Tiga Puluh

2K 125 7
                                    

Ayahnya meneleponnya. Namun enggan ia angkat. Satu pesan ditinggalkan oleh laki-laki itu.

From: Ayah

Nia, kalau Nia nggak mau angkat telepon Ayah tolong baca pesan Ayah baik-baik, ya.

Ayah lihat hidup Nia nggak bahagia semenjak menikah dengan Alfi. Tinggal di rumah yang kecil, makan pun mungkin seadanya. Ayah mau lihat Nia bahagia lagi, seperti sebelum menikah dulu. Kalau memang Nia nggak bahagia jalani pernikahan, Ayah nggak masalah kalau Nia mau bercerai dengan Alfi.

Maafkan Ayah, karena sudah memaksa Nia untuk menerima pinangan dari Alfi.

Justru kebahagiaannya ada pada Alfi, mengapa Ayah suka sekali berasumsi negatif tentang pernikahannya. Tahu apa suami bunda itu atas pernikahan yang dijalaninya? Menengok dirinya pun tidak selama menjalani pernikahan, lalu sekarang menyuruhnya bercerai dengan Alfi.

Taksi sudah berkeliling membelah jalan selama tiga puluh menit. Kini, berhenti di tempat tujuannya. Ia sudah booking satu kamar lewat aplikasi di ponselnya.

Tidak butuh waktu lama untuk ia bisa merebahkan diri dengan hati yang sedikit tenang karena tidak satu lantai lagi bersama Ikhsan.

*_____*

Subuh buta dan ia dikejutkan panggilan telepon yang berdering tak henti-henti. Melihat ke jendela, oh ternyata ini sudah pagi. Ia tidak kuasa untuk menatap layar ponsel dengan kondisi mata yang masih mengantuk. Dibawanya tubuh yang masih lemas itu ke kamar mandi untuk membasuh wajah. Lalu, kembali ke kamar untuk mengambil ponsel yang deringnya sudah berhenti. Nomor tidak dikenal. Ia memanggilnya kembali.

"Alfi!"

Keterkejutan tiada henti dari tadi malam kala suara itu menyebut namanya. "Ayah?"

"Masa tahanan Ayah dinyatakan sudah selesai, Nak. Bisa tolong jemput Ayah kemari?"

"Kok bisa, Yah?"

"Nanti sampai rumah Ayah ceritakan."

"Memangnya Ayah mau pulang kemana?"

"..... ke rumah kamu aja, ya."

Ia bergegas mandi dan memanaskan mesin motor. Ini janggal sekali. Bagaimana mungkin ayahnya keluar begitu saja. Ayahnya mengorupsi uang yang cukup banyak. Siapa orang di belakang yang membantunya?

*____*

Kepanikan melanda Marni yang duduk di kursi makan. Salah satu pegawainya di toko mengabari bahwa Rania sudah memasuki hari ketiga dengan ketidakhadirannya tanpa alasan. Ia mencoba menghubungi putrinya, namun tidak aktif.

"Faris belum ada kabar, Marni?" Hadi tiba-tiba datang menghampiri meja makan.

"Nggak tahu, bungsunya kamu sekarang yang nggak ada kabar."

"Paling liburan, jalan-jalan. Anakmu itu kan paling suka hambur-hambur uang."

Menyeruput segelas teh yang telah dituangnya, Hadi lanjut berkata, "Apalagi dia udah lama nggak liburan. Pasti udah ngerasa jenuh dan sumpek dia, tinggal di rumah yang mirip gubuk itu."

Marni sedikit tersulut atas pernyataan tersebut. "Jangan sembarangan ngomong kamu! Aku ibunya, aku tahu Rania bukan orang yang begitu. Apa yang kamu sampaikan tadi jelas lebih seperti mendeskripsikan anakmu sama istri pertama kamu!"

"DIAM KAMU MARNI! Rania baru saja aku beri nasehat untuk bercerai dengan suami miskinnya itu. Mungkin dia lagi rehat sejenak untuk berpikir lebih matang lagi atas perceraian yang akan dijalaninya."

"Jangan coba-coba ajari anakku soal perceraian! Cukup aku yang merasakan rasanya bercerai dari orang yang dicintai, lalu menikah kedua kalinya dengan aku yang berujung menyesal menikah dengan kamu!"

Can I Ask You a Question? (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang