「 ✦ Maaf (?) ✦ 」

34 19 15
                                    

Maaf.
Memang hanya sekedar kata, tapi memiliki sejuta makna.

─── ⋆⋅☆⋅⋆ ──

Prangg!!

Rea terpenjat kaget ketika nampan besi yang ada di tangannya tiba-tiba meluncur begitu saja menyentuh lantai restoran. Hari ini ia terlalu banyak melamun sampai tidak bisa fokus karena kejadian malam tadi.

"Lo kenapa?" Seorang gadis berapron kembali membuatnya terkejut. Mungkin ia harus bisa melupakan sejenak apa yang terjadi kemarin, agar dirinya bisa berhenti melamun. "Rea?" panggil Zalfa untuk kesekian kalinya.

"Eh? Oiya, kenapa?" Pemuda itu nampak seperti orang linglung.

"Lo oke, kan?" Gadis itu menuntun Rea masuk ke dalam ruang khusus pegawai, siapa tahu ia akan menjadi lebih tenang setelah beristirahat sejenak.

Tentu saja Zalfa mengkhawatirkan kondisi rekan kerjanya itu.

Bagaimana tidak? Penampilan Rea pagi ini benar-benar mengerikan, terlihat jelas luka-luka yang masih segar menempel di seluruh tubuhnya, jangan lupakan mata cekung dan bibir pucat yang membuat Rea terlihat seperti mayat hidup.

"Ada masalah sedikit, nggak papa kok." Meski begitu Rea masih mencoba tersenyum seperti biasanya. "Bohong," sarkas Zalfa.

Seketika senyum di wajahnya langsung memudar. Ia memang tak sehebat itu untuk menutupi keresahannya. "Gue--" Rea memotong kalimatnya dengan helaan nafas panjang. "--berantem sama Gea."

Zalfa manggut-manggut, gadis itu sudah mendapatkan titik inti dari kemurungan Rea hari ini. "Yaa, biasa aja kali. Nama--"

"Tapi masalahnya gue sampe hampir main tangan sama dia." Rea langsung tertunduk lesu sesaat setelah mengatakan hal itu.

Penuturan Rea yang demikian itu tentu membuat Zalfa ternganga. Ia tidak percaya dengan apa yang di tangkap telinganya. "Main tangan? Lo ada masalah apa sama Gea?" Padahal tadi Zalfa sudah berjanji tidak akan kepo perihal masalah dalam hubungan persaudaraan Rea dan Gea. Namun sepertinya masalah mereka kali ini agak ekstrim.

"Pusing gue, Fa." Rea mengacak rambutnya frustasi. Ia menarik nafas dalam-dalam sebelum mulai menceritakan apa yang terjadi semalam. "Kemaren, pas gue baru aja pulang kerja...."

Zalfa mendengarkan setiap kata yang keluar dari bibir Rea dengan seksama. Ia sama sekali tidak mau kelewatan momen-momen terpenting dari cerita Rea. Bahkan Zalfa sampai lupa berkedip hingga pemuda itu selesai menceritakan semuanya.

"....gitulah pokoknya," ucap Rea diakhir cerita panjangnya. "Sekarang Gea marah sama gue, bahkan pagi tadi Gea nggak makan sarapan yang udah gue masak untuk dia." keluhnya dengan wajah memelas.

"Oke. Gue paham sama niat baik lo, Re." Rea menoleh ke arah wajah Zalfa yang terlihat begitu tenang baginya. "Tapi cara lo salah," lanjut Zalfa.

"Letak kesalahan gue di mana coba? Gue cuma berusaha bantu Gea biar bisa masuk univ impian dia!"

"Di sini konteks lo bukan lagi bantu, tapi lo nuntut Gea." Rea menyerngit, sepertinya ia masih belum menyadari kesalahannya pada Gea sampai sekarang ini. "Maksud lo?"

"Maksud gue, tindakan lo yang sekarang ini sudah bukan lagi buat bantu Gea masuk ke univ impian dia, elo lebih terlihat nuntut Gea untuk masuk univ impian lo sendiri. Bukan univ impian Gea."

"Tapi 'kan, univ impian dia sama kayak univ impian gue." Zalfa menggaruk kulit kepalanya yang tidak gatal. "Yaudah deh gue ganti ucapan yang tadi."

"Maksud gue, tindakan lo yang sekarang ini sudah bukan lagi buat bantu Gea masuk ke jurusan impian dia, elo lebih terlihat nuntut Gea untuk masuk jurusan impian lo sendiri. Bukan jurusan impian Gea." Gadis itu meneliti setiap tutur katanya agar tidak terjadi kesalahan lagi.

BECOME A DOCTOR [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang