Sepuluh

2.5K 221 12
                                    

"Terima aja. Kamu kan, katanya mau senang-senang, udah lama nggak liburan kan?"

Rania memandang Alfi sembari berpikir. Terakhir ia berlibur sekitar enam bulan sebelum menikah. Bersama kekasihnya menelusuri jejak-jejak sejarah di Venesia. Sembilan hari yang mengesankan bersama Rio, kekasihnya saat itu, sebelum ia menemukan laki-laki itu tengah bercumbu dengan warga lokal di hari-hari terakhir liburan mereka.

"Terus kamu, gimana?" Ia balik bertanya.

Alfi melipat kedua kakinya di atas sofa. "Ya, tetap disini."

Rania tampak tidak setuju. Ia ingin Alfi ikut serta dengannya jika keputusan untuk menerima tawaran itu benar-benar ia terima. Em, bagaimana ya? Ia merasa hidupnya sedikit banyak sudah bergantung dengan laki-laki itu.

"Sendiri?" Rania bertanya lagi.

"Iyalah! Mau sama siapa lagi?"

"Emang kamu berani?"

Alfi tertawa, ada-ada saja perkataan Rania baginya, "Harusnya aku yang nanya kayak gitu ke kamu nggak sih, Ran?"

"Jadi aku terima aja, nih?" Tanyanya memastikan.

"Ya, aku nggak ada alasan untuk nggak mengizinkan. Kamu yang mengerti passion kamu dan kebutuhan kamu." Alfi menatap Rania dalam.

"Tapi awas lho, kamu jangan macam-macam!"

Alfi mengangkat pundaknya, "Mau macam-macam bagaimana, aku miskin!"

Sedikit tahu tentang laki-laki itu, Rania sulit mengenyahkan pikiran-pikiran negatif yang berdatangan. Alfinya pernah terkenal sebagai seorang anak dari model legendaris ternama era delapan puluhan. Berita soal hubungan pribadi Alfi dengan perempuan selalu terkuak ke awak media. Seingatnya, itu terjadi sebelum Alfi memutuskan tinggal di Paris.

Jadi kira-kira begini, setelah lulus dari taman kanak-kanak, ia dan Alfi terpisahkan dengan jarak sekolah di jenjang selanjutnya yang berbeda pulau. Entah kemana laki-laki itu pergi mengenyam pendidikan. Hingga suatu hari, saat ia masih duduk di bangku menengah atas, berita laki-laki itu muncul kembali karena sang ibu yang namanya harum di negeri ini meninggal dunia.

Tidak lama, berita-berita hubungan Alfi bersama kekasih atau mantan kekasihnya, menjadi perbincangan hangat di sosial media. Termasuk, berita pindahnya laki-laki itu ke Paris bersama ayahnya. Dirinya, tidak begitu ingin tahu soal laki-laki itu, hanya sedikit penasaran bagaimana sosok laki-laki yang pernah memberinya sebuah bandana.

Pernah ia tidak sengaja menggunggah foto bersama teman-temannya di taman kanak-kanak, karena sedang membuat salah satu trend sosial media. Lalu, laki-laki itu tiba-tiba mengomentarinya. Padahal keduanya tidak saling mengikuti di akun sosial media.

From: alfi_zahab

Wah, ada cogan nyempil tuh 😆

To: alfi_zahab

Berisikkk

Laki-laki itu tidak sekali dua kali mengomentari postingan-postingan dirinya. Bahkan saat ia mengunggah foto bersama kekasihnya.

From: alfi_zahab

skrg dia yg digandeng kamu, next aku yg digandeng kamu🤸

To: alfi_zahab

g jls

Beberapa momen-momen saling mengomentari itu kadang sedikit membuatnya merasa memiliki teman. Jujur saja, ia memiliki kekasih saat itu namun kekasihnya jarang sekali me-notice postingannya, tidak seperti Alfi yang selalu mengajaknya bercengkrama di komentar.

Hingga keduanya bertemu, rasa canggung itu sedikit sirna karena merasa sering mengobrol. Satu fakta yang ia akui, bahwa laki-laki itu masih sama, tampan dan harum. Pantas, berita soal kedekatan dengan perempuan tidak henti-henti di media. Laki-laki itu tahu caranya menggaet kaum hawa dengan paras yang dimilikinya. Termasuk dirinya.

Bagaimana, ya?

Jika ia menerima tawaran tersebut. Berarti ia akan hidup seperti keadaan sebelum menikah. Tinggal di apartemen dan bekerja di toko. Aduh, kalau begini caranya percuma saja ia menikah.

Keinginannya untuk menikah itu kan, ingin merasakan sesuatu yang orang-orang diluar sana katakan romantis. Ia jarang sekali mendapat perlakuan-perlakuan yang secara khusus melibatkan perasaan dari laki-laki disekitarnya.

Dari mulai ayahnya, bahkan dua puluh empat jam waktu yang dimiliki Hadi, selaku ayahnya, tidak pernah menanyakan keadaannya. Mungkin dalam satu tahun laki-laki itu hanya meneleponnya. Itu pun, hanya bertanya soal ia yang akan berlebaran dimana jika hari raya sudah dekat.

Lalu kakak pertamanya, selalu semena-mena terhadapnya dari ia masih kecil. Tidak terhitung berapa kali ia dilecehkan oleh laki-laki tidak bermoral yang sayangnya memiliki darah yang sama dengannya. Ia pernah diintip saat sedang memakai baju di kamar ketika hendak pergi ke sekolah. Dikatakan perempuan bertubuh murah karena memiliki payudara yang besar. Pernah juga, ia disiram dengan air mineral di depan teman-temannya agar baju seragam yang dipakainya basah dan mencetak pakaian dalam yang digunakannya. Sangat menjijikkan memang anak sulung Hadi tersebut.

Kakak keduanya baik namun super jahil. Ia seringkali kehilangan alat-alat tulisnya karena diambil diam-diam oleh laki-laki itu. Pernah juga, ia kehilangan sepasang sepatunya di musola sekolah karena diambil olehnya. Tidak lupa juga, laki-laki itu sering mengambil jatah sayap ayam favoritnya jika sedang makan. Tapi, laki-laki itu seringkali menanyakan kabarnya, mengiriminya uang saat merantau kuliah, memberinya hadiah saat ia sudah bekerja di toko baju.

Jadi, laki-laki yang menurutnya sedikit waras di hidupnya, ya, hanya Alfi. Meski laki-laki itu tengil, suka tebar pesona, mengucapkan kata-kata manis, tapi ia mengerti caranya memperlakukan manusia berjenis kelamin perempuan dengan baik.

Lalu, bagaimana bisa ia yang sudah ketergantungan dengan laki-laki itu kembali mandiri di kota Malang?

"Udah malam, Ran. Mikirnya ditunda besok lagi. Bunda nggak ngeburu-buru, kan? Yang penting kamu kasih jawaban pasti mau terima atau nggak?"

Rania mengangguk. "Iya sih, tapi aku masih kepikiran siapa yang akan bantu aku cuci baju disana?" Ucapnya mendramatisir.

Keduanya berjalan beriringan menuju kamar. Alfi langsung mengambil sapu lidi guna membereskan kasur. Dinyalakannya kipas angin untuk menghalau nyamuk yang berterbangan.

"Ngapain dipikirin! Kamu kan, disana akan jadi orang kaya lagi, cuci baju udah bukan jadi masalah besar. Kamu bahkan bisa sewa jasa laundry semau kamu."

Rania terhenyak. Jika dirinya menjadi kaya, laki-laki itu juga akan kaya, kan?

"Kamu ikut aku aja, yuk, Al! Kita jalani sama-sama kehidupan sebagai orang kaya disana."

Alfi merebahkan tubuhnya yang sudah digunakan mengantar pesanan makanan berkali-kali di siang hari tadi. "Bunda nyuruhnya kamu aja, kan? Ya, berarti memang kamu yang harus menjalani. Lagipula kalau aku ikut kamu kesana, siapa yang urus outletku yang selalu sepi ini. "

Pandangannya tertuju pada manik mata Rania yang berada di sebrangnya, "Udahlah, kamu jalani dengan biasa aja, seperti dulu sebelum kamu menikah sama aku. Tenang aja, aku nggak akan ganggu-ganggu kamu." Ucapnya mengahalau keragu-raguan perempuan itu.

"Tapi, kamu jangan lupa setiap dua bulan sekali tengokin aku, nanti aku dikira janda sama orang-orang."

Alfi tertawa kecil. Ujungnya, ternyata pernikahan itu seperti ini, ya?

Lucunya hidup.

Ia kehilangan ibu yang sering memarahinya. Kehilangan ayah yang sering memberikannya petuah. Kehilangan harta dan pekerjaan yang menjadi harga dirinya. Lalu, sekarang haruskah tuhan menghilangkan sang istri yang meski menyebalkan tetap ia akui hanya perempuan itulah sesuatu berharga yang ia miliki sekarang.

Can I Ask You a Question? (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang