikahan. Banyak juga makanan yang sudah tersaji di atas meja sana, tampak sangat lezat dan mengiurkan.

Gevi tetap menarik tangannya sampai dihadapan pendeta yang siap dengan sebuah buku yang dia bawa.

Dengan senyuman lebarnya Gevi mengucapkan kata siap untuk dinikahkan dengan Gesa.

Pendeta pun mengangguk lalu memulai upacara pernikahannya yang dihadirkan oleh para saksi.

Sepanjang pendeta itu mengucapkan kata-kata sakral dan semua para saksi yang tersenyum menyaksikan, dirinya hanya bisa menunduk sambil menangis.

Mau kabur tetapi tidak bisa karena sebagian besar para bodyguard ada diruangan ini semua, dan Gesa yakin rumah mewah ini pun ada ratusan bodyguard yang berjaga mengelilinginya. Jadi sangat mustahil untuk dirinya kabur.

Meminta tolong? Kepada siapa? Seluruh tamu-tamu yang ada disini tentu saja orang suruhan Gevi.

Pria itu sangat effort dari mengubah lantai satu ini menjadi tempat pernikahan ala kerajaan romawi nan aesthetic. Menyewa orang-orang yang ia bayar dengan nominal yang besar untuk menjadi saksi serta harus selalu tersenyum layaknya orang-orang yang turut berbahagia juga saat diundang ke pesta pernikahan pada umumnya.

Pendeta pun ia panggil untuk membuat pesta ini terlihat sangat nyata. Tak ada raut kasihan pada wajah tamu-tamu itu, bahkan mereka seakan-akan dibuat buta saat menyaksikan Gesa yang menangis sesenggukan.

>>>

Pesta pernikahan nya berjalan sesuai keinginan Gevi dan hari pun tak terasa sudah gelap.

Gevi dan Gesa sudah berganti pakaian dengan lebih santai. Ah tidak... Rupanya hanya Gevi yang merasa santai dan nyaman menggunakan kaos, sedangkan Gesa? Gadis itu memakai lingerie pemberian suaminya- lebih tepatnya, dia tidak akan mengakui Gevi sebagai suaminya sampai kapanpun. Pernikahan tadi adalah paksaan dan tidak ada rasa cinta dari kedua belah pihak didalamnya.

Gesa menutupi dirinya dengan selimut rapat-rapat. Ia sangat tidak nyaman. Kain ini dangat tipis. Benar-benar tipis. Seperti kain renda dan tanpa dalaman. Asetnya hanya ditutupi kain itu saja. Jika Gesa membuka selimut, nampaklah dua gunung kembar dan juga lubang surgawi miliknya yang ditutupi oleh kain transparan.

Dirinya duduk bersandar pada kepala kasur. Tangannya menggenggam erat-erat selimut tebal putih itu saat Gevi yang baru saja minum di lantai bawah kini duduk disampingnya.

"Pftt... Ayolah sayang, aku ini suamimu. Kita seharusnya melakukan aktivitas malam dimana orang lain juga melakukannya pada malam pertama setelah menikah kan?" Ucap Gevi.

Gesa hanya meliriknya. Badannya bergetar, dengan jantung yang berpacu sangat cepat. Genggamannya semakin ia erat kan pada selimut itu.

Namun dengan satu tarikan Gevi, selimut itupun terlepas. Gevi tersenyum miring saat melihat buah dada yang menggantung dengan indahnya. Apalagi saat Gesa menutupi asetnya menggunakan tangan mungil gadis itu, membuat Gevi semakin terangsang.

"Let's play.... Honey" ucapnya dengan suara berat-berat basah.

.
.
.
Next..

The Twins 2 (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang