「 ✦ Abi - Buna ✦ 」

98 58 7
                                    

Sesuatu yang kita anggap sepele, bisa jadi hal yang paling penting dimata orang lain.

─── ⋆⋅☆⋅⋆ ──

Sore ini, setelah baru saja menjemput Gea disekolahnya. Rea tiba-tiba mendapat panggilan dari Cakra, pria itu berkata ingin berbicara dengan adiknya. Tentu Rea menghela nafas lega karena tak membahas kejadian pagi tadi.

Rea menyerahkan ponselnya pada Gea yang baru menyelesaikan mandinya. Membiarkan gadis itu membawa ponselnya kemana saja, sedangkan dirinya kembali menikmati saluran televisi yang menyiarkan film barat. Meski begitu, telinga Rea tetap tajam mendengarkan apa yang mereka bincangkan.

"Loh ngapain, Om? Kan belum akhir pekan."

"Nanti sekolah Gea gimana?"

"Jangan dong, Om."

"Iya, Om."

Itu saja yang dapat Rea dengar dari percakapan keduanya, hanya suara Gea yang menimpali Cakra. Rea mengidikkan bahunya, masa bodo dengan apapun itu. Pasti juga tidak ada kaitan dengan dirinya.

Tak lama setelah percakapan terakhir yang Rea dengar, Gea mengembalikan benda pipih itu padanya. "Kenapa?" tanya Rea sekedar basa-basi.

Gea menyerngit, kemudian berdecih pelan. "Bukan urusan lo," gumam Gea menirukan gaya bicara kakaknya pagi tadi.

Rea mengangkat salah satu alisnya. Ah, sepertinya Gea masih kesal dengan dirinya. Tapi ia akui, saat itu dirinya memang sangat menjengkelkan. Rea menghela nafas gusar, "gausah ngambek pekara pagi tadi, nanti juga lo bakal tau sendiri."

"Dih, siapa yang ngambek?" Gea menatap Rea sinis.

Sepertinya lebih baik Rea diam, lagipula ia juga tidak tau cara menangani badmood-nya cewek. "Kalo lo jadi gigolo sekalipun gue juga nggak peduli," ucap Gea dengan nada menyindir.

Daun telinga Rea yang menangkap kalimat kurang mengenakkan itu tentu saja memanas, meski begitu sebisa mungkin ia berusaha untuk tetap tenang. Lagipula yang memulai semua masalah ini Rea sendiri. Bukan?

"Omongan lo dijaga," gumammya pelan.

Lagi-lagi Rea menghela nafas panjang, tidak habis pikir dengan kelakuan saudaranya itu. "Mau cemilan?" tawarnya, barangkali bisa sedikit memperbaiki mood Gea yang berantakan, dan anggap saja sebagai permintaan maaf.

Gadis berambut sebahu itu terdiam sejenak, tangannya bergerak meremas training pants yang ia kenakan. Gea mengalihkan pandangnya kearah lain, kemudian memangguk kecil.

Rea menyunggingkan senyum tipis, sedikit jengkel. "Cemilan apa?" Ia memastikan untuk tidak membuat kesalahan lagi kali ini. "Takoyaki"

"Oke." Rea beranjak dari posisi duduknya, kemudian melangkah menuju ruangan dimana terdapat berbagai alat dan bahan untuk memasak. Gea terlihat sedikit terkejut dengan tindakan kakaknya, ia pikir Rea akan membelikannya diluar, tapi ternyata Rea akan membuatnya sendiri. Apakah dia yakin?

Didorong perasaan tak yakinnya, Gea ikut membuntuti Rea ke dapur. "Lo mau buat sendiri?" Pertanyaan yang Rea tanggapi dengan anggukan mantap.

"Lo bisa?" Pemuda yang sudah mengenakan apron itu tak lagi menanggapi perkataan Gea. Rea mulai fokus memasak, dengan begitu lincah kedua tangannya memasukkan berbagai bahan-bahan mulai dari telur, tepung terigu, baking powder, air, hingga kaldu jamur.

Gea yang penasaran dengan cara memasak ala Rea, bangkit dari duduknya dan mendekat, mengamati setiap langkah demi langkah pembuatan takoyaki.

"Kok lo bisa masak sih?"

BECOME A DOCTOR [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang