Cemas, gelisah, khawatir.
Adalah perasaan yang paling dibenci oleh setiap manusia.─── ⋆⋅☆⋅⋆ ──
"Ge-Gea?"
"Iya, gue Gea."
Keduanya kembali saling terdiam.
"Gue mau ngomong sesuatu sama lo, Ge."
Rea menjeda ucapannya dengan helaan nafas panjang.
"M-maaf."
─── ⋆⋅☆⋅⋆ ──
Setelah menerima telfon dari kakaknya, suasana hati Gea terlihat membaik. Bahkan sekarang gadis itu tengah bermain ria dengan beberapa anak panti lainnya. Mengetahui hal itu tentu Mama merasa lega.
"Tuh, kan. Apa Mama bilang, kamu tuh kebanyakan makan gengsi!" bisik Mama tepat pada daun telinga Gea. "Hmph! Mama daritadi gitu terus, ih!" Melihat pipi Gea yang menggembung sontak membuat Mama tak tahan untuk mencubitnya gemas."Mama, hari ini Kiyan pengen makan cemilan deh!" Wanita paruh baya itu menoleh pada gadis kecil yang menarik-narik jilbab hitam panjangnya sedari tadi. "Haduh, Kiyan. Kamu ini dari kemaren minta cemilan terus, ya?" keluh Mama.
Mendengar Kiyan meminta dibuatkan cemilan oleh Mama, netra Gea seketika berbinar. "Bagus, Kiyan! Ayo Kak Gea bantu ngebujuk Mama!"
Wanita itu geleng-geleng kepala dengan kelakuan dua anak asuhnya yang satu setel ini. Sebetulnya Mama hendak menolak permintaan mereka, namun setelah beberapa anak lain juga meminta untuk dibuatkan cemilan, Mama akhirnya pun luluh. Apa boleh buat, kan?
"Iya iya, Mama buatin. Tapi kalian harus ikut bantu loh ya!" Beberapa anak panti di sana bersorak ria, begitu pula dengan Kiyan dan Gea.
"Anak baik! Ayo semua, ikut Mama ke dapur!"
"Siap, Mama!"
Mereka melangkah bersama membuntuti sang Mama menuju ke dapur. Di sana mereka saling membantu dengan membagi tugas. Kali ini mereka sepakat untuk membuat brownies coklat.
Mama, Gea dan beberapa anak remaja lainnya berkutat dengan urusan yang berhubungan langsung dengan panas api. Sedangkan Mbak Ayun--salah satu pegawai panti--dan anak-anak lainnya sibuk menyiapkan adonan.
Ketika sedang sibuk-sibuknya membuat adonan, Gea tiba-tiba saja teringat dengan berbagai macam menu lezat yang selalu Rea masak untuknya. "Ma, Rea pernah bantu-bantu di dapur, ya?" tanyanya sekedar basa-basi.
Mama mengangguk kecil, "pernah, sering malahan." Gea ber'o'ria dengan jawaban Mama. Pantesan masakannya nggak pernah gagal di lidah gue.
Acara masak memasak itu terus berlanjut sampai langit berubah warna menjadi jingga. Seiringan dengan itu pula akhirnya brownies yang mereka buat bersama telah matang, dan seperti biasanya Mama akan membawa makanan rasa coklat itu ke ruang depan agar semua anak-anak panti bisa menyantapnya bersama.
"Kamu pulang bareng siapa? Ini udah malem loh," tanya Mama setelah menyicip sepotong brownies coklat. Gea menoleh ke arah wanita paruh baya itu, "sama Rea."
"Tapi kok tumben banget jam segini belum jemput, seharusnya dia kan udah pulang kerja daritadi." Mendengar penuturan sang mama tentu langsung membuat Gea terdiam. Bener juga, batin Gea heran.
─── ⋆⋅☆⋅⋆ ──
"Makasih ya, Re!" Zalfa melambaikan tangannya ketika Rea kembali memacu laju kendaraannya keluar dari gang tempat tinggalnya. Pemuda itu membalas ucapan terima kasih Zalfa dengan isyarat OK pada jemarinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
BECOME A DOCTOR [TERBIT]
Teen Fiction•--Dilarang mengcopy ataupun plagiat dari segi apapun, karena author buatnya juga dari ide sendiri--• •--Berikan kritik dan masukan secukupnya, jangan lupa pake tata bahasa yang baik dan sopan yaa--• •--Jangan lupa tinggalkan jejak dengan vote dan k...