01. AWAL DARI SEMUANYA.

462 8 1
                                    

Sudah tiga puluh menit Edvan menunggu kedatangan kedua orang tuanya untuk menjemput dirinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sudah tiga puluh menit Edvan menunggu kedatangan kedua orang tuanya untuk menjemput dirinya. Kawasan sekolah sudah sepi karna murid-murid lainnya sudah pulang duluan. Begitu juga dengan satpam sekolah yang sudah menghilang sejak tadi.

Sebelum pulang, satpam sekolah sempat menawarkan Edvan untuk diantar pulang olehnya karena kasihan melihat anak itu sendiri menunggu di halte. Tapi dengan cepat Edvan menolak tawaran itu dengan halus.

"Enggak usah, Pak. Mama pasti sebentar lagi datang kok."

Namun sampai sekarang masih belum ada tanda-tanda orang tuanya akan datang. Langit yang dihiasi awan yang semulanya berwarna biru, perlahan-lahan mulai berubah menjadi abu-abu. Angin juga mulai bertiupan dengan kecepatan sedikit kencang. Menandakan sebentar lagi akan hujan.


Edvan mengeratkan jaketnya saat merasakan hawa dingin mulai menusuk kulit putihnya. Perasaan cowok itu mulai tak karuan, ada rasa takut dan khawatir menggoroti dada.

"Mama sama papa mana sih, kok belum datang?! Mana bentar lagi mau hujan," gumam Edvan. Rasa kantuk mulai menyerang matanya. Ia ingin ingin segera pulang dan langsung tidur di kasur empuk bagaikan awan.

Biasanya lima menit sebelum waktunya pulang sekolah, orang tua Edvan sudah menampakkan dirinya di depan gerbang. Tetapi kenapa kali ini orang tuanya masih belum muncul juga. Apakah orang tuanya ada maslah? Atau orang tuanya sudah lupa dengan dirinya?

Tidak! Itu tidak mungkin. Edvan membuang jauh pikiran negatif itu. Ia tidak mau berpikir hal aneh pada orang tuanya. Orang tuanya pasti akan menjemputnya, sebentar lagi. Tugas Edvan hanya menunggu, menunggu, dan menunggu.

"Hai."

Sapaan lembut itu membuat Edvan menoleh ke arah sumber suara. Entah darimana datangnya, tapi sekarang di samping kirinya sudah berdiri seorang cewek dengan senyuman yang merekah. Tangannya melambai ke arah Edvan, namun cowok itu tak membalas lambaian cewek itu.

Edvan hanya memperhatikan penampilan cewek di sampingnya. Rambut yang di urai dengan bebas. Juga dengan bandana berwarna abu-abu yang menghiasi kepala.

Jika dilihat dari seragamnya, sepertinya cewek itu juga setingkat dengannya; sekolah tingkat SMP. Namun berbeda sekolah. Edvan tau itu karena pada bagian kantong seragamnya tertera nama sekolah cewek itu.

Merasa diabaikan, cewek dengan bandana abu-abu itu menurunkan tangannya. Namun senyuman di wajahnya belum memudar. Dia paham. Mungkin sekarang cowok di depannya ini tidak mau diganggu, apalagi oleh orang asing sepertinya.

"Boleh duduk?" tanyanya dengan senyuman yang makin lebar. Kali ini semoga saja dia menanggapinya.

Edvan hanya menggangguk. Ya walaupun gadis itu tidak meminta izin, kan boleh-boleh saja ia duduk disini. Toh halte juga punya umum, bukan punya nenek moyangnya.

SERAPHIC Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang