Kita memang memiliki kehidupan masing-masing, namun bukan berarti kita akan melupakan satu sama lain.
─── ⋆⋅☆⋅⋆ ──
Dipagi yang cerah dengan nyanyian merdu burung-burung kutilang, seorang gadis remaja bernama Gea malah nampak cemberut dengan wajah suramnya. Tentu bukan tanpa alasan dirinya seperti itu.
"Pagi-pagi dah kusut aja muka lo" kelakar Binar dengan kekehan singkatnya.
"Diem lo, kalo nggak gue setrika tuh muka!"
Gea masih terbayang betapa menjengkelkannya Rea pagi tadi. Saat dirinya baru saja terbangun dari tidur malamnya, ia tak menemui keberadaan saudaranya itu disetiap sudut rumah. Benar-benar hanya dia seorang disana!
Sebetulnya, bukan hal itu yang membuatnya jengkel. Melainkan tak tersajinya sarapan dan juga tak ada sepeser uang pun yang ditinggalkan Rea untuknya. Bayangkan saja betapa paniknya Gea kala itu. Selain memikirkan bagaimana nasib perutnya, Gea juga kepikiran bagaimana caranya berangkat kesekolah.
Beruntung disaat-saat seperti itu, Elang tiba-tiba saja datang. Menawarkannya tumpangan dengan alasan 'sekolah barunya searah'. Tak ingin membuang kesempatan berharga, tentu saja Gea menerima tawaran baik Elang.
"Marah-marah mulu, belum sarapan?"
Gea memangguk lesu, kemudian menatap Binar dengan puppy eyes andalannya. "Ih, kok lo tau sih?" ah, sahabatnya memang sangat peka dalam hal-hal semacam ini.
"Dih, gue cuman nanya. Nggak ada niatan beliin lo sarapan, gausah berharap lebih, deh!" Seketika gurat bahagia di wajah Gea memudar, berganti dengan muka cemberutnya seperti tadi. Tega banget sih, Bin.
"Eh, Bin. Lo tau nggak sih, hari ini katanya ada ulangan dadakan, lho!" Dari gerak-geriknya, Gea terlihat masih berusaha meluluhan hati temannya itu agar mau membelikannya sarapan, atau sekedar cemilan ringan untuk mengganjal perutnya yang sudah keroncongan sedari tadi.
Binar melirik singkat tampang-tampang Gea yang cukup mencurigakan, namun setelah menguping percakapan demi percakapan teman sekelasnya yang banyak memberbicangkan ulangan dadakan pada mata pelajaran fisika hari ini. Oke, Gea tidak berbohong.
"Iya iya, ntar gue traktir. Tapi lo harus bayar pas ulangan nanti lho!" Gea mengacungkan jempolnya tanda setuju.
"Oiya. Kok lo nggak dikasih uang jajan sama Om Cakra? kan secara resmi dia itu ayah lo."
"Memang, sebenernya gue juga udah dikasih jatah 700 ribu perbulan, tapi ya itu--" Gea menjeda ucapannya, sengaja membuat Binar penasaran.
"Ya itu apa?"
"Masih direkening, hehe"
"Ih bego banget sih lo!" kesal Binar.
Tepat setelah Binar berkata demikian, bel masuk jam pertama berbunyi, menandakan Pak Rasyid--guru bahasa Indonesia XI MIPA 3--pasti akan segera memasuki kelas.
Namun setelah 15 menit menunggu, bukan Pak Rasyid yang datang, melainkan Bu Wardah--wali kelas XI MIPA 3--bersama seorang siswa asing yang masuk ke kelas mereka.
"Ibu minta maaf, ya. Jam Bahasa Indonesia jadi kepotong. Ibu cuma sebentar, kok." Hampir tidak ada yang mendengarkan apa yang dibicarakan Bu Wardah, semua mata tertuju pada srorang siswa 'baru' yang berdiri disebelah wali kelas mereka.
Gea menyerngit, dirinya sepeti tak asing dengan wajah siswa itu.
Siswa baru berperawakan tinggi itu maju selangkah, saat dirinya dipersilakan untuk memperkenalkan diri. "Halo semua, saya Elang Bumantara, pindahan dari SMA Bina Kharisma. Semoga kita bisa berteman baik."
KAMU SEDANG MEMBACA
BECOME A DOCTOR [TERBIT]
Teen Fiction•--Dilarang mengcopy ataupun plagiat dari segi apapun, karena author buatnya juga dari ide sendiri--• •--Berikan kritik dan masukan secukupnya, jangan lupa pake tata bahasa yang baik dan sopan yaa--• •--Jangan lupa tinggalkan jejak dengan vote dan k...