「 ✦ Insiden ✦ 」

14 9 4
                                    

Tak peduli seberapa baik sifat seseorang,
sifat aslinya akan keluar saat berada di keadaan genting.

-- Himejima Gyomei

─── ⋆⋅☆⋅⋆ ──

"Gea, lo nanti mau mampir makan dulu di panti nggak?" tanya Rea dengan suara pelan.

Sekarang ini mereka sudah berada di dalam bus, kendaraan yang sama ketika keduanya menuju kemari tadi.

"Gea?" panggil Rea sekali lagi. Namun masih saja belum terdengar jawaban dari gadis yang duduk di sebelahnya itu. Saat Rea hendak mengguncang bahu adiknya, tiba-tiba saja tubuh Gea terjatuh dalam pangkuannya. "Gea, lo tidur?"

Rea mengguncang tubuh mungil Gea beberapa kali, hingga terdengar lenguhan khas orang yang tengah terganggu tidurnya. "Bilang dong kalo tidur, bikin orang ketar-ketir aja," gerutu Rea.

Melihat posisi Gea yang sepertinya tidak terlalu nyaman bila terus di pangkuannya, Rea pun menggeser tubuhnya mendekati gadis itu kemudian memindahkan kepala Gea pada bahunya agar bisa tidur bersandar dengan leluasa.

Rea mengamati mata Gea yang terpejam, jemarinya aktif menyingkirkan helaian rambut dari pipi dan bibirnya. Wajahnya terlihat letih namun juga terlihat bahagia. Ia jadi tidak tega jika harus membangunkannya saat telah tiba nanti.

Loh? Depan kok udah mau nyampe perlintasan kereta, perasaan baru ngeng bentar.

"Pak, ini udah mau nyampe Panti Asuhan Kasih Bunda?" tanya Rea pada seorang pemumpang pria yang berada bersebrangan dengannya.

"Eh, saya kurang tau juga. Tapi ini mungkin lewat jalur beda, Mas. Busnya nggak lewat panti asuhan itu, kayaknya ini mau langsung ke terminal." Rea ber'o'ria, kemudian mengucapkan terima kasih pada pria paruh baya itu.

Rea yang duduk tepat di samping jendela, sedikit menengok ke arah luar. Ternyata busnya sudah mulai melintasi rel kereta. Ternyata emang bener mendingan naik motor, toh tadi pagi gue udah minum obatnya, efeknya juga lumayan awet sampe sekarang.

Greekk!

Dug!

Laju bus seketika terhenti dalam sekejap. Semua penumpang yang ada di dalam bus langsung terlihat cemas, begitupun dengan Rea. Sepertinya badan bus tersangkut di rel kereta.

"Tenang semua! Bapak supir sedang berusaha mengeluarkan bus dari sini. Mohon tenang, mohon kerjasamanya!" Sang asisten supir berusaha mengendalikan para penumpang yang mulai panik dan mengajukan protes pada sang supir.

Gea yang terusik dengan kebisingan di luar alam mimpinya pun terbangun. "Re, ini pada kenapa?" Seseorang yang ditanyai hanya diam saja, terlebih wajahnya terlihat memucat seperti orang yang sedang ketakutan.

"Rea?" panggilnya pelan.

Rea tak lagi menjawab panggilan Gea, ia langsung menarik lengan gadis itu keluar dari bangku tempat mereka duduk tanpa mengeluarkan sepatah kata pun.

"Pak, buka pintunya!" teriak Rea yang berada di barisan paling belakang dari orang-orang yang sedang mengajukan protes pada sang sopir.

Karena terhadang suara para penumpang yang berprotes, sepertinya apa yang Rea ucapkan tadi tidak tersampaikan pada sang supir. Pemuda itu kembali menarik Gea ke belakang, di mana terdapat pintu masuk-keluar di sana.

Rea celingak-celinguk, mencari alat yang bisa digunakan untuk membuka akses pintu keluar itu. Hingga netranya menangkap sebuah benda pemecah kaca yang terletak tak jauh dari sana.

Tangannya meraih benda itu, kemudian mengayukannya ke arah kaca jendela. "Lo berani lompat, kan?" Rea memandang Gea dengan tatapan serius.

"A-apa maksud lo?"

BECOME A DOCTOR [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang