BAB 5

862 90 22
                                    

Happy Reading!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Happy Reading!

Pagi ini cukup cerah, mereka kembali bersekolah dengan semangat namun tidak dengan Boris ia di skors selama 3 hari karena kejadian beberapa hari lalu, sama dengan Bene, ia juga tidak bersekolah karena kondisinya yang belum membaik dan tidak memungkinkan Bene untuk kembali bersekolah.

Tak terasa hari mulai siang Indra sudah pulang namun ia baru sadar, kalau sedari tadi, Bene tidak ada di kamar, Boris bertanya-tanya ‘kemana Bene?’

“Mana bene kok gak bareng?” ujar Boris sembari menonton tv dikamar, namun Indra menjawab “gatau bang katanya tadi kerkom, dia nyusul sana Mamat soalnya kemarin ngga sekolah.” jawab Indra.

Boris hanya beroh-ria saja karena tak tau akan bertanya apalagi ia masih sibuk dengan tontonannya di TV, lalu Indra izin kepada Boris untuk kerumah Ardit, terhitung sudah 2 kali Indra bermain ke rumah Ardit, ia hanya ingin bermain main saja, karena rumah Ardit hanya beberapa langkah dari Panti.

“Bang, izin kerumah temen yak” izin Indra ke Boris, “Ingat waktu.” jawab Boris, Indra yang mendengar jawaban Boris langsung melesat begitu saja sampai Boris heran mengapa anak itu cepat sekali menghilang.

Namun saat Boris menonton TV, Telephone yang ada di kamar bergetar, Boris pun bangun dari rebahnya, mengangkat panggilan itu, dan berkata “Halo iya ada apa?” namun saat Boris mengangkat telphone itu ia mendengar suara salah satu bocah yang gelisah, “Ini siapa sih? kau kenapa?” ujar Boris yang hampir mematikan Telephone itu.

“Oh halo kak! ini saya Mamat temen Bene dia tadi mau kerumah saya kak, tapi di jalan tiba tiba dia sesek nafas kak, tolong kak” jelas Mamat.

Boris menyeringitkan dahinya dan terkejut dengan penjelasan Mamat dan berkata “kamu sama Bene dimana? biar aku jemput”

“Saya di dekat Swalayan,” jelas Mamat, Boris pun dengan cepat merampas Jaketnya dan berlari ke arah Swalayan kebetulan jarak keswalayan tak begitu jauh hanya dua kali belokan saja.

Boris sampai di tempat yang Mamat sebut ia pun menghampiri Mamat dan Bene yang sudah pingsan disana, Boris pun menghampiri mereka berdua, dan beberapa orang yang hendak menolong Bene, Boris masuk ke kerumunan itu  dengan nafas yang naik turun.

Meski beberapa bulan ini Boris bersikap cuek kepada Bene karena kejadian saat itu. Tapi sebenarnya, Boris masih sangat sayang kepada Bene, dan masih sering mengkhawatirkannya.

“Mamat! Kenapa bisa gini?” ujar Boris namun Mamat hanya menggelengkan kepalanya entah apa yang terjadi pada Bene.

***

Waktu berlalu, kini Bene sudah berada di ruang kesehatan panti dengan keadaan sadarkan diri. Bene tau apa yang telah terjadi tadi, raut wajahnya menunjukan rasa panik ketika melihat Boris yang sudah memelototinya sambil memasukan tangannya ke saku yang ada di jaket hitamnya.

"Kenapa ngga bilang? kau kurang percaya sama aku Ben?" Tanya Boris

Bene menelan ludahnya, matanya mulai memerah, tidak mampu mengeluarkan sepatah katapun, karena memang alasan ia tidak memberi tahu tentang ini kepada Boris, adalah alasan yang aneh dan tidak lumrah.

Dari Adek Untuk AbangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang