Dua Puluh Satu

2.3K 160 3
                                    

"Aku beli roti bakar dulu ya, di depan."

Rania tidak menjawab. Jarinya sudah berisik mengetuk-ngetuk pintu mobil, saking inginnya cepat keluar dari dalam mobil.

Ia sendiri sebetulnya bisa pergi dari sini tanpa sepengetahuan Ikhsan. Tapi itu merupakan sebuah bentuk ketidaksopanan. Ia tidak ingin menimbulkan perkara baru. Ikhsan sendiri juga sudah baik mau menampung dirinya di mobil sedan kerennya ini.

Dari dulu laki-laki itu selalu baik padanya. Katanya, ia sudah tidak lagi memiliki keluarga. Maka jalan satu-satunya merasakan kekeluargaan adalah berbuat baik pada orang disekitarnya, itu yang pernah laki-laki itu katakan.

Usianya dua tahun lebih muda darinya. Tampangnya biasa saja, namun karena kebaikannya yang luar biasa laki-laki itu selalu punya keistimewaan tersendiri.

Sekitar lima belas menit mungkin laki-laki itu baru kembali. "Aku udah lama nggak makan roti bakar. Sebelum tidur ngisi perut sambil minum teh kayaknya enak." Ucap ikhsan sambil menyalakan mesin mobilnya.

Begitu sampai di parkiran, ia buru-buru keluar mobil. Berpamitan pada Ikhsan dengan alasan ingin buang air kecil. Yang ini tidak berbohong, kok. Ia sedikit berlari. Tapi pintu lift tak kunjung terbuka. Membuat ia dan Ikhsan bertemu kembali.

"Dari tadi belum kebuka liftnya?" Tanya Ikhsan.

Ia menjawab dengan gelengan. Sedikit malu karena tadi sempat menjadi seperti orang yang benar-benar ingin kabur dari mobil.

Lima menit keduanya menunggu. Akhirnya lift terbuka. Tampak petugas kebersihan membawa troli sampah, yang sepertinya itulah alasan yang membuat lift jadi sedikit lama terbuka.

Akhirnya ia sampai pada lantai yang dituju. Berjalan mendahului Ikhsan, tapi tiba-tiba tangannya di pegang oleh Ikhsan dari belakang. Ia malas menengokan kepala. "Kenapa?"

Ikhsan menyodorkan sebuah bungkusan roti bakar yang tadi dibelinya. "Rasa cokelat keju, kesukaan kamu. Tadi sekalian aku belikan."

"Oke. Makasih, San." Ia kembali berjalan tergesa begitu menerima sangkutan plastik di jarinya.

*_____*

To: Alfinya aku

iiihhh...tadi hp aku mati. Aku baru pulang. Handphonenya baru di charge.

Alfi??? hello, anyone there?

Ia mengirim pesan begitu tahu Alfi menelponnya sebanyak lima kali.

From: Alfinya aku

I'm here

Skrg udh bisa teleponan belum?

Ia gegas mendial nomor laki-laki itu. Aduh, ia seperti tidak bertelepon satu bulan saja.

"Kamu habis mandi, Ran?"

"Iya. Kamu udah mandi belum?"

Rania memajukan hidungnya pada layar handphone. "Belum ya? Agak bau nih, handphone aku."

"Iya! Aku belum mandi tiga kali hari ini." Alfi menanggapi gurauan Rania.

Rania tersenyum mendengar balasan Alfi. "Mau aku bikin supaya mandinya jadi tiga kali?"

Alfi mengernyitkan dahinya. "What's mean?"

Rania menegakkan layar handphonenya. Membalikkan tubuhnya seraya menurunkan bathrobe yang dipakainya. Lalu berjalan gontai menuju meja rias tanpa busana yang melekat di tubuhnya. Mengambil satu ikat rambut yang ukurannya besar. Masih dengan posisi membelakangi kamera ponselnya. Ia mulai menyisir rambut guna menyatukan helai-helai untuk diikat.

Can I Ask You a Question? (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang