「 ✦ Yang Dibutuhkan Gea? ✦ 」

91 53 4
                                    

Kunci dari segala hubungan itu sederhana
yaitu saling mengerti.

─── ⋆⋅☆⋅⋆ ──

Beberapa hari sejak Cakra menjemput Gea, hingga pada hari ini gadis itu belum juga diantar kembali kerumah lamanya. Terhitung sudah 4 hari Rea sendirian di sana. Sebetulnya hal itu bukan masalah besar bagi Rea, lagipula selama 5 bulan sebelum Gea diadopsi, dirinya sudah tinggal lebih dulu dirumah ini.

Pagi ini, ketika matahari baru saja mulai menampakkan dirinya Rea sudah bersiap untuk berangkat ke resto tempatnya bekerja. Meskipun hari ini adalah akhir pekan namun tak menutup untuk dirinya pergi bekerja, malahan jika akhir pekan seperti ini pengunjung semakin ramai.

Bersama motor matic kesayangannya, Rea menerobos padatnya lalu lintas. Beradu dengan asap dan debu yang selalu menjadi riasan wajahnya disetiap pagi. Perlu waktu 30 menit untuk terbebas dari itu semua.

Rea menghela nafas panjang kemudian melepaskan helm yang ia kenakan, sesaat setelah sampai di tempat tujuan. "Pagi, Rea!" Seorang gadis muda menyapanya dari belakang, siapa lagi kalau bukan Zalfa, rekan kerja yang satu profesi dengannya. Rea tersenyum tipis, "iya" jawabnya singkat.

"Yee, sok kalem banget sih" cibir Zalfa sambil menyikut lengan Rea pelan. Keduanya melangkah beriringan memasuki restoran. Usia mereka yang hanya terpaut 1 tahun membuat keduanya lumayan cepat akrab. Bahkan beberapa kali Rea juga pernah mengantar Zalfa pulang ke rumah.

"Ciee, ada yang jadian nih ceritanya?" goda Alena ketika keduanya sudah berada di dalam ruang khusus pegawai restoran. "Mana ada!" Zalfa terlihat menyembunyikan rona wajahnya yang memerah, sedangkan Rea terlihat biasa-biasa saja. Lagipula ia sudah sering mendengar Alena yang selalu 'menjodoh-jodohkannya' dengan Zalfa.

"Weyy, ayo kerja. Pelanggan mesti udah pada dateng." ajak Tara yang kemudian ditanggapi dengan anggukan kepala para rekan kerja shift paginya.

Setelah mengenakan apron berwarna hitam, Rea segera keluar dari ruangan itu kemudian menyambut para pelanggan yang datang pagi ini. Ia melayani mereka seperti biasanya.

"Rea!" Seseorang memanggilnya. Rea menoleh, mencari orang yang menyebut namanya tadi. Elang? Ngapain tu anak manggil gue?

Ia mendekati pemuda dengan setelan kemeja hitam polos yang duduk tak jauh dari pintu masuk. Dengan menjunjung tinggi profesionalitas kerjanya, Rea berbicara pada Elang seperti saat dirinya melayani tamu restoran. Hal itu tentu saja mengundang gelak tawa pemuda 17 tahun itu.

"Anjay, profesional banget" Elang kembali melanjutkan tawanya.

"Diem lo, cepetan mau pesen apa?"

Setelah tawanya mereda, Elang menyebutkan beberapa menu yang ingin ia pesan. Sedangkan Rea sibuk mencatat apa saja pilihan menu yang keluar dari bibir Elang. "Ada pesenan tambahan nggak?" Elang menggeleng. "Yaudah tunggu bentar."

Belum sempat Rea melangkah pergi, Elang kembali memanggil namanya. "Katanya kagak ada pesenan tambahan?" Melayani teman lamanya ini entah kenapa rasanya ingin ngajak war.

"Yaelah bukan itu, woe!" Rea menyerngit. "Lo mau ikut gue nggak?" Pemuda dengan apron di tubuhnya itu tambah menyerngitkan keningnya. "Nyari hadiah buat Gea" ujarnya santai.

Rea ber'o'ria, namun seperkian detik kemudian ia menaikkan salah satu alisnya. "Sekarang tanggal berapa?" Elang mengambil ponsel yang ada di saku celananya, kemudian mengaktifkan layar handphone sebelum akhirnya meyodorkan benda pipih itu tepat di depan wajah Rea. 1 April? Oh, masih 3 hari lagi.

"Nggak tau deh, kalo bisa nanti gue call." Elang mengisyaratkan 'OK' dengan jemarinya.

─── ⋆⋅☆⋅⋆ ──

BECOME A DOCTOR [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang